Peluang Usaha

clicksor

sitti

Anda Pengunjung ke

Selasa, 19 Oktober 2010

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

Unnes.jpg

Oleh :

Muhammad Fattakhy Ulinnuha (8111409104)

Universitas Negeri Semarang 2010

Fakultas Hukum

BAB I

PENDAHULUAN

Pengaturan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara nasional baru dilakukan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Sebagai langkah pertama, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (PAN) telah mengadakan rapat Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pencegahan Pencemaran pada tahun 1971.
Sebagai persiapan menjelang Konferensi Stockholm telah diselenggarakan sebuah seminar tentang "Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional" di Bandung, yang berlangsung dari tanggal 15 sampai dengan 18 Mei 1972.

BAB II

ISI

Sebagai tindak lanjut dari Konferensi Stockholm, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Interdepartemental yang disebut: Panitia Perumus dan Rencana Kerja bagi Pemerintah di Bidang Pengembangan Lingkungan Hidup berdasarkan Keputusan Presiden No. 16/1972. Panitia tersebut diketuai oleh MenPan/Wakil Ketua BAPPENAS, sedang Sekretariatnya ditempatkan di LIPI.
Panitia ini berhasil merumuskan program pembangunan lingkungan dalam wujud Bab 4 dalam Repelita II berdasarkan butir 10 Pendahuluan BAB III GBHN 1973-1978. Dengan Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1975 telah dibentuk Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam dengan tugas pokok menelaah secara nasional pola-pola permintaan dan persediaan serta perkembangan teknologi, baik di masa kini maupun di masa mendatang, dengan maksud menilai implikasi sosial, ekonomis, ekologis dan politis dari pola-pola tersebut, untuk dijadikan dasar penentuan kebijaksaan pemanfaatan serta pengamanannya sebagai salah satu sumber daya pembangunan nasional.

GBHN yang ditentukan oleh MPR tahun 1978 menggariskan langkah lanjut untuk pembinaan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam rangka aparatur lingkungan hidup telah diangkat untuk pertama kali dalam kabinet, yaitu dalam Kabinet Pembangunan IIi, seorang Menteri yang mengkoordinasikan aparatur Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Menteri tersebut adalah Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (disingkat PPLH) yang kedudukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerjanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 28 Tahun 1978, yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 35 Tahun 1978.
Sebagai Menteri PPLH telah diangkat Prof. Dr. Emil Salim, guru besar Ekonomi pada Universitas Indonesia. GBHN yang ditetapkan MPR tahun 1983 meningkatkan pembinaan pengelolaan lingkungan hidup yang telah digariskan dalam GBHN 1978-1983.
Dalam Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) telah ditetapkan seorang Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerjanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1983.
Sebagai Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup ini telah diangkat Prof. Dr. Emil Salim. Dalam Kabinet Pembangunan V (1988-1993) Prof. Dr. Emil Salim telah diangkat kembali sebagai Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Dalam Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) telah diangkat Ir. Sarwono Kusumaatmadja sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam Kabinet Pembangunan VII (1998-1998) telah diangkat Prof. Dr. Yuwono Sudarsono sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup. Sedangkan Dalam kabinet Reformasi pembangunan telah diangkat dr. Panangian Siregar sebagai menteri Negara Lingkungan Hidup.
Berangkat dari uraian di atas, maka sejarah peraturan perundang-undangan Hukum Lingkungan dapat dibagi menjadi tiga periode,
1. Zaman Hindia Belanda
Selanjutnya Dalam sejarah peraturan perundang-undangan lingkungan terdapat peraturan-peraturan sejak zaman Hindia belanda, sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH.ML. “Apabila diperhatikan peraturan perundang-undangan pada waktu zaman Hindia Belanda sebagaimana tercantum dalam Himpunan peraturan-Peraturan perundangan di Bidang Lingkungan Hidup yang disusun oleh Panitia Perumus dan rencana kerja bagi pemerintah di bidang Pengembangan Lingkungan hidup diterbitkan pada tanggal 15 Juni 1978, maka dapatlah dikemukakan, bahwa pertama kali diatur adalah mengenai Perikanan, mutiara, dan perikanan bunga karang, yaitu Parelvisscherij, Sponservisscherijordonantie (Stb. 1916 No. 157) dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur Jenderal Indenburg pada tanggal 29 Januari 1916, dimana ordonansi tersebut memuat peraturan umum dalam rangka melakukan perikanan siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang dalam jarak tidak lebih dari tiga mil-laut inggris dari pantai-pantai Hindia Belanda (Indonesia). Yang dimaksud dengan melakukan perikanan terhadap hasil laut ialah tiap usaha dengan alat apapun juga untuk mengambil hasil laut dari laut tersebut.
Ordonansi yang sangat penting bagi lingkungan hidup adalah Hinder-ordonnantie (Stbl. 1926 No. 226, yang diubah/ditambah, terakhir dengan Stbl. 1940 No. 450), yaitu Ordonansi Gangguan.
Dalam hubungan dengan terjemahan Hinderordonantie menjadi undang-undang Gangguan yang sering terdapat dalam berbagai dokumen dan peraturan perlu dikemukakan bahwa ordonantie tidak dapat diterjemahkan menjadi Undang-undang, karena ordonarrtie merupakan produk perundang-undangan zaman penjajahan Hindia Belanda, sedangkan Undang-undang merupakan produk negara yang merdeka.
Meskipun sebuah ordonantie hanya dapat dicabut dengan sebuah undang-undang, ini tidaklah berarti ordonantie dapat diterjemahkan dengan undang-undang. Istilah yang tepat adalah mentransformasikan ordonantie ke tm bahasa Indonesia menjadi ordonansi.
Di dalam Pasal 1 Ordonansi Gangguan ditetapkan larangan mendirikan tanpa izin tempat-tempat usaha yang perincian jenisnya dicantumkan dalam ayat (1) pasal tersebut, meliputi 20 jenis perusahaan. Di dalam ordonansi ini ditetapkan pula berbagai pengecualian atas larangan ini.
Di bidang perusahaan telah dikeluarkan Bedrijfsreglemenigsordonnantie 1934 (Stbl. 1938 No. 86 jo. Stbl. 1948 No. 224). Ordonansi yang penting di bidang perlindungan satwa adalah Dierenbeschermingsordonnantie (Stbl. 1931 No. 134), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1931 untuk seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia).
Berdekatan dengan ordonansi ini adalah peraturan tentang uruan, yaitu Jachtordonnantie 1931 (Stb1.1931 No.133) dan Jachtordonnantie Java en Madoera 1940 (Stb1.1940 No.733) yang berlaku untuk Jawa dan Madura sejak tanggal 1 Juli 1940.
Ordonansi yang mengatur perlindungan alam adalah Natuurhermingsordonnantie 1941 (Stbl. 1941 No. 167). Ordonansi ini mencabut ordonansi yang mengatur cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu Natuurmonumenten en reservatenordonnantie 1932 (Stbl. 1932 No. 17) dan menggantikanya dengan Natuurbeschermingsordonnantie 1941 tersebut.
Ordonansi tersebut dikeluarkan untuk melindungi kekayaan alam di Hindia Belanda (Indonesia). Peraturan-peraturan yang tercantum di dalamnya berlaku terhadap suaka-suaka alam atau Natuur monumenten, dengan pembedaan atas suaka-suaka margasatwa dan cagar-cagar alam.
Keempat ordonansi di bidang perlindungan alam dan satwa tersebut di atas telah dicabut berlakunya dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada tanggal 10 Agustus 1990.
Dalam hubungan dengan pembentukan kota telah dikeluarkan Stadsvormingsordonnantie (Stbl. 1948 No. 168), disingkat SVO, yang mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 1948. Yang menarik di sini adalah bahwa Stadsvormingsordonnantie diterbitkan pada tahun 1948, padahal Republik Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Penjelasannya adalah bahwa SVO tersebut ditetapkan di wilayah yang secara de facto diduduki Belanda.
Berbagai ordonansi tersebut di atas telah dijabarkan lebih lanjut dalam verordeningen, seperti misalnya: Dierenbeschermingsverordening (Stbl. 1931 No. 266); berbagai Bedrijfsreglementeringsverordeningen yang meliputi bidang-bidang tertentu seperti pabrik sigaret, pengecoran logam, pabrik es, pengolahan kembali karet, pengasapan karet, perusahaan tekstil; Jachtveiordening Java en Madura 1940 (Stbl. 1940 No. 247 jo. Stbl. 1941 No. 51); dan Stadsvormingsverordening, disingkat SW (Stbl. 1949 No. 40). Begitu pula terdapat peraturan tentang air, yaitu Algemeen Waterreglement (Stbl. 1936 No. 489 jo. Stbl. 1949 No. 98).

2. Zaman Jepang
Pada waktu zaman pendudukan Jepang, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang dikeluarkan, kecuali Osamu S Kanrei No. 6, yaitu mengena larangan menebang pohon aghata, alba dan balsem tanpa izin Gunseikan. Peraturan perundang-undangan di waktu itu terutama ditujukan untuk memperkuat kedudukan penguasa Jepang di Hindia Belanda, dimana larangan diadakan untuk menjaga bahan pokok untuk membuat pesawat peluncur (gliders) yang berbahan pokok kayu aghata, alba, balsem dimana daam rangka menjaga logistik tentara, karena kayu pohon tersebut ringan, tetapi sangat kuat.

3. Periode setelah kemerdekaan
Pada periode ini secara bertahap muncul beberapa peraturan-peraturan antara lain :
a) UU No. 4 prp Tahun 1960 tentang perairan Indonesia;
b) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan;
c) UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan
d) UU No. 1 Tahun 1973 tentang landas Kontinen Indonesia;
e) UU No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan;
f) UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
g) UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia;
h) UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan;
i) UU No. 17 Tahun 1985 tentang I Pengesahan Konvensi Hukum Laut 1982;
j) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya;
k) UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
l) PP No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai (LN No. 20 Tahun 1974 TLN No. 3031);
m) PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia;
n) PP No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Instansi Vertikal di Daerah;
o) Keputusn menteri pertanian No. 67 tahun 1976 tentang Empat Daerah Operasi Bagi Kapal-kapal Perikanan;
p) Keputusan presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
q) Keputusan presiden No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Selanjutnya peraturan perundang-undangan setelah dilakukan penggantian terhadap UU No. 4 Tahun 1982 dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Undang-Undang Pokok Lingkungan Hidup , juga mulai mmperhatikan bagaimana untuk menjaga agar lingkungan tidak tercemar, yaitu mengeluarkan Undang-Undang yang menjaga agar bagaimana lingkungan secara dini akan terjaga dari pencemaran atas adanya proses pembangunan yaitu AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Peraturan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, Peraturan pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, ,Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-13/MENLH/3/94 tentang pedoman susunan keanggotaan dan tata kerja komisi amdal, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor : KEP-14/MENLH/3/1994 tanggal 19 Maret 1994 tentang pedoman umum penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan, Keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan republik indonesia nomor : Kep-056 Tahun 1994 tentang pedoman mengenai ukuran dampak penting, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor : KEP-15/MENLH/3/1994 tanggal 19 Maret 1994 tentang pembentukan komisi analisis mengenai dampak lingkungan terpadu, Keputusan presiden republik indonesia nomor : 77 tahun 1994 tentang badan pengendalian dampak lingkungan, Surat keputusan menteri perindustrian nomor : 250/M/SK/10/1994 tentang pedoman teknis penyusunan pengendalian dampak terhadap lingkungan hidup pada sektor industri., Keputusan bersama menteri kesehatan republik indonesia dan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup republik indonesia/kepala badan pengendalian dampak lingkunga nomor : 181/MENKES/SKB.II/1993, KEP.09/BAPEDAL/02/1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Pelaksanaan Pemantauan Dampak Lingkungan, Keputusan menteri dalam negeri nomor : 29 tahun 1992 tentang pedoman tata cara pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan bagi proyek-proyek PMA dan PMDN di Daerah., Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 523 K/201/MPE/1992 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan, dan Rencana Pemantauan Lingkungan Untuk Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup republik indonesia nomor : Kep-11/MENLH/3/1994 tanggal 19 Maret 1994 tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor : 12 tahun 1995 tentang perubahan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 1994 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 19 tahun 1994 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, Undang-undang republik indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, Keputusan presiden republik indonesia nomor 75 tahun 1993 tentang koordinasi pengelolaan tata ruang nasional, Keputusan presiden republik indonesia nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 35 tahun 1991 tentang sungai, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 27 tahun 1991 tentang rawa, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, Undang-undang republik indonesia nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya, Peraturan pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan pemerintah No. 20 tahun 19990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 10 tahun 1993 tanggal 19 pebruari 1993 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor : Kep-42/MENLH/11/1994 tentang pedoman umum pelaksanaan audit lingkungan, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor : Kep-10/MENLH/3/1994 tentang pencabutan keputusan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup nomor :
a. KEP-49/MENKLH/6/1987 tentang Pedoman penentuan dampak penting dan lampirannya;
b. KEP-50/MENKLH/6/1987 tentang pedoman umum penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan dan lampirannya;
c. Kep-51/MENKLH/6/1987 tentang pedoman umum penyusunan studi evaluasi mengenai dampak lingkungan dan lampirannya;
d. Kep-52/MENKLH/6/1987 tentang batas waktu penyusunan studi evaluasi mengenai dampak lingkugnan;
e. Kep-53/MENKLH/6/1987 tentang pedoman susunan keanggotaan dan tata kerja komisi.

4. Deklarasi-deklarasi Internasional yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup:

Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup.
a. Deklarasi Stockholm
Deklarasi Stockholm sebagai akibat dari sidang umum PBB 1 Juni 1970 yang menyerukan untuk meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta internasional guna menanggulangi “proses kemrosotan kualitas lingkungan hidup” agar dapat diselamatkan keseimbanan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia. Deklarasi Stockholm 1972 Menghasilkan :
a) Deklarasi tentang LH (preamble dan 26 asas yang disebut stockholm declaration) didalamnya terdapat hal-hal yang memberikan arahan terhadap penanganan masalah lingkungan hidup termasuk di dalamnya pengaturannya melalui perundang-undangan.
b) Rencana aksi lingkungan hidup manusia (action plan), termasuk didalamnya 18 rekomendasi tentang perencanaan dan pengelolaan pemukiman manusia
c) Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang aksi tersebut (UNEP)
d) Menetapkan 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia
e) Sekrerariat UNEP di Nairobi.
f) Bangsa-bangsa perlu membangkitkan kesadaran serta partisipasi masyarakat dengan menyediakan informasi tentang lingkungan yang meluas.
g) Bangsa-bangsa perlu memberlakukan undang-undang tentang lingkungan yang efektif dan menciptakan undang-undang nasional tentang jaminan bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya
h) Pihak pencemar harus menanggung akibat pencemaran
i) Bangsa-bangsa perlu kerjasama menegakkan sistem ekonomi internasional yang terbuka untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan
j) Pembangunan berkelanjutan memerlukan pemahaman ilmiah yang baik tentang masalah-masalahnya (perlu pengetahuan dan teknologi inovatif)
k) Diperlukan partisipasi penuh para perempuan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, kreativitas semangat dan keberanian kaum muda dan perlu mengakui dan mendukung identitas kebudayaan dan kepentingan penduduk asli.
l) Perang membawa kehancuran pada pembangunan berkelanjutan dan bangsa-bangsa perlu menghormati hukum-hukum internasional yang melindungi lingkungan dmasa konflik bersenjata.
b. Deklarasi Rio de janeiro 1992 (179 negara)
1) Rio Declaration tentang lingkungan hidup dan pembangunan dengan 27 asas yang menetapkan dan tanggung jawab bangsa-bangsa dalam memperjuangkan dan kesejahteraan manusia.
2) Agenda 21 rancangan tentang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dan segi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
3) Pernyataan tentang prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian dan pembangunan semua jenis hutan secara berkelanjutan yang merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi dan pelestarian segala bentuk kehidupan.
Asas-asas Rio de Janeiro
1) Manusia berhak atas kehidupan yang sehat, produktif dalam keselarasan dengan alam
2) Pembangunan masa kini tidak boleh merugikan kebutuhan pembangunan lingkungan generasi kini dan yad
3) Bangsa-bangsa memilik hak dan kedaulatan untuk memanfaatkan SDA mereka sendiri tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan diluar wilayah perbatasan
4) Bangsa-bangsa perlu menciptakan undang-undang internasional
5) Bangsa-bangsa perlu mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi lingkungan
6) Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan perlindungan lingkungan harus menjadi integral dari proses pembangunan
7) Mengentaskan kemiskinan dan memperkecil kesenjangan dalam taraf kehidupan di berbagai pelosok dunia merupakan keharusan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan
8) Bangsa-bangsa perlu bekerjasama untuk melestarikan, melindungi dan memulihkan kesehatan ekosistem bumi
9) Bangsa-bangsa perlu mengurangi dan menghapuskan pola-pola produksi, konsumsi yang tidak berkelanjutan dan merencanakan kebijakan-kebijakan demografi yang layak
10) Masalah lingkungan dapat ditangani dengan partisipasi seluruh tisipasi warga negara
11) Bangsa-bangsa perlu membangkitkan kesadaran serta partisipasi masyarakat dengan menyediakan iniformasi tentang lingkungan yang meluas
12) Bangsa-bangsa perlu memberlakukan undang-undang tentang lingkungan yang efektif dan menciptakan undang-undang nasional tentang jaminan bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya
13) Pihak pencemar harus menanggung akibat pencemaran
14) Bangsa-bangsa perlu kerjasama menegakkan sistem ekonomi internasional yang terbuka untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan
15) Pembangunan berkelanjutan memerlukan pemahaman ilmiah yang baik tentang masalah-masalahnya (perlu pengetahuan dan teknologi inovatif)
16) Diperlukan partisipasi penuh para perempuan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, kreativitas semangat dan keberanian kaum muda dan perlu mengakui dan mendukung identitas kebudayaan dan kepentingan penduduk asli
17) Perang membawa kehancuran pada pembangunan berkelanjutan dan bangsa-bangsa perlu menghormati hukum-hukum internasional yang melindungi lingkungan dimasa konflik bersenjata.
Agenda 21 Rio Janeiro
Deklarasi di Rio de Janeiro Brasil 3 – 14 Juni 1992 yang lebih populer dengan KTT RIO (Konferensi Tingkat Tinggi Bumi dihadiri oleh 179 negara merupakan dokumen komperhensif setebal 700 halaman yang berisikan program aksi pembangunan berkelanjutan menjelang abad 21. Agenda 21 Global terdiri dari 39 bab yang dibagi dalam 4 bagian yaitu : Satu. Dimensi sosial ekonomi; membahas masalah pembangunan yang dititik beratkan pada segi manusia serta isu-isu kunci seperti perdagangan dan keterpaduan pengambilan keputusan. Dua Konservasi dan pengelolaan SDA untuk pembangunan; merupakan bagian terbesar dari agenda 21 yang membahas berbagai permasalahan SDA, ekosistem dan isus-isu penting yang mana kesemuanya perlu pengkajian lebih lanjut bila tujuan pembangunan berkelanjutan ingin dicapai baik pada tingkat global, nasional dan lokal. Tiga Peranan kelompok utama; membahas isu kemitraan antar pengelola lingkungan yang perlu dikembangkan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Empat Sarana pelaksanaan; mengkaji dan menganalisis pertanyaan “bagaimana kita dapat mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkugnan ?” Bagian ini menilai sumberdaya-sumberdaya yang dapat digunakan untuk mendukung pembangunan tersebut. Selain membahas aspek pendanaan, teknologi, isu-isu pendidikan, struktur kelembagaan dan perundang-undangan, data dan informasi serta pengembangan kapasitas nasional yang berkaitan dengan isu pembangunan berkelanjutan.
Secara umum dokumen agenda 21 menawarkan berbagai kegiatan konstruktif dan inovatif yang dapat dijalankan oleh negara maju dan berkembang, serta hal-hal penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan antara lain :
1. Kemitraan nasional (hubungan antara perencanaan pembangunan, pengelolaan lingkungan dan pertimbangan-pertimbangan sosial)
2. Setiap negara disarankan menggali strategi pembangunan
3. Aspek-aspek yang berkaitan dengan isu-isu perdagangan, investasi dan hutang (biaya-biaya lingkungan dimasukkan dalam pertimbangan)
4. Kemiskinan dianggap sebagai penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan
5. Pola konsumsi yang dianut beberapa negara menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan.
6. Pembangunan pertanian berkaitan dengan keamanan pangan bagi penduduk
7. Pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat.

BAB III

PENUTUP

Sejarah peraturan perundang-undangan Hukum Lingkungan dapat dibagi menjadi tiga periode :

1. Zaman Hindia Belanda

2. Zaman Jepang

3. Setelah kemerdekaan

DAFTAR PUSTAKA

http://setanon.blogspot.com/2010/03/sejarah-hukum-lingkungan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar