DEFORESTASI HUTAN SERTA DAMPAKNYA
DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Download disini :
A. Latar Belakang
Belakangan, hutan telah mengalami
banyak degradasi dan deforestasi (kerusakan hutan) akibat perilaku manusia yang
tidak bertanggung jawab. Banyak kerusakan hutan terjadi akibat adanya pemenuhan
bahan baku industri, industri perkebunan kelapa sawit, adanya pengelolaan
industri pertambangan dan penebangan hutan secara liar dengan mencuri kayunya
untuk kebutuhan individu yang tidak bertanggung jawab. Kerusakan hutan ini
menyebabkan penurunan dan kepunahan keanekaragaman hayati. Saat ini tekanan
lebih banyak difokuskan pada peran hutan sebagai cadangan utama keanekaragaman
hayati dan komponen penting dalam siklus karbon dan pemanasan global maupun
sistem hidrologi dan nilai keindahan atau estetika. Salah satu faktor yang
menyebabkan perubahan iklim global adalah semakin berkurangnya jumlah hutan
diseluruh dunia yang diakibatkan dari perilaku manusia itu sendiri.
Misalnya saja Indonesia saat ini yang
iklimnya menjadi tidak tentu, kadang panas dan terkadang hujan yang tidak
menentu. Iklim yang tidak tentu ini juga menyebabkan para petani kesusahan
untuk mencari waktu yang tepat dalam menanam padi. Itu merupakan salah satu
dampak kecil yang disebabkan oleh semakin menurunnya jumlah hutan yang berada
di Indonesia.
Laju deforestasi hutan di Indonesia
paling besar berasal dari kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah
menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Laju
deforestasi dalam 5 tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun.
Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, berasal dari pengalihan
fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area
perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan
sampai akhir 1997. Bila keadaan seperti ini berjalan terus, dimana Sumatera dan
Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan
mengalami hal yang sama.
Maka, berdasarkan permasalahan di
atas kami menyusun sebuah makalah yang berjudul “DEFORESTASI HUTAN SERTA
DAMPAKNYA DI INDONESIA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
dipaparkan di atas, makas muncul beberapa pertanyaan yang diantaranya sebagai
berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan
deforestasi hutan?
2. Bagaimana deforestasi hutan yang ada
di Indonesia belakangan ini?
3. Apakah factor penyebab dari
terjadinya deforestasi hutan Indonesia?
4. Apakah dampak yang ditimbulkan dari
deforestasi hutan di Indonesia?
5. Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk
menjaga agar hutan tetap lestari?
C. Tujuan
Maksud dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari deforestasi
hutan;
2. Untuk mengetahui laju deforestasi
hutan di Indonesia;
3. Untuk memahami factor penyebab
terjadinya deforestasi hutan;
4. Untuk mengerti dampak yang
ditimbulkan dari deforestasi hutan;
5. Untuk mengetahui serta
mengaplikasikan upaya-upaya yang dilakukan agar hutan tetap lestari.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Deforestasi Hutan
Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan mempunyai peran yang sangat
penting pada lingkungan secara menyeluruh. Sejak zaman dahulu, hutan telah
menyediakan makanan dan tempat tinggal, tempat berlindung dan bersembunyi dari
pemangsanya, serta banyak lagi manfaat lainnya.
Manusia adalah makhluk hutan belantara, sampai saat manusia mulai
belajar berburu, sebelumnya mereka mencari makanan dan berkelana di hutan.
Manusia dan hutan belantara tumbuh dan berkembang bersama-sama, kehidupan kita
dan kehidupan hutan selalu saling terkait.
Deforestasi Hutan merupakan penurunan luas hutan baik secara
kualitas dan kuantitas. Deforestasi secara kualitas berupa penurunan ekosistem
flora dan fauna yang terdapat pada hutan tersebut. Deforestasi secara kuantitas
(sangat jelas) berupa penurunan luas hutan. Dapat disebutkan bahwa Deforestasi
adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan
yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Sedangkan Degradasi hutan adalah
penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok carbon selama periode tertentu yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia.
B.
Deforestasi Hutan di Indonesia
Indonesia memiliki 10% hutan tropis
dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies
binatang menyusui atau mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan
amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian
diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut. Luas
hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya
sebesar 72%. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan
tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran.
Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare per tahun,
sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektare per tahun. Ini
menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan
tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat
tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektare hutan dan lahan rusak, diantaranya
seluas 59,62 juta hektare berada dalam kawasan hutan.
Pada abad ke-16 sampai pertengahan
abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada
akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare
atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau
Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami
defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya. Fungsi hutan
sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan
hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi
kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan.
Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian
masyarakat. Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat
tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak
terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat
luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan. Sementara itu
rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan
rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Dan hal ini juga diperparah
dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber
uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Penebangan
hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhirtahun 1960-an,
yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan kayu secara manual.
Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan
dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang
melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihkan
fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan
hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan
pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi
dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha
daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi
peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa izin yang tak terkendali oleh
kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat
pemerintah dan keamanan.
C.
Faktor Penyebab Deforestasi Hutan Di
Indonesia
Deforestasi di Indonesia sebagian
besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang
menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang
bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi.
Pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan di Indonesia terbukti
sangat menguntungkan selama bertahun-tahun, dan keuntungannya digunakan oleh
rejim Soeharto sebagai alat untuk memberikan penghargaan dan mengontrol
teman-teman, keluarga dan mitra potensialnya. Selama lebih dari 30 tahun
terakhir, negara ini secara dramatis meningkatkan produksi hasil hutan dan
hasil perkebunan yang ditanam di lahan yang sebelumnya berupa hutan. Dewasa ini
Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp
dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet
dan coklat Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan
hutan secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal.
Untuk saat ini, penyebab deforestasi
hutan semakin kompleks. Kurangnya penegakan hukum yang terjadi saat ini
memperparah kerusakan hutan dan berdampak langsung pada semakin berkurangnya
habitat orangutan secara signifikan.
Penyebab deforestasi di Indonesia
secara lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
·
Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari setengah kawasan hutan
Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih.
Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional hak kepemilikan atau
hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti
pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak
hutan produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi
pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah
disurvei, masuk dalam kategori “sudah terdegradasi”. Areal konsesi HPH yang
mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas
ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk
mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka
hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri
atau perkebunan.
·
Hutan tanaman industry
Hutan tanaman industri telah
dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk
menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia,
tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha
lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan
hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam
waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami,
sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan
tidak produktif.
·
Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
·
llegal logging
Illegal logging adalah merupakan
praktek langsung pada penebangan pohon di kawasan hutan negara secara illegal.
Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup illegal logging terdiri dari :Rencana
penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam
hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan
pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Penebangan pohon dalam
makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Produksi kayu
yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara
keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan
oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan
kekurangannya dipenuhi dari pembalaka ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang
sangat besar dan yang terorganisasi sekarang merajalela di Indonesia; setiap
tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang
secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak
diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan,
Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian
kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan
Indonesia.
·
Konvensi Lahan
Peran pertanian tradisional skala
kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek
kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas
hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu
perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang
berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan.
Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara
tahun 1985 sampai 1997.
·
Program Transmigrasi
Transmigrasi yang berlangsung dari
tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang
berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh
Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan
periode tersebut. Disamping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala
kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab deforestasi karena mereka
membangun lahan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan
yang dibuka dengan operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar.
Belakangan ini, transmigrasi “spontan” meningkat, karena penduduk pindah ke
tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk
menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya
mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional
belum pernah dibuat.
·
Kebakaran Hutan
Pembakaran secara sengaja oleh
pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal
untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran
besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnyan belum pernah terjadi
sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha
hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh
kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil,
tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan
hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif
Pada kondisi alami, lahan gambut
tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan
menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak
ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun, apabila kondisi lahan gambut
tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan
kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan
gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Gambut
mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api
di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit
dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan
sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan baru bisa mati total
setelah adanya hujan yang intensif.
D.
Dampak Deforestasi Hutan
Kerugian
yang diderita negara akibat laju deforestasi hutan di Indonesia diperkirakan
dapat mencapai hingga sekitar Rp71 triliun, menurut lembaga swadaya masyarakat
Indonesia Corruption Watch.
Berdasarkan
data riset ICW yang diterima di Jakarta, kerugian dari aspek laju deforestasi
hutan pada periode 2005-2009 mencapai 5,4 juta hektare atau setara
Rp71,28triliun.
Jumlah tersebut, masih menurut ICW, terdiri atas kerugian nilai tegakan (Rp64,8 triliun) dan provisi sumberdaya hutan (Rp6,48 triliun). Kerugian tersebut masih ditambah tidak diterimanya dana reboisasi.
Jumlah tersebut, masih menurut ICW, terdiri atas kerugian nilai tegakan (Rp64,8 triliun) dan provisi sumberdaya hutan (Rp6,48 triliun). Kerugian tersebut masih ditambah tidak diterimanya dana reboisasi.
ICW juga
memaparkan bahwa lembaga swadaya masyarakat Human Rights Watch
pernah meluncurkan riset pada 2009 yang menyebutkan bahwa praktik korupsi dan
mafia sektor kehutanan setidak-tidaknya merugikan negara rata-rata Rp20 triliun
per tahun.
Angka
tersebut dinilai tidak sebanding antara risiko kerusakan dan kerugian yang diderita
dengan pendapatan negara.
ICW
mengingatkan, Komisi Pemberantasan Korupsi pernah merilis kajian terkait
17 masalah sistemik dalam perencanaan dan pengawasan kawasan hutan.
Sebanyak sembilan
dari 17 masalah sistemik tersebut terkait masalah regulasi, tiga terkait
kelembagaan, empat terkait Tata Laksana, dan satu terkait manajemen sumberdaya
Alam.
Hal itu dinilai menunjukkan adanya masalah serius dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
Hal itu dinilai menunjukkan adanya masalah serius dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
Untuk itu,
LSM tersebut mendesak agar segera direalisasikan reformasi dan pembenahan di
sektor kehutanan, dan mendesak Menteri Kehutanan untuk segera memperbaiki 17
masalah sistemik yang telah dirilis KPK.
Dampak
Utama dari Pengundulan Hutan adalah Longsor, Banjir dan Kekeringan. Tanah
longsor sering terjadi di Indonesia, diakibatkan penggundulan hutan
bertahun-tahun. Pegiat lingkungan hidup memperingatkan tanah longsor disebabkan
penebangan hutan secara eksesif dan gagalnya penanaman kembali hutan.Terjadinya
bencana tanah longsor dan banjir di Wilayah Kabupaten Cianjur menunjukkan
peristiwa yang berkaitan dengan masalah tanah. Hujan dan Banjir telah
menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran air yang disebut erosi yang
berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari
permukaan bumi.
Banjir
akan bisa menjadi lebih besar jika penyimpan air (water saving) tidak bisa
menahan air limpasan. Hal ini bisa terjadi ketika hutan yang berfungsi sebagai
daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Hutan dapat mengatur
fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam mengatur limpasan dan
infiltrasi. Kejadian banjir ini akan menjadi kejadian tahunan daerah hilir yang
rawan bencana apabila pengelolaan bagian hulu tidak diperbaiki dengan segera,
baik melalui reboisasi/penghijauan dan upaya konservasi tanah.
Bencana
Tanah longsor terjadi disebabkan tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah
pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan. Apalagi untuk wilayah Cianjur
Selatan merupakan daerah perbukitan dan bertebing. Daerah Cianjur Selatan ini
termasuk dalam kategori daerah Rawan Longsor. Jika Jika Penggundulan Hutan
dibiarkan terus berlangsung, Longsor dan banjir Akan datang silih berganti,
bukan mustahil akhirnya lingkungan berubah menjadi padang tandus, pada akhirnya
kekeringan tak dapat di elakan. Kekeringan akan terjadi sebab pasokan air
hujan ke dalam tanah (water saving) rendah dan cadangan air di musim kemarau
berkurang ini yang menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan
hilangnya mata air.
a. Dampak Keanekaragaman Hayati
Meskipun
hutan tropis hanya mencakup sekitar 7 persen dari lahan kering bumi, mereka
mungkin pelabuhan sekitar setengah dari semua spesies di Bumi. Banyak spesies
yang sangat khusus untuk microhabitats dalam hutan yang mereka hanya dapat
ditemukan di daerah kecil. spesialisasi mereka membuat mereka rentan terhadap
kepunahan. Selain spesies yang hilang ketika suatu daerah benar-benar gundul,
tanaman dan hewan dalam fragmen hutan yang tetap juga menjadi semakin rentan,
kadang-kadang bahkan berkomitmen, untuk kepunahan. Tepi-tepi potongan-potongan
kering dan diterpa angin panas; pohon hutan hujan dewasa sering mati berdiri di
pinggiran. Cascading perubahan jenis pohon, tumbuhan, dan serangga yang dapat bertahan
dalam fragmen cepat mengurangi keanekaragaman hayati di hutan yang masih
tersisa.
Orang
mungkin tidak setuju tentang apakah punahnya spesies lain melalui tindakan
manusia adalah masalah etis, tapi ada sedikit keraguan tentang masalah-masalah
praktis yang menimbulkan kepunahan.
b. Dampak Tanah
Dengan
semua lushness dan produktivitas yang ada di hutan tropis, dapat mengejutkan
mengetahui bahwa tanah tropis sebenarnya sangat tipis dan miskin unsur hara.
Underlying “orang tua” cuaca rock cepat pada temperatur tinggi daerah tropis
dan hujan lebat, dan dari waktu ke waktu, sebagian besar telah mencuci mineral
dari tanah. Hampir semua kandungan gizi dari hutan tropis di tanaman yang hidup
dan sampah membusuk di lantai hutan.
Bila suatu
daerah benar-benar gundul untuk pertanian, petani biasanya membakar pohon-pohon
dan vegetasi untuk membuat lapisan pemupukan abu. Setelah ini slash-dan-bakar
deforestasi, waduk gizi hilang, banjir dan tingkat erosi tinggi, dan tanah
sering menjadi tidak dapat mendukung tanaman hanya dalam beberapa tahun. Jika
daerah tersebut kemudian berubah menjadi padang rumput ternak, tanah dapat
menjadi padat juga, memperlambat atau mencegah pemulihan hutan.
c. Dampak Sosial
Hutan
tropis adalah rumah bagi jutaan asli (adat) orang yang membuat mahlukmahluk
mereka melalui subsisten, berburu dan mengumpulkan pertanian, atau melalui
berdampak rendah pemanenan hasil hutan seperti karet atau kacang. Deforestasi
di wilayah adat oleh penebang, penjajah, dan pengungsi seringkali memicu
konflik kekerasan. pelestarian hutan dapat secara sosial memecah-belah, juga.
Nasional dan pemerintah internasional dan badan-badan bantuan berjuang dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang apa tingkat keberadaan manusia, jika ada, sesuai
dengan tujuan konservasi di hutan tropis, bagaimana menyeimbangkan kebutuhan
masyarakat adat dengan memperluas populasi pedesaan dan pembangunan ekonomi
nasional, dan apakah mendirikan besar , murni, kawasan lindung tak
berpenghuni-bahkan jika itu berarti menghapus penduduk saat ini-harus menjadi
prioritas tertinggi dari upaya konservasi di hutan tropis.
d. Dampak Iklim: Curah Hujan dan Suhu
Sampai
tiga puluh persen dari hujan yang jatuh di hutan tropis hutan hujan adalah air
yang telah didaur ulang ke atmosfir. Air menguap dari tanah dan vegetasi,
mengembun menjadi awan, dan jatuh lagi sebagai hujan dalam siklus diri-air
abadi. Selain mempertahankan curah hujan tropis, penguapan mendinginkan
permukaan bumi. Dalam banyak model komputer iklim di masa depan, menggantikan
hutan tropis dengan pemandangan padang rumput dan tanaman menciptakan kering,
iklim lebih panas di daerah tropis. Beberapa model juga memprediksi bahwa hutan
tropis akan mengganggu pola curah hujan jauh di luar daerah tropis, termasuk
China, Meksiko utara, dan Amerika selatan-tengah Amerika.
Sebagian
besar prediksi iklim curah hujan menurun berdasarkan pengganti seragam dan
hampir lengkap hutan tropis dengan padang rumput dan ladang. Namun, deforestasi
sering hasil dalam pembukaan fashion yang tambal sulam-jalan bercabang dalam
pola tulang ikan, misalnya, atau pulau gundul dalam lautan hutan. Pada skala
lokal ini, deforestasi benar-benar dapat meningkatkan curah hujan dengan
menciptakan “pulau-pulau panas” yang meningkatkan terbit dan menjungkirbalikkan
udara (konveksi) yang mengarah ke awan dan hujan. Awan dan curah hujan menjadi
terkonsentrasi di atas pembukaan. Apakah peningkatan curah hujan lokal akan
bertahan wilayah yang lebih besar dan lebih besar hutan dibersihkan saat ini
tidak diketahui. Jawaban dapat berasal dari model iklim yang lebih canggih yang
secara akurat mewakili kemajuan tambal sulam pemandangan sebagian gundul.
Upaya
pelestarian Lingkungan dapat dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan
menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul.
Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi tanahnya miring perlu
dibangun terasering atau sengkedan, sehingga mampu menghambat laju aliran air
hujan.
Pelestarian
hutan Perlu dan Harus secapatnya dilaksanakan. Eksploitasi hutan yang
terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa diimbangi dengan
penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Pembalakan liar
yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan
hutan. Padahal hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab
hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan
juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air.
Alih
fungsi hutan menjadi lahan pertanian semakin merebak karena untuk usaha
pertanian bergeser dari lahan subur yang terus berkurang ke lahan marginal yang
kurang subur (hutan), demikian pula penebangan hutan tak terkendali untuk
memenuhi kebutuhan kayu baik untuk bahan bagunan, bahan perkakas rumah tangga,
maupun untuk bahan bakar. Kita bisa menghitung berapa volume kayu untuk semua
kebutuhan tadi, dan berapa dari luar Jawa yang masuk, dan berapa yang
dihasilkan oleh Perhutani, maka akan tidak seimbang, sehingga kekurangan itu
berasal dari hutan di sekitar kita sendiri, yang seharusnya kita lestarikan dan
kita jaga bersama.
E.
Upaya Untuk Melestarikan Hutan:
1. Reboisasi atau penanaman kembali
hutan yang gundul.
2. Melarang pembabatan hutan secara
sewenang-wenang.
3. Menerapkan sistem tebang pilih dalam
menebang pohon.
4. Menerapkan sistem tebang–tanam dalam
kegiatan penebangan hutan.
5. Menerapkan sanksi yang berat bagi
mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan.
Oleh sebab
itu, kepada semua pihak yang bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan
lindung, baik Perum Perhutani, Dinas Kehutanan, maupun Pemda setempat
Harus lebih aktif dalam proses pelestarian alam. Pemahaman masyarakat
mengenai dampak dari penebangan hutan sangatlah kurang. Sosialisasi mengenai
lingkungan hidup perlu dan harus dilakukan. Masyarakat tidak sepenuhnya
memahami akibat yang akan terjadi nantinya. Upaya penanganan dan pencegahan
harus segera dilakukan, mulai dari reboisasi, rehabilitasi lahan kritis,
pengelolaan hutan, serta menindak tegas para pelaku penebangan liar.
PENUTUP
Simpulan
Dari materi yang telah dipaparkan di
atas, dapat di ambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Defoestasi merupakan suatu kondisi
saat tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan secara kualitas dan
kuantitas.
2. Faktor penyebab deforestasi di
antaranya: hak penguasa hutan, hak tanaman industri, perkebunan, illegal
loging, konvensi lahan, program transmigrasi, dan kebakaran hutan.
3. Dampak dari deforestasi dapat
menyebabkan keanekaragaman hayati berkurang, banjir, dan tanah longsor.
4.
Upaya yang perlu dilakukan untuk melestarikan hutan:
reboiasi, sistem tebang pilih tanam, dan menindak tegas pelaku yang melanggar
ketentuan mengenai pengelolaan hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar