BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada pendapat umum yang
berkembang luas di masyarakat tentang sikap skeptis masyarakat termasuk rakyat
miskin terhadap hukum negara, proses-proses hukum/peradilan dan terhadap
perilaku para penegak hukum itu sendiri. Sikap ini tidak dapat disalahkan
karena masyarakat melihat dan merasakan bahwa selama ini sumber daya hukum di
pergunakan dan dimanfaatkan oleh mereka yang mempunyai status kekuasaan
untuk mengesahkan kegiatan, perilaku, transaksi dan tindakan lain yang bersifat menindas dan memeras serta jauh dari cita rasa keadilan masyarakat.
Rakyat yang bercita-cita merubah
hubungan-hubungan struktur sosial, ekonomi dan
lain sebagainya, yang
mengakibatkan kemiskinan dan penindasan, maka rakyat harus
benar-benar memahami masalah hukum dan mengambil keputusan dan tindakan apa dan bagaimana mereka
akan mengunakan sumber daya yang dimilikinya. Dalam hal ini
tampak bahwa hukum dapat digunakan dan dikembangkan sebagai sumberdaya yang
dimanfaatkan dalam usaha-usaha untuk memperoleh kekuasaan dan memprakarsai
kegiatan-kegiatan sosial ekonomi baru yang
diurus oleh kelompok.
Pemberdayaan
Masyarakat dengan mengunakan “pendekatan sumberdaya hukum” ini didasarkan pada kaidah:
1.
Hukum
dalam hal ini tidak hanya ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh
organ-organ atau alat/institusi negara semata.
Sumber-sumber hukum yang melindungi kepentingan rakyat miskin tidak
hanya terbatas pada rumusan perundang-undangan resmi dan ketentuan-ketentuan
yang dibuat berdasarkan keputusan pengadilan. Ia lebih luas dari pada itu.
Sumber ini mencakup UUD, ideologi, asas-asas hukum, hukum adat, kebiasaan yang
telah berakar mendalam yang menekankan pentingnya pembuatan keputusan
berdasarkan konsensus bilamana masalahnya berkaitan dengan kepentingan
masyarakat, sampai kepada hukum-hukum yang berlaku secara internasional.
2.
Hukum
adalah sumber daya yang potensial bagi masyarakat miskin di pedesaan. Hukum
dapat dipergunakan untuk bermacam-macam tujuan, misalnya untuk menuntut hak
yang dijamin oleh rumusan hukum negara, tetapi dalam
praktek diingkari, mengungkapkan penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa,
dsb. Secara minimal pengetahuan tentang hukum akan membantu, jika mereka korban perlakuan penyalahgunaan hukum untuk
memahami bahwa mereka itu mengalami ketidakadilan dan kedudukan mereka adalah
benar dalam menuntut pembenahan.
3.
Pentingnya
tindakan kolektif secara perorangan, orang-orang miskin itu tidak memiliki
sarana materil dan tidak memiliki kekuasaan yang tetap. Tetapi
kelompok-kelompok yang lebih besar dapat mengumpulkan sumber keuangan dan
memberikan keyakinan dan jaminan lebih besar untuk menghadapi ancaman
pembalasan yang merupakan bahaya dalam banyak lingkungan. Secara kolektif
rakyat juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk memperoleh informasi tentang
hukum dan pengembangannya untuk kesejahteraan mereka.
4.
Proses
pembangunan organisasi efektif rakyat miskin biasanya mengharuskan penggunaan
sumber daya hukum itu sendiri.
Pendekatan
sumber daya hukum ini menekankan tentang pentingnya sikap swadaya dibidang
hukum dan pembelaan kepentingan kelompok. Swadaya hukum dicapai melalui
program-program untuk mendidik rakyat/masyarakat miskin yang khusus, agar
mereka mengetahui hak-hak hukum mereka serta prosedur-prosedur yang relevan
dengan mereka sehari-hari, sehingga memungkinkan mereka memutuskan sendiri
mengenai kapan dan bagaimana mereka akan berpegang pada hukum dan kapan tidak
bertindak begitu. Pembelaan kepentingan kelompok itu berusaha meningkatkan
kemampuan mengimbangi (Bargaining) yang dimiliki rakyat miskin dipedesaan
dengan membela kepentingan mereka dipusat-pusat pembuatan kebijakan.
Langkah
pertama dalam mengembangkan sumber daya hukum itu dapat diarahkan untuk
memberikan informasi mengenai hukum kepada masyarakat dalam bentuk yang segera
dapat dipahami oleh mereka. Kedua, dapat diarahkan untuk melatih petugas hukum
masyarakat yang akan dapat membantu banyak,
diantara kebutuhan akan sumber daya hukum yang timbul ditingkat lokal, misalnya
melalui intraksi dengan pemerintah, polisi atau orang perorangan.
Pembinaan
kemampuan kelompok untuk mengunakan hukum itu sendiri merupakan proses
partisipatoris yang menambah pengetahuan rakyat dan meningkatkan kemampuan
kolektif mereka untuk mengambil langkah-langkah yang bersifat swadaya. Dalam
proses pemberdayaan ini, tugas para ahli adalah bekerjasama dengan rakyat untuk
belajar melalui usaha bersama bagaimana hukum itu dapat digunakan oleh dan
untuk kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan bersama. Dalam pendekatan ini
rakyat menentukan sendiri tidak hanya apa yang merupakan kebutuhan pokok
mereka, tetapi bilamana dan bagaimana hukum itu dapat di gunakan untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
Usaha
ini akan tercapai kalau orang-orang bersedia menerima nilai-nilai dan ketentuan
kerja demi pembangunan yang berorentasikan kepada rakyat.
1.2. Pendekatan PNPM-Mandiri Perdesaan
Pelaksanaan
PNPM-MPd pada hakekatnya merupakan kegiatan yang bertujuan antara lain untuk
mengangkat harkat dan martabat masyarakat desa terutama dalam meningkatkan
kesejahteraan warga desa. Segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan dan
pemanfaatan dana bantuan PNPM-MPd sebenarnya merupakan hasil musyawarah atau
keputusan bersama dan masyarakat desa yang menerima dana bantuan tersebut.
Berhasil-tidaknya
masyarakat desa mengurus dan mengelola dana PNPM-MPd tersebut juga ditentukan
oleh kepatuhan dan kesadaran masyarakat desa dalam mempertanggungjawabkan dana
bantuan sesuai dengan program atau usaha yang telah diputuskan bersama dalam
musyawarah (tingkat desa maupun kecamatan). Kepatuhan dan kesadaran masyarakat
desa tersebut pada hakekatnya perlu didukung oleh perangkat hukum yang dibuat
dan disepakati oleh masyarakat.
Pada
tataran ini PNPM-MPd tentunya juga tidak dapat melepaskan diri misi untuk
memberikan penguatan-penguatan hukum kepada masyarakat. Disadari atau tidak
dalam setiap tahapan PNPM Mandiri
Perdesaan selalu melekat aspek hukum, terutama yang
berkaitan dengan hukum perdata namun dalam pelaksanaan penegakan hukum sendiri
masih dirasakan sangat lemah.
1.3. Pengertian
Bantuan hukum adalah pemberian pelayanan dan bantuan
hukum yang disediakan oleh PNPM Mandiri Perdesaan kepada masyarakat desa
sebagai pemanfaat program yang terlibat dalam sengketa/masalah baik hukum
maupun non hukum untuk menyelesaikan sendiri sengketa diantara mereka melalui
mekanisme bantuan hukum PNPM Mandiri Perdesaan. Oleh karenanya program bantuan
hukum ini merupakan pelengkap atau pendukung kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan.
Bantuan Hukum merupakan hak
yang dijamin dalam Konstitusi Indonesia melalui UUD 1945, yaitu:
a. Pasal 27 Ayat (1) menjamin setiap warga negara adalah sama kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan;
b. Pasal 28 D (1) menjamin bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum;
c. Pasal 28 I (1) menjamin hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut sebagai hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Hak bantuan hukum diatur
pelaksanaannya dalam Pasal 17, 18, 19 dan 34 UU No. 39/1999 tentang HAM, UU No.
14/1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dengan perubahannya dalam
UU No. 35/1999, khususnya Pasal 35 yang menyatakan setiap orang yang tersangkut
perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
Instrumen internasional yang menjamin hak atas bantuan
hukum, yaitu:
a.
Pasal
7 DUHAM menjamin persamaan kedudukan di muka hukum;
b.
Pasal
16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin bahwa semua orang berhak untuk perlindungan dari
hukum serta harus dihindarkan adanya diskriminasi berdasarkan apapun termasuk
status kekayaan;
c.
Pasal
14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait bantuan hukum yaitu : 1)
kepentingan-kepentingan keadilan; dan 2) Tidak mampu membayar Advokat. Hak ini
termasuk jenis non-derogable rights (tak dapat dikurangi).
1.4. Tujuan
Tujuan
Umum
1.
Memberikan
informasi mengenai hukum kepada masyarakat dalam bentuk yang segera dapat
dipahami oleh mereka, khususnya terkait penyadaran akan pemenuhan hak dan
kewajiban para pihak yang terlibat dalam kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan.
2.
Melatih
petugas hukum masyarakat yang akan membantu, diantara kebutuhan akan sumber
daya hukum yang timbul ditingkat lokal.
3.
Memberikan
penguatan pada masyarakat pemanfaat PNPM Mandiri Perdesaan agar mampu
memberikan bantuan hukum pada diri mereka sendiri, sehingga semaksimal mungkin
dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi.
Tujuan Khusus
1.
Melakukan
peningkatan kapasitas lokal dalam mengelola sengketa/konflik secara terbuka,
independen dan adil serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan
penyelesaian sengketa secara mediasi di luar peradilan;
2.
Membantu
dan memfasilitasi penyelesaian sengketa yang menyangkut kepentingan masyarakat;
3.
Meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dengan memperbesar akses
masyarakat terhadap institusi dan aparat/penegak hukum dan meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat.
1.5. Lokasi
Adalah
lokasi yang ditetapkan mendapatkan program bantuan hukum. Pada tahun pertama,
program ini direncanakan dilaksananakan di 40 kabupaten yang merupakan lokasi Pilot P2SPP.
1.6. Strategi
Pelaksanaan
kegiatan pemberian bantuan hukum ini didasarkan pada 3 strategi:
1.
Penguatan
inisiatif lokal untuk penyelesaian sengketa alternatif (ADR);
2.
Penguatan
akses masyarakat pada hukum dan keadilan melalui penyediaan Pengacara Rakyat
“Barefoot Lawyer” ditingkat kabupaten dan Paralegal ditingkat kecamatan;
3.
Penanganan
Pengaduan dan Masalah yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri
Perdesaan.
BAB II. ORGANISASI
KERJA BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT PENERIMA
PNPM MANDIRI PERDESAAN
2.1. Kabupaten
2.2. Fungsi dan Tugas Pengacara Rakyat
2.3. Kecamatan
a.
Berasal
dari desa dikecamatan setempat;
b.
Memiliki
reputasi yang baik, jujur, independen dan dapat diterima oleh masyarakat
setempat;
c.
Memiliki
komitmen untuk bekerja dan memberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
masyarakat;
d.
Diutamakan
mempunyai latar belakang ilmu sosial setingkat S1;
e.
Memiliki
pengalaman bekerja bersama masyarakat (pengalaman bergerak di bidang advokasi
masyarakat lebih diutamakan) minimal selama 3 tahun;
f.
Memiliki
pengetahuan mengenai penguatan institusi lokal, mediasi dan rekonsiliasi;
a.
Bersama
Tim Penanganan Masalah menerima pengaduan masalah dari anggota masyarakat dan
melakukan dokumentasi atas masalah yang masuk dan perkembangan penanganannya;
b.
Bersama
Tim Penanganan Masalah melakukan identifikasi dan analisa terhadap masalah yang
terjadi di lokasi yang bersangkutan;
c.
Memfasilitasi
masyarakat untuk melakukan identifikasi penguatan institusi lokal guna
penyelesaian masalah secara secara informal;
d.
Bersama
Fasilitator Kecamatan, Tim Penanganan Masalah, masyarakat dan tokoh masyarakat
setempat menyusun rencana kerja penanganan masalah;
e.
Bersama
Tim Penanganan Masalah memfasilitasi masyarakat dalam menyelesaikan kasus
dengan cara musyawarah;
f.
Menghubungi
Pengacara Rakyat bila masyarakat membutuhkan dukungan dalam penyelesaian
masalah;
g.
Secara
aktif melakukan pendidikan hukum dan keterampilan advokasi kepada Tim
Penanganan Masalah dan anggota masyarakat lain.
h.
Memfasilitasi
pembentukan tim mediasi apabila dikehendaki oleh masyarakat;
i.
Mendukung
monitoring terhadap kasus masyarakat yang tengah ditangani oleh Pengacara
Rakyat.
j.
Membantu
Pengacara Rakyat dalam melakuan penyuluhan hukum;
k.
Dalam
melaksanaan tugasnya, Paralegal harus berkoordinasi dengan Fasilitator
Kecamatan, Fasilitator Kabupaten dan aparat pemerintah setempat. Paralegal
secara rutin berkoordinasi dengan FK untuk membuat rencana kerja penanganan
masalah.
BAB.III RUANG LINGKUP DAN FASILITASI BANTUAN HUKUM
3.1. Penanganan Pengaduan dan Masalah Berbasis Masyarakat
Badan Kerja sama Antar Desa (BKAD)
yang telah dibentuk di seluruh lokasi PNPM mandiri Perdesaan dan Lokasi lain
yang sudah Phase Out telah diakui keberadaannya sebagaimana diatur di dalam PP
N0.72 Tahun 2004 Tentang Desa. Kelembagaan
BKAD dengan unit-unit yang telah dibentuk akan sangat efektif untuk membantu
memfasilitasi penanganan pengaduan dan masalah PNPM mandiri Perdesaan.
Adapun penanganan pengaduan dan
masalah yang melibatkan BKAD sebagai wujud peran masyarakat dapat dilakukan
dengan tahapan sbb:
Pada umumnya proses penanganan pengaduan dan
masalah dalam PNPM Mandiri Perdesaan merupakan campuran antara pendekatan
formal dan informal secara simultan, pada titik ini proses advokasi terhadap
penerima bantuan PNPM Mandiri Perdesaan melalui peran Paralegal sebagai bagian
dari TPM yang dibawah BKAD dimulai sejak tahap penerimaan pengaduan dan masalah
sampai selesai ditangani, baik ketika menggunakan upaya hukum formal
maupun upaya informal (PSA atau pemanfaatan forum PNPM Mandiri Perdesaan)
secara aktif (tanpa diminta terlebih dahulu).
3.2. Ruang Lingkup Bantuan Hukum
1.
Pendidikan
Hukum
Disadari atau tidak pelaksanaan PNPM Mandiri
Perdesaan sarat dengan tindakan kontraktual atau perjanjian yang mengikat
secara hukum. Namun demikian, masyarakat desa lebih-lebih masyarakat desa
miskin seringkali kurang bahkan tidak memahami kontrak atau perjanjian yang
bersifat legal. Dengan kata lain,
masyarakat desa (sebagai pemilik, pelaksana sekaligus penerima manfaat program)
belum mampu merumuskan tindakan-tindakan yang berlandaskan pada pendapat hukum
(legal opinion) dalam
kesepakatan-kesepakatan hasil musyawarah maupun dalam kontrak-kontrak
kerjasama.
Untuk itu, perlu adanya pelayanan perbantuan
dan pelatihan hukum secara praktis dan terus-menerus, yang materi pelatihannya
memuat nasihat praktis kepada masyarakat desa tentang beberapa aspek hukum.
Misalnya: 1) tata cara penyusunan kontrak kerjasama, 2) hak dan kewajiban
pihak-pihak yang telah menandatangani sebuah kontrak, 3) hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam negosiasi kontrak, 4) langkah-langkah menegosiasikan
penyimpangan kontrak.
2.
Penanganan
Kasus
Secara garis besar, pelaksanaan PNPM Mandiri
Perdesaan dapat menghadapi tiga jenis perselisihan/perkara. Masing-masing
perkara memerlukan cara penyelesaian yang berbeda.
Jenis Perkara
|
Obyek Perkara
|
Cara Menyelesaikan Perkara
|
1. Teknis
|
Perselisihan/perbedaan
pendapat ttg. Peraturan/asas-asas/patokan program PNPM Mandiri Perdesaan
(misalnya suku bunga minimal, kegiatan yang tidak dapat didanai oleh
program).
|
Secepat mungkin setelah berita ttg.
Perkara disampaikan, Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan di Daerah bersama
para konsultan PNPM Mandiri Perdesaan mengambil langkah untuk menyelesaikan
perkara sesuai dengan SOP PPM yang sudah ditetapkan.
|
2. Sosial
|
Konflik
antar desa (atau antar kelompok dari desa yang berbeda) dalam rangka
pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan (misalnya kalau salah satu desa tidak
mentaati keputusan MAD, intervensi dari kecamatan, atau ada desa merasa
dirugikan dalam rapat MAD).
|
Pada prinsipnya perkara jenis ini lebih
baik diselesaikan oleh pihak-pihak yang bersangkutan melalui musyawarah dalam
forum MAD atau melalui mediasi dengan bantuan pihak ketiga.
|
3. Hukum
|
Perkara
perdata ttg. Perjanjian (misalnya dgn Supplier atau kontraktor dsb.) atau
tentang kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum oleh pihak dari
luar desa (misalnya penebangan kayu tanpa izin; pengadaan tanah secara tidak
benar).
Perkara
pidana: penggelapan uang, korupsi, penipuan, pemaksaan dsb.
|
Perkara perdata sebaiknya juga
diselesaikan secara informil (negosiasi, mediasi), namun kalau tidak berhasil
pihak yang dirugikan masih dapat mengajukan perkara ke pengadilan.
Perkara pidana seharusnya dilaporkan
kepada polisi. Jikalau perkara pidana terbukti benar maka akan ada
tindaklanjutnya.
|
3.3. Jenis-jenis Bantuan Hukum
1.
Pelatihan
hukum yang akan memberi nasihat praktis kepada masyarakat desa tentang beberapa
aspek hukum.
Misalnya tentang :
·
Hak
dan kewajiban pihak-pihak yang telah menandatangani sebuah kontrak.
·
Perjanjian
yang memerlukan perhatian khusus dalam negosiasi kontrak.
·
Langkah-langkah
pertama yang harus ditempuh kalau pihak ketiga (misalnya; kontraktor/supplier)
tidak menaati perjanjian.
·
Tindakan
yang dapat dilakukan oleh masyarakat/kelompok desa apabila kerja atau perbuatan
kontraktor cacat hukum (tidak memenuhi spesifikasi perjanjian).
·
Pembedaan
tindak pidana dan tindak perdata.
2.
Nasehat
tentang langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan perkara secara
informil.
Kadang-kadang sudah cukup mengadakan
pertemuan (musyawarah) antara pihak yang berperkara dengan
bantuan seorang penengah/mediator netral yang berusaha mendamaikan pihak-pihak
yang bersangkutan. Penyelesaian perkara melalui musyawarah/mediasi cara yang
paling tepat untuk perselisihan antar pihak dalam satu kecamatan. Namun “mediasi”
memerlukan seorang mediator yang berpengalaman dan pandai/mengerti substansi
perkara (misalnya: masalah pertanian, masalah pertanahan, masalah lingkungan
hidup).
Kalau penyelesaian secara damai tidak
berhasil, maka pihak-pihak yang berperkara masih dapat memilih penyelesaian
melalui pengadilan. Namun, ada baiknya seorang pengacara rakyat menjelaskan
sebelumnya keruwetan dan bahayanya kalau perkara diajukan ke pengadilan formil.
3.
Menggunakan
tekanan legal terhadap pihak yang ingkar janji (perkara perdata)
Sebuah surat “resmi” (somasi) yang mengancam
pihak yang ingkar janji dengan prosedur di pengadilan seringkali sudah cukup
untuk memaksakan pelaksanaan perjanjian secara benar. Penandatangan surat
tersebut adalah advokat (pengacara rakyat) yang terdaftar di pengadilan.
Surat tersebut dapat dikirim atas permintaan (masyarakat) desa apabila ada
pihak ketiga (misalnya: suplayer/leveransir)
yang tidak mau mengganti bahan yang disampaikan dalam keadaan rusak atau
kualitasnya buruk; atau apabila ada kontraktor yang telah membangun bak
penampung air namun bak tidak dapat dipakai karena bocor. Kasus tersebut dapat
dijelaskan kepada pers (dengan foto-foto) untuk menambah tekanan. Atau,
diumumkan secara luas asal sebelumnya masyarakat diberitahu juga tentang konsekuensi
dari pengumuman informasi yang tidak benar.
Langkah tersebut di atas juga dapat ditempuh
terhadap pemerintah daerah kalau leveransir
atau kontraktor bertindak atas perintah pemerintah daerah. Perlu diingat
bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap desa atas ingkar janji oleh
“rekanan“nya (atau sub-kontraktor). Apabila kontraktor/leveransir lalai dalam
pelaksanaan tugasnya, bahkan tanggung jawab tersebut tidak berakhir setelah masa jaminannya (biasanya 6 bulan) telah
lewat. Pada umumnya masyarakat desa tidak sadar tentang tanggung jawab pemda
ini sehingga masyarakat desa seringkali gagal memperoleh ganti rugi apabila
pihak leveransir yang ingkar janji.
4.
Nasihat
hukum dan pembelaan kepentingan masyarakat dalam hal prosedur di pengadilan
(perkara perdata maupun pidana)
Pengacara Rakyat, dalam perkara perdata,
mewakili desa atau kelompok masyarakat desa di pengadilan selama jalannya
proses penanganan perkara tersebut. Sedangkan dalam perkara pidana, Pengacara
Rakyat menasihati masyarakat desa tentang hak dan kewajiban sebagai saksi.
Proses penanganan perkara pidana perlu dimonitor terus menerus supaya tidak
di-“peti es”-kan.
Sebuah perkara pidana yang melibatkan
masyarakat desa “dimungkinkan” untuk dibekukan dikarenakan hal-hal sebagai
berikut:
·
Jaksa
tidak dapat bertindak sebelum polisi menyusun laporan dilengkapi dengan bahan
bukti dan kesaksian. Apabila pihak polisi tidak melakukan penyidikan atau tidak
mengumpulkan bahan bukti yang ada, akan mempersulit pekerjaan jaksa.
·
Polisi
akan memeriksa seorang aparat pemerintah yang “diduga” melakukan tindak pidana
apabila ada ijin tertulis dari bupati. Ijin ini harus diminta oleh polisi.
Namun, polisi kadang-kadang kurang aktif dalam memintakan ijin dari bupati
apabila kasus tersebut menyangkut aparat pemerintah.
·
Kadang-kadang
masyarakat desa justru diinterogasi dan dijadikan tersangka apabila melaporkan
tindak pidana yang dilakukan oleh aparat pemeritah atau perusahaan yang kuat.
·
Agar
penanganan perkara pidana dapat diselesaikan sampai tuntas, maka penasihat
hukum di tingkat kabupaten perlu secara terus-menerus mendampingi masyarakat
desa. Dukungan dari penasihat hukum senior dari tingkat propinsi dibutuhkan
apabila desa atau kelompok masyarakat melaporkan tindak pidana yang dilakukan
oleh aparat pemerintah ataupun perusahaan yang kuat.
3.4. Fasilitasi Bantuan Hukum
1.
Penyelesaian
Sengketa Alternatif
·
Apabila
terjadi sengketa dengan pihak baik diluar maupun didalam desa, masyarakat desa
mengambil inisiatif menempuh upaya penyelesaian sengketa alternatif.
Lembaga-lembaga masyarakat desa dan forum PNPM Mandiri Perdesaan dimanfaatkan
baik sebagai wadah bernegosiasi maupun untuk menyamakan persepsi masyarakat
desa sebelum bernegosiasi dengan lawan sengketa.
·
Bila
negosiasi gagal membuahkan hasil, masyarakat desa mengajak lawan sengketa untuk
menempuh cara mediasi dengan pertama-tama menghubungi paralegal.
·
Pengacara
rakyat dapat dihubungi untuk dimintai bantuan oleh paralegal dan masyarakat
desa setiap kali masyarakat desa membutuhkan pengacara dalam proses
penyelesaian sengketa.
·
Meskipun
masyarakat desa didorong untuk dapat bertindak sendiri, pengacara rakyat atas
permintaan paralegal dan masyarakat desa wajib mewakili masyarakat desa dalam
proses penyelesaian sengketa.
2.
Advokasi
dalam Proses Litigasi (sengketa di
peradilan)
Kegiatan
pendampingan dan pembelaan hukum akan melibatkan masyarakat desa dalam
kapasitas mereka sebagai pihak dalam perjanjian (perdata) atau sebagai saksi
(perdata dan pidana), korban maupun tersangka (pidana) serta pengacara rakyat
dan paralegal.
Perkara
Perdata
-
sedapat
mungkin sengketa/masalah yang terjadi diselesaikan dengan mekanisme
penyelesaian sengketa alternatif.
-
Bila
merasa haknya telah dilanggar oleh pihak ketiga, masyarakat desa, masyarakat
desa melalui atau bersama paralegal menghubungi pengacara rakyat untuk
mendapatkan nasehat hukum.
-
Pengacara
rakyat kemudian membuat analisa kasus untuk menentukan ada tidaknya kepentingan
hukum masyarakat desa yang dilanggar dan bisa tidaknya kepentingan tersebut
diperjuangkan melalui penyelesaian hukum.
-
Bila
mekanisme penyelesaian sengketa alternatif gagal menemukan penyelesaian,
melalui perantara paralegal, masyarakat desa dapat meminta pengacara rakyat
mewakili mereka berperkara dipengadilan. Sebelumnya pengacara rakyat wajib
memberitahukan konsekuensi-konsekuensi pengajuan perkara ke pengadilan.
-
Sebelum
mengajukan perkara kepengadilan dan selama pemeriksaan perkara, pengacara
rakyat dapat melakukan tekanan hukum terhadap lawan perkara.
-
Selama
berperkara, pengacara rakyat menjadi kuasa hukum masyarakat desa.
-
Pada
prinsipnya masyarakat desa menanggung biaya yang muncul dari proses dengan
dibantu oleh stimulan dana DOK Kabupaten.
-
Pengacara
Rakyat wajib memberi informasi lengkap mengenai perkara yang sedang ditangani
kepada Tim Koordinasi Kabupaten (Satker PNPM Mandiri Perdesaan).
Perkara
Pidana
-
Bila
masyarakat desa menduga telah terjadi tindak pidana, mereka diminta untuk
melaporkannya ke pihak kepolisian dengan didampingi oleh paralegal dan
pengacara rakyat.
-
Untuk
menghindari adanya tekanan dan pengancaman kepada masyarakat desa yang mungkin
menjadi saksi atau korban dalam perkara pidana, pengacara rakyat mendampingi
mereka dalam setiap tahap pemeriksaan perkara.
-
Pengacara
Rakyat wajib memberi informasi lengkap mengenai perkara yang sedang ditangani
kepada Tim Koordinasi Kabupaten (Satker PNPM Mandiri Perdesaan).
3.5. Pendanaan
Kegiatan
advokasi hukum bagi masyarakat penerima PNPM Mandiri Perdesaan dibiayai melalui
dana Operasional Kegiatan Rubelmas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar