Teori Tentang kualifikasi
1. Teori
kualifikasi berdasarkan lex fori
Dipelopori oleh frans kahn ( jerman ) bartin (
perancis )
Kedua took
ini mendasarkan toerinya kepada anggapan bahwa
“ Kualifikasi
harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan yng mengadili perkara ( lex
fori ) sebab kualifikasi adalah bagian dari hukum intern sang hakim
Lasan
Fran Kahn melakukan kualifikasi berdasarkan lex fori adalah
a. Simplicity
Apabila perkara dikualifikasi berdasarkan lex
fori sudah barang tentu hakim yang menyidangkan mengerti betul tentang hukum
& hukum mana yang akan diberlakukan terhadap perkara yang dihadapi (
simplicity )
b. Certainty
Orang2 yang
berpekara / berkepentingan dalam perkara pada umumnya secara garis besarnya
telah mengetahui sebagai peristiwa hukum apa perkaranya & nanti akan
dikulifikasi oleh hakim kedalam perisrtiwa hukum yang telah mereka ketahui
serta segala konsekwensinya
Bartin menambahkan alasan lagi kenap kualifikasi dilakukan berdasarkan lex fori yaitu
Bahwa seoarng hakim telah disumpah untuk
menerapkan & memelihara & menegakan hukumnya sendiri & bahkan hukum
asaing manapun
Menurut Bartin
Kalau seorang hakim menerapkan hukum asing dalam
perkara yang dihadapi itu dilakukanya dengan alasan
1. Untuk membatasi kedaulatan
lex fori
2. Pembatasan kedaulatan lex
fori itu dilakukan bahwa ketentuan hukum asing itu pengertianya / derajatnya
ataupun dari segi keadilannya dibandingkan dengan hukum lex fori seimbang
3. Apabila hakim tersebut tidak
menemukan dalam hukumnya sendiri konsep hukum asing tsb tetapi ia harus mencari
konsep hukumnya sendiri yang setara dengan konsep hukumaasing itu dengan cara
ijtihat ( Mengailkan dirinya sebagai pembuat hukum / uu )
Dalam ketentuan yang ada tidak selaku harus
diterapkan hukum lex fori ( hukum sang hakim ) dalam beberapa hal ada pengecualinya yaitu
sebagaimana tersebut dalam :
Pasal 17 AB
Terhadap benda tetap / benda bergerak maka hukum
yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana benda tsb berad
Pasal 18 AB
Hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah
hukum dimana kontrak itu disebut lex loci contractus
Kebaikan dari teori
kulifikasi berdasarkan lex fori
1. Perkara dapat cepat
diselesaikan
2. Putusan yang diberikan oleh
hakim akan mendekati keadilan
3. Hakim mengerti benar / betul
tentang hukum yang menyangkut perkara yang dihadapinya karena perkara itu
dikulifikasikanya kedalam lex fori
Kelemahanya
Kadang kala pengkualifikasikan kedalam sistim
hukum lex fori tidak sesuai dengan ukuran / kategori / rasa keadilan bahkan
sama sekali tidak dikenal oleh sistim asing
Contoh Kasus / Posisi Kasus
1. A berusia 19 tahun berdomisi
di prancis
2. A menikah dengan B / wanita
WN inggris ) pernikahan dilakukan di inggris
3. A menikah dengan B tanpa izin
orang tua sedangkan izin diperlukan ( hal ini diwajibkan oleh pasal 148 code
civil perancis )
4. Di perancis A kemudian
mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ( marriage annul ment ) dengan
dasar perkawinanya dengan B dilakukan tanpa izin orang tua permohonan ini
dikabulkan oleh pengadilan perancis
5. Beberapa waktu kemudian B
melangsungkan perkawinan dengan C ( WN inggris )
6. Berdasarkan hukum inggris
yang sebenarnya B masih terikat perkawinan dengan A oleh karena itu perkawinan
A & B belum bubar dengan alasan tersebut C mengajukan permohonan pembatalan
perkawinanya dengan B alasan C adalah B telah melakukan poliandri
7. Permohonan C diajukan di
pengadilan inggris
Untuk Menyelesaikan Perkara Tersebut Diatas
1. Harus didudukan apakah
perkawinan A & B dianggap sah / tidak
Dalam hal ini titik taut yang ada menunjukan
kearah hukum inggris karena perkawinan A & B diresmikan di inggris serta
meninjuk kearah hukum perancis karena A WN perancis & berdomisi di prancis
2. Setelah menyadari bahwa
kenyataan B masih terikat perkawinandengan A sebab berdasarkan hukum inggris
perkawinan A & B belum dibubarkan maka C mengajukan permohonan pengabulan
pembatalan perkawinanya dengan B ( B telah poliandri ) permohonan si C diajukan
di PN inggris
Pertama kali hakim akan memeriksa D akan
memutuskan perkara tentang apakah perkawinan A & B dianggap sah /
Perkawinan A & B diresmikan di inggris serta
menunjuk ke arah hukum perancis karena A sudah warga negara perancis &
berdomisi di prancis
Dalam hal ini kaidah HPI inggris menyatakan
bahwa :
a. Persyaratan utama dari suatu
perkawinan adalah
Bahwa pria tersebut telah mampu
menurut hukum untuk melakukan pernikahan
Dalam kasus diatas untuk
menetukanya itu melihat pada dimana yang bersangkutan berdomisili
b. Persyaratan formal suatu
perkawinan adalah
diatur oleh hukum dimana
perkawinan itu dilangsungkan ( lex luci celebritionis )
dalam kasus diatas adalah di
inggris
Pasal 148 CC
menyaratkan bahwa seorang anak laki2 yang belum
berusia 25 th tidak dapat menikah bila tidak ada izin dari ortu &
ini merupakan syarat utama / esensial
Jadi bagi hukum perancis dimana si A berdomisi
dengan tidak adanya izin ortu seharusnya menyebabkan batalnya
perkawinan antara A & B
Karena perkaranya
diajukan di inggris maka hakim di inggris memutuskan
bahwa :
- Perkawinan antara A & B
dinyatakan tetap sah sebab
Syarat
formal
Karena
/ sebab izin dari ortu dalam hukum inggris tidak dianggap sebagai syarat utama
Syarat utama
Ex
loci celebritionis perkawinan itu dilaksanakan di inggris
- Karena itulah perkawinan antara B
& C tidak sah karena dianggap B mengadakan poliandri maka dari itu
perkawinan B & C harus dinyatakan batal & dengan demikian permohonan C
dikabulkan
Kesimpulan dari kasus tersebut diatas hakim inggris mengualifikasikan hukum
itu berdasarkan hukumnya sendiri ( lex fori ) dengan demikian pasal 148 cc
dikualifikasikan berdasarkan lex vori
2. Teori
kulaifikasi berdasarkan lex Causae
Pendukung
teori ini adalah martin wolff & G.c Cheshire
Teori
ini beranggapan bahwa setiap kulifikasi sebaiknya dilakukan sesuai dengan
sistim serta ukuran dari keseluruhan hukum yang bersangkutan dengan perkara
Tujuan
kualifikasi untuk menentukan ketentuan HPI mana dari lex
fori yang erat kaitanya dengan ketentuan hukum asing yang seharusnya berlaku
penentuan ini dilakukan dengan berdasarkan kepada hasil kualifikasi yang telah
dilakukan berdasarkan sistim hukum asing yang bersangkutan setelah itu baru
ditetapkan ketentuan hukum apa yang mana diantara ketentuan HPI lex fori yang
harus dipakai untuk menyelesaikan perkara
3. Teori
kualifikasi berdasarkan secara bertahap
Tokohnya
Adolph schnitzere, dr sunaryati hartono, ehrenzweig
Teori ini
merupakan penyempurnaan dari teori lex causae menurut teori ini untuk mentukan
lex causae yang mana perkara yang ada terlebih dahulu dikualifikasi setelah itu
baru ditetapkan kualifikasi lex causae
4. Teori
kualifikasi berdasarkan analitik / otonom
Tokohnya
Ernst rabel & beckeff
Teori ini
mengunakan metode perbandingan hukum untuk membangun suatu sistim kualifikasi
HPI yang berlaku secara universal
Menurut teori
ini tindakan kualifikasi terhadap sekumpulan fakta harus dilakukan secara
terlepas dari kaitanya terhadap suatu sistim hukum local / nasional
tertentu ( otonom ) artinya dalam HPI seharusnya ada pengertian2 hukum
yang khas & berlaku umum serta mempunyai makna yang sama dimanapun didunia
Untuk
mewujudkan hal tersebut menurut rabel haruslah digunakan metode perbandingan
hukum dalam rangka mencari pengertian2 HPI yang dapat diberlakukan dimana2
Tujuanya :
Menciptakan
sistim HPI yang utuh & sempurna serta yang berisi konsep2 dasar yang
bersifat mutlak
Teori
tsb diatas sulit diwujudkan dalam praktek karena :
a. Menemukan & menetapkan
pengertian2 hukum yang dapat dianggap sebagai pengertian yang berlaku umum
adalah merupakan pekerjaan yang sangat sulit dilaksanakn
b. Hakim yang hendak menerapkan
teori ini harus mengenal semua sistim hukum didunia agar ia dapat menemukan
konsep2 yang memang diakui diseluruh dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar