Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13309403/UsahakeciWIRAUSAHAl.doc.html
Usaha kecil
Usaha Kecil adalah perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau mempunyai penjualan/omzet pertahun setinggi-tingginya Rp. 1.000.000.000,- dan milik Warga Negara Indonesia (UU No. 9, Tahun 1995, tentang usaha kecil)
Usaha kecil merupakan usaha yang integral dalam dunia usaha nasional yang memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Selain itu, usaha kecil juga merupakan kegiatan usaha dalam memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas, agar dapat mempercapat proses pemerataan dan pendapatan ekonomi masyarakat.
Secara otentik, pengertian usaha kecil diatur dalam Bab I Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Yaitu: "kegiatan ekonomi masyarakat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil pendapatan tahunan, serta kepemilikan, sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini".
Pengertian disini mencakup usaha kecil informal, yaitu usaha yang belum di daftar, belum dicatat, dan belum berbadan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh instansi yang berwenang.
Dalam perkembangannya, terdapat istilah usaha mikro, usaha menengah dan usaha usaha bersar. Dimana, perbedaan dari usaha-usaha tersebut dapat dilihat dari kriteria-kriteria usahanya, jenis usahanya, produk barang dan jasa yang dihasilkan dari usaha tersebut.
Perbedaan usaha kecil dengan usaha lainnya, seperti usaha menengah dan usaha kecil, dapat dilihat dari:
1. usaha kecil tidak memiliki sistem pembukuan, yang menyebabkan pengusaha kecil tidak memiliki akses yang cukup menunjang terhadap jasa perbankan.
2. pengusaha kecil memiliki kesulitan dalam meningkatkan usahanya, karena teknologi yang digunakan masih bersifat semi modern, bahkan masih dikerjakan secara tradisional.
3. terbatasnya kemampuan pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya, seperti: untuk tujuan ekspor barang-barang hasil produksinya.
4. bahan-bahan baku yang diperoleh untuk kegiatan usahanya, masih relatif sulit dicari oleh pengusaha kecil.
Secara umum bentuk usaha kecil adalah usaha kecil yang bersifat perorangan, persekutuan atau yang berbadan hukum dalam bentuk koperasi yang didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota, ketika menghadapi kendala usaha.
Dari bentuk usaha kecil tersebut, maka penggolongan usaha kecil di Indonesi adalah sebagai berikut:
1. Usaha Perorangan.
merupakan usaha dengan kepemilikan tunggal dari jenis usaha yang dikerjakan, yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga/pihak lain. maju mundurnya usahanya tergantung dari kemampuan pengusaha tersebut dalam melayani konsumennya. harta kekayaan milik pribadi dapat dijadikan modal dalam kegiatan usahanya.
2. Usaha Persekutuan.
penggolongan usaha kecil yang berbentuk persekutuan merupakan kerja sama dari pihak-pihak yang bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerja perusahaan dalam menjalankan bisnis.
Sedangkan, pada hakekatnya penggolongan usaha kecil, yaitu:
1. Industri kecil, seperti: industri kerajinan tangan, industri rumahan, industri logam, dan lain sebagainya.
2. Perusahaan berskala kecil, seperti: toserba, mini market, koperasi, dan sebagainya.
3. Usaha informal, seperti: pedagangan kaki lima yang menjual barang-barang kebutuhan pokok.
Secara umum, kriteria pengusaha kecil diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1995, yaitu:
(a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta), tidak termasuk tanah dan bagunan tempat usaha.
(b) Memiliki hasil penjualan tahunan, paling banyak Rp 1 M.
(c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI).
(d) Berdiri sendiri, tidak memiliki anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi.
(e) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum atau badan usaha berbadan hukum dalam bentuk koperasi.
Dalam ayat (2)-nya, berbunyi: "kriteria sebagaimana yang disebutkan dalam huruf (a) dan (b), nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian, yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah".
Bentuk usaha waralaba
menurut Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba adalah : Perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk mamanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan jasa.
Badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan Hak Atas Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki disebut dengan Pemberi Waralaba. Sedangkan badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan Hak Atas Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba disebut dengan Penerima Waralaba. Yang dimaksud dengan Penerima Waralaba Utama adalah Penerima Waralaba yang melaksanakan hak membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan yang diperoleh dari Pemberi Waralaba dan berbentuk Perusahaan Nasional, sedangkan Penerima Waralaba Lanjutan adalah badan usaha atau perorangan yang menerima hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba melalui Penerima Waralaba Utama.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut di atas, ada 2 (dua) bentuk Waralaba yaitu :
1. Waralaba Produk dan Merek Dagang
Pemberi Waralaba memberikan hak kepada Penerima Waralaba untuk menjual produk yang
dikembangkan oleh Pemberi Waralaba yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan
merek dagang milik Pemberi Waralaba. Pemberian izin untuk menggunakan merek dagang milik
Pemberi Waralaba dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan tersebut, dan selanjutnya
Pemberi Waralaba akan memperoleh keuntungan. Biasanya Waralaba Produk dan Merek Dagang
dalam bentuk keagenan, distributor atau lisensi perusahaan.
2. Waralaba Format Bisnis
Bahwa Waralaba dengan Format Bisnis ini terdiri atas :
- Konsep bisnis yang menyeluruh dari Pemberi Waralaba.
- Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan
konsep Pemberi Waralaba.
- Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak Pemberi Waralaba.
Jadi apabila Saudara akan membuka usaha Waralaba, maka Saudara dapat memilih jenis usaha Waralaba tersebut, apakah mau menggunakan Waralaba untuk Produk dan Merek Dagang atau Waralaba dengan Format Bisnis.
Kegiatan Waralaba diselenggarakan berdasarkan Perjanjian Tertulis antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba dan berlaku Hukum Indonesia. Sebagai Penerima Waralaba Utama wajib melaksanakan sendiri kegiatan usaha Waralaba dan mempunyai paling sedikit 1 (satu) tempat usaha.
Dalam suatu Perjanjian Waralaba harus memuat mengenai :
1. Nama dan alamat perusahaan para pihak.
2. Nama dan jenis Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau distribusi yang merupakan karakteristik khusus
yang menjadi obyek Waralaba.
3. Hak dan kewajiban para pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada Penerima
Waralaba.
4. Wilayah usaha Waralaba.
5. Jangka waktu perjanjian.
6. Perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.
7. Cara penyelesaian perselisihan.
8. Tata cara pembayaran imbalan.
9. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada Penerima Waralaba.
10. Kepemilikan dan ahli waris.
Bahwa peraturan sebelumnya jangka waktu Perjanjian Waralaba ditentukan berlaku sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, maka ada perubahan mengenai Jangka Waktu Perjanjian Waralaba, sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Jangka waktu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba Utama
berlaku paling sedikit 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu Perjanjian Waralaba antara Penerima Waralaba Utama dengan Penerima Waralaba
Lanjutan berlaku paling sedikit 5 (lima) tahun.
Bahwa Penerima Waralaba dalam melaksanakan usaha Waralaba wajib mendaftarkan usaha Waralabanya untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW). Pendaftaran ini dalam rangka untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan usaha dengan cara Waralaba. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba Pasal 11 menyebutkan bahwa :
(1) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri wajib mendaftarkan
Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis atau prospectus kepada Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan.
(2) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri dan Penerima
Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri dan Dalam Negeri wajib
mendaftarkan Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis atau prospectus kepada Kepala
Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan daerah setempat.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dengan cara mengisi Daftar Isian
Permohonan STPUW Model A, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berlakunya Perjanjian.
Untuk masa berlakunya Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW) adalah selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang apabila jangka waktu perjanjian Waralaba masih berlaku.
Bagi Penerima Waralaba yang tidak melakukan kewajiban pendaftaran sebagaimana diatur dalam Pasal 11 tersebut di atas dan telah diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut akan tetapi tetap melaksanakan kegiatan usaha Waralaba, maka akan dikenakan sanksi Pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha Waralaba, Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan tahunan kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perkembangan kegiatan usaha Waralaba setiap tanggal 31 Januari. Disamping itu juga Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perubahan yang berupa :
- Penambahan atau pengurangan tempat usaha (outlet).
- Pengalihan kepemilikan usaha.
- Pemindahan alamat Kantor Pusat atau tempat usaha Waralaba.
- Nama Pengurus, Pemilik dan bentuk badan usaha dari Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba.
- Perpanjangan/perubahan jangka waktu perjanjian antara Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba.
Bagi Pemilik STPUW yang tidak menyampaikan laporan tahunan dan laporan adanya perubahan, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu. Apabila Pemilik STPUW tidak mengindahkan peringatan tertulis tersebut maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara STPUW paling lama 1 (satu) bulan. Dan apabila Pemilik STPUW tetap tidak mengindahkan atau melakukan perbaikan, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan STPUW. Bagi Pemilik STPUW yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan STPUW dan tetap melaksanakan kegiatan usaha Waralaba, maka akan dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar