Peluang Usaha

clicksor

sitti

Anda Pengunjung ke

Selasa, 19 Oktober 2010

Mahkamah Internasional (International Court of Justice)

Mahkamah Internasional (International Court of Justice)

1) Keanggotaan

Keanggotaan Mahkamah Internasional adalah Badan Peradilan utama dari PBB. Mahkamah Internasional terdiri atas 15 hakim dari 15 negara. Anggota ini bertugas selama 9 tahun. Mahkamah Internasional ini berkedudukan di Den Haag.

2) Tugas

Tugas Mahkamah Internasional sebagai berikut.

  1. Mengadili perselisihan-perselisihan atau persengketaan antarnegara-negara anggota PBB yang persoalannya diajukan oleh negara yang berselisih.
  2. Memberikan pendapat kepada Majelis Umum PBB tentang penyelesaian sengketa antarnegara-negara anggota PBB.
  3. Mendesak DK PBB untuk mengambil tindakan terhadap pihak yang tidak menghiraukan keputusan Mahkamah Internasional

Tugas pengadilan internasional

http://www.bbc.co.uk/f/t.gif

Thomas Lubanga

Lubanga menyangkal tiga dakwaan kejahatan perang

Satu-satunya pengadilan kejahatan perang internasional yang permanen memulai perkara pertamanya, dalam kasus pemimpin milisi di Republik Demokratik Kongo.

1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase.
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
2. Pengadilan Internasional
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang bersengketa.
Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.
Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani, 1990; 217)
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.
Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
G. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa
1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)
Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting dalam bidang hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.
Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara” bagi berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut akan berlaku, jika telah disahkan oleh 60 negara.
Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Pidana Internasional ini, adalah di bidang hukum pidana internasional yang akan mengadili individu yang melanggar Hak Asasi Manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan) serta agresi.
Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan yurisdiksi Mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta Mahkamah Pidana Internasional.

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara mendadak membatalkan kunjungan ke Belanda pada Selasa 5 Oktober lalu. Apa sebenarnya alasan pembatalan tersebut?

“Pengadilan yang digelar (RMS) adalah pengadilan lokal bukan pengadilan internasional,” kata Presiden saat membuka rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (7/10/2010).

Di mana pengadilan lokal, tambah SBY, pemerintah Belanda tidak bisa campur tangan dalam kasus ini.

“Sama seperti kita, pemeritah tidak bisa campur tangan atas hukum di negara-nya,” tuturnya.

“Ini sinyal yang sangat keliru (dan) melanggar tata krama hubungan bangsa. Saya diundang oleh ratu untuk ke Belanda, namun pengadilan itu digelar pengadilan Belanda. Haruskah digelar untuk menyambut kedatangan saya pada hari itu,” tegasnya.

“Saya tidak takut kalau ada unjuk rasa. Kedatangan presiden, perdana menteri, dan menteri disambut unjuk rasa itu sudah biasa. Ada kecaman, saya tidak gentar karena ada sistim untuk pengamanan setempat dan paspamres,” tandasya.

“Tetapi ketika yang ada sebuah pengadilan digelar bertopik masalah ham, dan digelar sebelum saya datang tidak bisa diterima. Mereka (RMS) mengajukan pada 4 Oktobter dan menggelar persidangan pada 5 Oktober saya kira itu persidangan paling cepat di dunia yang digelar hanya 1 hari setelah diajukan,” paparnya.(kem)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar