Peluang Usaha

clicksor

sitti

Anda Pengunjung ke

Selasa, 07 Desember 2010

Visionary Marketing

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/12861618/berita.doc.html

Surabaya - Surya- Wagub Saifullah Yusuf meminta kepada masyarakat mewaspadai peredaran daging oplosan, baik daging sapi atau kambing yang dicampur dengan daging babi hutan atau kera serta daging binatang lainnya.
Proses pendeteksian di lapangan, kata wagub, masih sulit dilakukan. Padahal, jika dikonsumsi, sangat berbahaya bagi kesehatan. “Makanya, kewaspadaan harus ditingkatkan, apalagi menjelang Lebaran,” tegasnya, Jumat (27/8).
Imbauan ini, kata Gus Ipul, terkait keberhasilan Polres Jember menemukan 400 kg daging sapi dicampur daging babi hutan (celeng) dan kera yang dipasarkan di Jember, Bondowoso, dan Lumajang. Suwondo, warga Desa Wuluhan Jember yang ditetapkan tersangka kasus itu mengaku mendapatkan babi hutan dan kera dari kawasan Taman Nasional Meru Betiri. “Saya juga dapat info bahwa selain di Jember daging oplosan juga diperjualbelikan di Bojonegoro,” jelas Gus Ipul.
Agar masyarakat tidak resah, Gus Ipul memerintahkan Dinas Perdagangan dan Dinas Peternakan Pemprov bekerja sama dengan Balai POM dan kepolisian lebih intensif sidak daerah rawan pemasaran daging oplosan.
Kepala Dinas Peternakan Jatim Suparwoko menyatakan, pihaknya akan menyidak daerah dekat hutan, perbatasan, dan pelabuhan. Selain daging oplosan, operasi juga diarahkan untuk mencegah pemasaran daging glonggongan dan daging busuk.
Masyarakat pembeli tak lagi cukup hanya dipuaskan dengan produk yang dibeli. Dalam hal ini pun, produk tidak lagi mutlak milik pembeli saja. Namun produk sudah menjadi bagian dari masyarakat dan lingkungan. Karena produk memiliki dampak pada lingkungan dan masyarakat lain di luar pembeli, maka produsen harus memperhatikan dampak yang ditimbulkannya.
Maka belakangan muncul kiat pemasaran yang memperhatikan kekhawatiran itu semua. Ada yang menyebut strateginya sebagai "Pemasaran Berprikemanusiaan". Ada juga mengatakan "Pemasaran Sadar Lingkungan Hidup". Sementara ada yang lebih suka menyebut sebagai "Pemasaran Berwawasan Sosial" (Social Marketing- Philip Kotler 1999).
"Pemasaran Berwawasan Sosial" menegaskan bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar sasaran. Di samping juga dapat memberi kepuasan yang diinginkan secara lebih efisien dan efektif ketimbang yang diberikan pesaing. Caranya dengan mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat.
Kotler menegaskan bahwa ada tiga (3) hal berkaitan dengan "Pemasaran Berwawasan Sosial". Pertama berhubungan dengan laba perusahaan. Kedua berkait dengan pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen. Dan ketiga menyangkut masalah kepentingan publik. Ketiga hal tersebut saling berhubungan satu dengan lainnya. Dalam "Pemasaran Berwawasan Sosial", yang satu tidak lebih penting dari lainnya. Jadi ada keseimbangan yang harus dibangun.
Namun pada prakteknya, penyeimbangan tersebut merupakan sesuatu yang juga sulit dijalankan. Kalaupun ada upaya ke arah penyeimbangan, barangkali yang satu masih lebih kental atau dominan ketimbang lainnya. Yang paling sukar bila tidak ada keinginan hingga tidak pernah diupayakan kondisi yang mengarah pada keseimbangan. Oleh karena itu perlu digarisbawahi, bahwa keseimbangan bisa terwujud jika dilandasi oleh moral, etika dan tanggung jawab.
Visionary Marketing
Tanggung jawab sosial perusahan yang akhirnya memunculkan "Pemasaran Berwawasan Sosial", muncul akibat praktek kapitalis. Sementara moral, etika dan tanggung jawab, kaitannya memang tak lepas dari sistem ekonomi atau pasar dan negara. Dalam sistem kapitalis, pasar merupakan faktor paling dominan. Dalam sistem sosialis, peran itu diambil alih oleh negara. Sementara dalam sistem Islam, etika menjadi landasan utama.
Pada konteks makro, di antara sistem kapitalis, peran negara sosialis dan ajaran agama, paham pemasaran maknanya berkembang menjadi lebih jauh ke depan. Dalam hal ini konsep pemasaran meluas menjadi visionary marketing, yakni "Pemasaran Bervisi Jauh ke Depan". Tidak lagi seperti konsep marketing yang lain, vision marketing tidak hanya melihat dalam konteks kekinian. Tetapi yang tak boleh diabaikan adalah adanya kehidupan di masa yang akan datang. Perusakan di masa kini, akibatnya akan ditanggung oleh generasi yang akan datang.
Maka ruang lingkup visionary marketing tak hanya terbatas di antara konsumen dan kepentingan masyarakat. Visionary marketing melengkapi atau menjadi penyempurna dari keberadaan social marketing atau "Pemasaran Berwawasan Sosial". Tiga hal yang berkait dengan "Pemasaran Berwawasan Sosial" seperti yang ditegaskan Kotler, boleh dikatakan masih berada dalam wilayah jangka pendek. Sebab hanya berkait dengan laba perusahaan, kebutuhan konsumen dan kepentingan publik.
Yang harus dicermati, yang menjadi sentra dalam "Pemasaran Berwawasan Sosial" adalah tetap bertumpu pada perusahaan yang bersangkutan. Seolah itu adalah melulu karena jasa baik dari perusahaan yang bersangkutan. Konsumen apalagi masyarakat yang tidak membeli produk, merupakan pihak luar yang kontribusinya dianggap kecil. Maka perusahaan seolah dapat berbuat apa saja, melakukan ini dan itu. Sementara konsumen dan masyarakat, merupakan obyek yang dapat diatur dengan sekehendak hati.
Oleh karena itu kembali ditegaskan bahwa moral, etika dan tanggung jawablah yang dapat menjawab adil dan benarnya sebuah tindakan pemasaran. Ini juga berlaku bagi visionary marketing. Maka, jika "Pemasaran Berwawasan Sosial" boleh dikatakan masih sebatas jangka pendek, visionary marketing berupaya menuju pada jangka panjang. Sebab visionary marketing bertujuan juga untuk:
• Menyelamatkan kehidupan lain di sekitar manusia, seperti flora dan fauna
• Memberi akses kemudahan atau warisan kesejahteraan bagi generasi mendatang
• Mendorong atau menyelamatkan perusahaan lain agar tidak bangkrut
• Mengajak perusahaan lain untuk bisa bekerja sama
Dari keempat tambahan tujuan tersebut, jelas bahwa akhir dari harapan visionary marketing adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Segala tindakan perusahaan, dituntut untuk juga mempertimbangkan kehidupan di masa yang akan datang. Bukan hanya untuk kehidupan umat manusia saja, melainkan juga kehidupan lain. Pencemaran lingkungan yang dimaksud, bukan hanya karena manusia yang butuh hingga seutuhnya dikemblikan kepada manusia. Melainkan visionary marketing juga harus sungguh-sungguh memperhatikan kehidupan di sekitar manusia.
Di samping itu, visionary marketing juga tidak mengijinkan antar perusahaan saling menjatuhkan. Sebab dengan tetap eksis dan bisa berkembang, sesungguhnya perusahaan tidak perlu mengadakan PHK akibat bangkrut karena persaingan. Dengan tetap menjamin pekerjaan bagi karyawannya, problem keluarga dengan anak-anak, setidaknya dapat dijalankan. Apakah etis sebuah perusahaan memenangkan persaingan dengan menjatuhkan perusahaan lain hingga bangkrut? Maka alangkah indahnya bila antar perusahaan malah mengembangkan aliansi strategis. Dengan aliansi itu kesejahteraan karyawan dan masyarakat, tentu akan lebih besar lagi maknanya.
Dalam visionary marketing, ada empat (4) hal yang harus diperhatikan. Pertama, siapa penggeraknya. Dalam visionary marketing, penggeraknya bukanlah orang-orang yang hanya memetingkan untuk perusahaan saja dan diri sendiri. Sistem bonus atau reward, tak bisa lagi hanya mutlak dalam wujud uang. Parameter kepuasan harus diubah. Dari yang melulu hanya diukur berdasarkan uang atau materi, disempurnakan dengan bentuk lain yang bersifat jiwani yang lebih hakiki. Ibadah haji, pergi ke Vatikan, mengunjungi temple di Thailand, merupakan beberapa contoh pembinaan kerohanian dari para penggerak visionary marketing.
Kedua apa yang ditawarkan. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah produk apa yang ditawarkan kepada masyarakat. Produknya bisa berupa barang atau jasa. Bila berupa barang, produknya harus memenuhi persyaratan agar tidak menjadi bencana bagi yang mengkonsumsi, limbah atau sisa-sisa barangnya dapat mencemari lingkungan dan berbahaya bagi masyarakat luas. Bukan hanya jangka pendek, melainkan juga harus diperhatikan jangka panjangnya. Bila produknya berupa jasa, syaratnya juga tak boleh lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya.
Sebagai ilustrasi, ada perbedaan mendasar antara sistem kapitalis dan sistem ekonomi Islam dalam melihat kebutuhan masyarakat. Sistem kapitalis menegaskan bahwa kebutuhan manusia tak terbatas. Bila manusia butuh narkoba atau minuman keras, sistem kapitalis mengakomodirnya. Sebab itu merupakan hak azasi manusia. Ingat landasan sistem kapitalis adalah individual. Sedang ekonomi Islam menegaskan bahwa kebutuhan manusia itu terbatas. Tak bisa kebutuhan yang lebih banyak mudharatnya dapat dipenuhi.
Ketiga bagaimana metodenya. Dalam visionary marketing, how to package juga tak boleh "menyiasati" masyarakat. Ada tahapan penyadaran yang harus dibangun sesuai dengan tingkatan masyarakat setempat. Marketing melalui media elektronik merupakan salah satu cara yang paling ampuh. Apa yang ditayangkan, disaksikan oleh masyarakat dari berbagai lapisan, usia serta tingkat ekonomi dan pendidikan yang berbeda. Info yang ditayangkan, akan diterima sesuai dengan tingkatan masing-masing. Maka moral, etika dan tanggung jawab tetap harus menjadi landasan saat merancang metodenya.
Metode visionary marketing juga musti bersifat holistik. Tak bisa hanya ditujukan untuk konsumen sebagai pembeli dan calon pembeli. Dengan memperhatikan tujuan visionary marketing, kemasan marketing harus menghindari perseturuan dengan pesaing. Iklan Sampoerna dengan "Other can only follow" jadi contoh menarik. Di satu sisi, iklan tersebut memantik permusuhan dengan pesaing jadi lebih tajam. Disukai atau tidak, digempur atau tidak, bahwa masing-masing memiliki penggemar. Di sisi masyarakat, iklan itu bisa jadi kontra produktif. Boleh jadi yang tadinya penggemar, berbalik menjadi antipati karena metode packaging-nya yang kurang pas. Sebab, model tayangan seperti itu mencerminkan ketidakdewasaan, kekanan-kanakan dan tidak melihat bahwa tidak mungkin pasar akan dikuasai sendirian.
Untuk hal beginian, pesan moral yang disampaikan iklan IBM menjadi lebih ksatria. Dengan menggambarkan induk gajah membimbing anaknya, IBM secara tegas berpesan bahwa ada pemain yang lain. Dan itu tugas IBM untuk membimbing mereka, karena IBM termasuk produsen pertama untuk urusan komputer. Dengan demikian IBM mendapat simpati dari dua pihak, yaitu produsen komputer yang lain dan masyarakat luas baik pembeli, calon pembeli maupun masyarakat awam.
Dan keempat siapa sasarannya. Seperti telah dijelaskan, sasaran visionary marketing menjadi jauh ke depan. Dalam jangka pendek seperti yang dituju social marketing, yakni laba perusahaan, kebutuhan konsumen dan kepentingan masyarakat. Dalam jangka panjang, visionary marketing harus menjaga keutuhan ekosistem lingkungan, serta harus memberi akses kemakmuran untuk generasi mendatang. Di samping juga harus membangun kemitraan dengan perusahaan lain, baik sejenis maupun tidak.
Visionary marketing tak lagi hanya bertanggung jawab pada shareholder. Dengan sasaran tersebut jelas bahwa stakeholder, merupakan pihak yang harus diberi tanggung jawab yang tak kalah pentingnya dengan shareholder. Bahkan dalam pengertian ini, shareholder sudah harus menjadi bagian dari stakeholder. Sebagai sebuah bagian, shareholder tidak lagi jadi segalanya. Ia harus diatur dengan tuntutan moral, etika dan tanggung jawab. Bahwa perusahaan yang dimiliki shareholder, tak akan bisa hidup tanpa keterlibatan masyarakat lain.
Iklan Indomie bisa jadi contoh tentang upaya peralihan shareholder menjadi stakeholder. Kemasan iklan "Dari Sabang sampai Merauke" itu, sarat akan pesan di balik tayangannya. Etika Indomie ingin mengatakan pada pemirsa bahwa:
1. Indomie telah melibatkan sekian banyak masyarakat. Mereka adalah petani dan pemetik cabai, pengangkut cabai, pekerja, distributor dan penjaja di warung-warung kecil.
2. Indomie ingin menanamkan image bahwa Indofood punya sense of corporate social responsibility yang tinggi dan meluas.
3. Melalui Indomie ingin dikatakan bahwa Indofood telah dimiliki dan menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia sebagai sebuah asset bangsa.
Iklan "Dari Sabang sampai Merauke", telah berhasil menanamkan image bahwa monopoli terigu yang dipegang Indofood, ternyata tidak bersifat negatif. Sebab iklan itu telah merengkuh berbagai lapisan masyarakat yang berasal dari berbagai pelosok. Iklan itupun berkata bahwa masyarakat yang terlibat, telah memberi kontribusi penting dalam penyediaan pangan bagi bangsa Indonesia. Berarti pelibatan masyarakat, telah berhasil memenuhi harapan untuk merubah posisi shareholder masuk dalam wilayah stakeholder.
Namun secara moral, kebenaran dan keadilan bisnis Indofood bisa dipertanyakan. Sebagai perusahaan yang memonopoli tepung terigu di Indonesia, benarkah sikap dan tingkah laku Indofood sesuai dengan apa yang ditayangkan iklan itu. Jangan lupa iklan Fujicolor yang mengatakan: ''Lebih indah dari warna aslinya''. Artinya, apakah iklan itu memang sangat indah dan humanis ketimbang warna aslinya.
Maka bagi social marketing atau bahkan visionary marketing, how ta package tetap harus dilandasi oleh moral, etika dan tanggung jawab. Sebab generasi inilah yang mewarisi pada generasi mendatang tentang kebaikan dan kerusakan, keadilan dan keangkaramurkaan, kebodohan dan kepintaran. Jangan lupakan, ada kehidupan setelah generasi ini. Visionary marketing tidak boleh mengelabui masyarakat. Bila perusahaan bermain fair dengan moral, etika dan tanggung jawab, insya Allah, kemakmuran juga akan meningkat.
Bila tidak, lihat apa yang dilaporkan dari Brussel. Lebih separuh dari 650 juta orang miskin berpenghasilan kurang dari US $ 1 per hari. Dengan penghasilan seperti itu, apakah mereka bisa membeli produk yang ditawarkan. Jadi hidup matinya perusahaan juga tergantung masyarakat di sekitarnya. Maka visionary marketing harus pandai memahami tanda-tanda jaman.
“Silahkan Bu, tas pengganti kantung plastik..”
Begitulah kalimat pertama yang biasa diucapkan untuk menarik perhatian pengunjung ke stand Greeneration Indonesia (GI) pada Jazzcraft Vaganza, Jumat-Minggu (9-11/7). Bertempat di Bale Pare, Kota Baru Parahyangan, Padalarang, acara ini diikuti sekitar 40 stand yang terdiri dari komunitas, seniman, design maker, termasuk Greeneration Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, GI mengampanyekan pengurangan penggunaan kantung plastik dan menawarkan solusinya dengan baGoes. BaGoes merupakan tas yang dapat dipakai ulang (reusable bag), terbuat dari bahan laken dan nylon. Dibandingkan tas pakai ulang pada umumnya, baGoes bisa dilipat sehingga lebih praktis dan mudah dibawa.
Sebagian besar pengunjung stand GI adalah mereka yang sudah mulai peduli dengan bahaya kantung plastik dan memiliki kesadaran untuk mengurangi penggunaannya. Tidak hanya orang Indonesia, ekspatriat pun banyak yang datang ke stand GI dan bertanya-tanya tentang produk baGoes. Selain dipakai untuk keperluan sehari-hari, konsumen umumnya tertarik menjadikan baGoes sebagai kemasan bagi produk mereka atau untuk souvenir acara-acara yang akan mereka selenggarakan.
Jazzcraft Vaganza sendiri merupakan acara yang diselenggarakan oleh Kota Baru Parahyangan. Dengan memadukan live jazz, art exhibition, art-craft fair, serta workshop dan open studio, acara ini berhasil menyedot ratusan pengunjung setiap harinya. Beberapa artis yang turut mengisi live jazz adalah ESQI: EF Syaharani, Maya Hasan, dan Fariz RM.
Walaupun jumlah pengunjung hariannya masih jauh dari ekspektasi peserta pameran termasuk GI, acara yang berlangsung dari pukul 10.00-21.00 setiap harinya ini mampu memadukan live jazz dengan pameran serta workshop kesenian dengan baik. Semoga keikutsertaan GI dalam acara tersebut memberi dampak positif bagi pengunjung dan secara tidak langsung membantu pengurangan konsumsi kantung plastik. Mari mulai [RY]kurangi penggunaan kantung plastik dari sekarang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar