Peluang Usaha

clicksor

sitti

Anda Pengunjung ke

Senin, 13 Desember 2010

PROPOSAL “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN OTORITER ATASAN TERHADAP DISPLIN KERJA KARYAWAN PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA CABANG GAJAH MUNGKUR SEMARANG”

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/12943132/_MetodePenelitan_.doc.html

A. Latar Belakang
Dewasa ini di indonesia banyak bermuculan usaha baru dengan berbagai jenis usaha. munculnya perusahaan-perusahaan ini diharapkan akan menambah luasnya lapangan kerja bagi masyarakat indonesia. di sisi yang lain perusahaan tidak mungkin mengoperasikan kegiatanya tanpa adanya manusia, karena faktor tenaga kerja manusia memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perushaaan. setiap manusia mempunyai watak perilaku yang berbeda. hal ini disebabkan karena adanya beberapa hal, misalnya latar belakang pendidikan, ketrampilan, watak dasar maupun faktor-faktor lainya dari tenaga kerja itu sendiri.
Keberagaman perilaku tersebut akan mempengaruhi jalanya kegiatan perusahaan. hal ini tidak saja akan mempengaruhi hasil yang akan dicapai oleh perusahaan, tetapi juga masyarakat yang menikmati hasil produksi tersebut. sebagaimana kita ketahui, bagaimanapun majunya teknologi jika tidak ditunjang dengan dan oleh tenaga kerja yang cakap maka kemungkinan besar sasaran dari perusahaan tidak akan tercapai. Tenaga kerja yang bekerja sesuai dengan fungsinya akan menunjang tercapainya keberhasilan tujuan perusahaan. Di samping itu peran pemimpin menjadi tidak kalah pentingnya. Seorang pemimpin perusahaan yang bijaksana dan baik harus dapat memberikan kepuasan kepada para pekerjaanya dan selalu berusaha memperhatikan gairah serta semangat kerja mereka. tentunya pihak pimpinan harus mempunyai kemampuan dalam mengelola, mengarahkan, mempengaruhi, memrintah dan memotivasi bawahanya untuk memperoleh tujuan yang di inginkan oleh perusahaan. Kepimpinan memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pimpinan membutuhkan orang lain, yaitu bawahan untuk melaksanakan secara langsung tugas-tugas, di samping memerlukan sarana dan prasrana lainya. oleh karena itu sejauh mana kepempinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepempinan dlam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktivitas organisasi secara keseluruhan.
Persoalan kepempinan selalu memberikan kesan yang menarik. Literatur-Literatur tentang kepimpinan senantiasa memberikan penjelasan bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap, dan gaya yang sesuai dengan situasi kepimpinan dan syarat-syarat pemimpin yang bai. Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepimipinan. suatu ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pimpinanlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. hal ini menunjukan bahkan suatu ungkapan yang menundukan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang terpenting. Demikian juga pemimpin dimanapun letaknya akan selalu mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan kepimipinanya.
Membicarakan kepemimpinan memang menarik dan dapat dimulai dari sudut mana saja yang akan ia diteropong . dari waktu ke waktu kepimipinan menjadi perhatian manusia. Ada yang berpendapat bahwa kepemimpinan sama tuanya dengan sejarah manusia. kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. mendalami masalah kepemimpinan sebenarnya ada dua pendapatyang saling tarik menarik. yaitu antara apakah pemimpin itu dilahirkan atau pemimpin itu dibentuk dan ditempat. Pandangan pertama, berkisar pada pendapat bahwa seorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepimipinan. sedangkan pandangan kedua berkisar pada pendapat yang mengatakan bahwa efeksitas kepimpinan seseorang dapat dibentuk dan di tempat. sehingga diantara para ahli muncul pendikotomian pandangan tentang asal usul pimipnan. paradigma ilmiah yang paling dapat dipertnaggung jawabkan adalah orang yang terdapat diantara kedua pandangan yang ekstrem itu.
Kepimipinan yang efektif adalah kepimipinan yang mampu menumbuhkan, memilahara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kondusif di dalam kehidupan yang organisasional. Seorang pemimpin didalam melaksanakan kepimpinan haruslah memliki kriteria-kriteria yang diharapkan dalam arti seorang pemipin harus memiliki kriteria yang lebih dari pada bawahnya misalnya jujur, adil, bertanggung jawab, loyal, energik dan beberapa kriteria lainya. kepemipinan merupakan sebuah hubungan yang kompleks, oleh karena berhadapan dengan kondisi-kondisi ekonomi dan nilai-nilai dan pertimbangan politis.
Di dalam suatu organisasi atau unit usaha baik itu formal atau informal membutuhkan seorang pemimpin yang dpat memberikan semangat kepada bawahnya untuk senantiasa produktif sebab keberadaan seorang pemimpin dalam suatu organisasi dirasakan sangat mutlak sekali untuk menjadi nakhoda bagi para bawahanya.
Kepimipinan seorang manajer akan mampu membedakan karekteristik suatu organisasi dengan organisasi lain. kepimpinan yang dinamis dan efektif merupakan sumber daya yang paling pokok yang sulit dijumpai, oleh karena itu setiap pemipin harus memahami teori kepimpinan dengan mengetahui bakat dan potensi yang dimiliki oleh para bawahanya ataupun yang dimiliki oleh dirinya sendiri.
Pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang mampu membangkitkan semangat kerja dan mampu menanamkan rasa percaya diri serta tanggung jawab pada bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas penuh tanggung jawab guna mencapai produktivitas perushaan. hal ini adanya tuntutan organisasi bahwa pemimpin dapat memprioritaskan kepimpinanya yang berorientasi pada tugas dan hubungan antar manusia yang bertujuan untuk kematangan bawahan. karena itu pemipin dituntut oleh organisasi untuk bisa fleksibel dalam menggunakan gaya kepimipinan yang tepat diantaranya yaitu gaya kepimimpinan otokritas, demokratis dan bebas.
Perilaku pemipin merupakan slaah satu faktor penting yang dapat mempengaruhui displin kerja. menurut Miller et al. ( 1991) menunjukan bahwa gaya kepmipinan mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja para pegawai. Hasil penelitian Gruenberg (1980) diperoleh bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong- menolong dengan teman sekerja serta penyelia adalah sangan penting dan memliki hubnungan yang kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitanya dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan.
Bagaimana usaha seorang pemimpin untuk mempengaruhui orang lain atau agar bawahan mengikuti apa yang akan diperintahkan akan sangat tergantung dari gaya yang digunakan. Namun demikian dengan tidak ada gaya kepmimpinan yang efektif berlaku umum untuk segala situasi.
Gaya kepimpinan yang dilakukan oleh pemimpin juga berpengaruh terhadap tingkat disiplin kerja karyawan atau bawahanya. dimana displin merupakan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memovitasi pegawai agar dapat mendisiplikan diri dalam melaksanakan pekrjaan baik secara perorangan maupun kelompok. dismaping itu displin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Persoalan utama yang muncul adalah presepsi yang keliru tentang disiplin itu baik dari segi pemimpin maupun segi bawahan. pemimpin bisa terjebak untuk menggunakan disiplin guna mempertahankan “ status quo” dalam kepimpinanya atau untuk mengeskpresikan sikapnya terhadap bawahan, dimana disiplin seolah-olah diartikan sebagai hukuman semata. dari pihak bawahan, disiplin telah terlihat sebagai “hukuman yang mengancam nasibnya” atau usaha atasan untuk menghalang-halangi kemajuan dirinya.
Dalam kepemimpinan disiplin harus diartikan sebagai “mendidik” untuk perbaikan dan menjadi lebih “baik”. disiplin di sini diartikan sebagai hukuman untuk orang yang bersalah, tetapi merupakan didikan atau tuntutan untuk bermotivasi, bersikap, dan berkinerja baik secara konsisten. disiplin tidak hanya diterpakan pada saat seseorang terbukti bersalah, tetapi dalam kondisi kerja normal untuk meningkatkan komitmen dan kinerja. seseorang yang terbukti bersalah dan dislpin hanyalah merupakan aspek saja dari disiplin.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga baru pada hari pertama mereka bekerja karena mereka tidak dapat bekerja dengan baik dan patuh apabila peraturan dan prosedur atau kebijakan yang ada tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak dijalankan semestinya. selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan-peraturan yang sering dilanggar berikut rasional dan konsekuensinya. demikian pula peraturan atau prosedur yang mengalami perubahan atau diperbaharui sebaiknya di informasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Tindakan displiner sebaiknya dilakukan, apabila upaya pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak ada ornag yang sempurna. oleh sebab itu, setiap individu di izinkan untuk melakukan kesalahan dan harusbelajar dari kesalhan tersebut. tindakan indsipliner sebaiknya dilaksanakan dengan cara bijaksana sesuai dengan prosedur yang menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya.
Berdasarkan studi awal yang telah dilakukan oleh peneliti, maka data yang telah diperoleh dari subjek yang diteliti, ada subjek yang menyatakan ketidak setujuan dengan diberikanya sanksi apabila melakukan kesalahan sementara subjek yang lainya setuju dengan diberikanya sanksi.
Dengan adanya fenomena di atas, peneliti akn mengkaji lebih dalam mengenai” Pengaruh Gaya Kepempinan Atasan Terhadap Disiplin Kerja Karayawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran gaya kepempinan otoriter atasan yang terdapat di Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang ?
2. Bagaimana gambaran displin kerja karyawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang ?
3. Apakah ada pengaruh gaya kepmipinan otoriter atasan dengan disiplin kerja karyawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang ?

C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis
Sebagai bahan masukan atas informasi yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan beserta implikasinya terutama yang berkaitan dengan displin ilmu manajemen kepempinan dan organisasi. selain itu untuk menambah pengetahuan di bidang gaya kepimpinan yang berpengaruh pada tingkat displin kerja dan juga untuk memberikan masukan kepada yang lainya agar lebih bermanfaat.
2. Secara Praktis
Sebagai dasar untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam gaya kepemipinan terhadap disiplin kerja karyawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang.

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah diajukan maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui Gaya Kepemimpina Otoriter Atasan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang.

E. Tinjauan Pustaka
1. Disiplin Kerja
a. Pengertian disiplin kerja
Disiplin dalam kamus umum Bahasa Indonesia susunan W. J. S Poewadarmita (Anoraga, 2003:46) adalah:
• Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatanya selalu menaati tata tertib.
• Ketaatan pada aturan dan tata tertib.
Disiplin berasal dari kata “disciple” yang berarti belajar . disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang melakukan sesuatu menjadi lebih baik. disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara obyektif, melalui kepatuhanya menjalankan peraturan organisasi.
Dapat disimpulkan, bahwa disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk mentaati tata tertib. ada dua faktor penting yaitu faktor penting yaitu faktor waktu dan kegiatan atau perbuatan.
Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku berniat untuk menaati segala peraturan organisasi yang berdasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi.
Disiplin kerja dapat di definisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankanya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia mellangar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Sastrohadiwijo. 2002).
Disiplin kerja amat erat kaitanya dengan motivasi dan moral kerja. Disiplin kerja dapat dikembangkan secara formal melalui pelatihan pengembangan secara formal melalui pelatihan pengembangan disiplin, misalnya dalam bekerja dengan cara menghargai waktu, tenaga, biaya dan sebagainya. Menanamkan disiplin kerja tenaga kerja dapat dikembangkan pula dengan cara kepimipinan yang dapat jadi panutan atau teladan bagi para tenaga kerja. Keteladanan seseorang manager perusahaan biasanya dapat membangkitkan disiplin kerja yang kuat bagi tenaga kerja yang membangkitkan diri di daerah kepimpinan manager yang bersangkutan, sekalipun kepimipina tersebut amata kurang efektif.

b. Prinsip-prinsip Disiplin
1. Pemimpin mempunyai perilaku positif
Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin harus dapat menjadi Role model/panutan bagi bawahnya. oleh karena itu seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang sesuai dengan harapan staf.
2. Penilitian yang cermat
Dampak dari tindakan indisipliner cukup serius, pemimpin harus memahami akibatnya. data yang dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf yang lain, tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah dilakukan, analisa, dan bila perlu minta pendapat dari pemimpinan lainya.
3. Kesegaran
Pimpinan harus peka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan sesegera mungkin dan harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Karena, bila dibiarkan menjadi kronis, pelaksanaan disiplin yang akan mempengaruhi hubungan kerja dalam organisasi tersebut.
4. Lindungi Kerahasian (Privacy)
Tindakan indsipliner akan memepengaruhi ego staf, oleh karena itu akan lebih baik apabila permasalahan di diskusikan secara pribadi, pada ruangan tersendiri dengan suasana yang rileks dan tenang. Kerahasiaan harus tetap dijaga karena mungkin dapat mempengaruhi masa depanya.
5. Fokus pada Masalah
Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada kesalahan yang dilakukan bawahan dan bukan pada pribadinya, kemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan.
6. Peraturan Dijalankan Secara Konsisten
Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. setiap pegawai yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan dapat menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.
7. Fleksibel
Tindakan disipliner ditetapkan apabila seluruh informasi tentang pegawai telah di analisa dan dipertimbangkan. hal yang menjadi pertimbangan antara lainadalah tingkat kesalahanya, prestasi pekerjaan yang lalu, tingkat kemampuanya dan pengaruhnya terhadap organisasi.
8. Mengandung Nasihat
Jelaskan secara bijaksana bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak dapat diterima. file pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan sebagai acuan, sehingga mereka dapat memahami keslahanya.
9. Tindakan Konstruktif
Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami perilakunya bertentangan dengan tujuan organisasi dan jelaskan kembali pentingnya peraturan untuk staf maupun organisasi. upayakan agar staf dapat merubah perilakunya sehingga tindakan indispliner tidak terulang lagi.
10. Follow up (evaluasi)
Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan perilaku bawahan sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan harus melihat kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan akhir tindakan indspliner.
c. Indikator-indikator disiplin kerja
Ada beberapa indikator yang dapat mempengaruhui tingkat kedisplinan karyawan suatu organisasi diantaranya (Hasibuan, 2002:195):
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan. tujuan yang akan dicapai harus jelas dan diterapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakanya.
2. Kepimpinan
Kepimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahanya. pimpinan jangan mengharapka kedispilnan bawahanya jika dia sendiri kurang disiplin.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji atau kesjahteraan) ikut mempengaruhi kedisplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasaan dan kecintaan karyawan perusahaan /pekerjaanya. jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisplinan mereka akan semakin baik pula.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainya. dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisplinan yang baik pula. jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisplinan karyawan perusahaan baik pula.
5. Waskat
Waskat (penegasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisplinan karyawan perusahaan. waskat efektif merangsang kedisplinan dan moral kerja karyawan. karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasanya.


6. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisplinan karyawan perusahaan. pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang indispliner akan mewujudkan kedisplinan yang baik pada perusahaan tersebut.
7. Sanksi
Sanksi berperan penting dalam memilahara kedisplinan karyawan dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin tidak akan melakukan pelanggaran.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhui disiplin kerja
Menurut Avin (1996) menyebutkan ada 2 faktor yang mempengaruhi disiplin kerja:
1. Faktor kepribadian
Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang, adalah sistem nilai yang dianut. sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin. nilai-nilai yang mengunjunjung disiplin yang diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru dan masyarakat akan digunakan sebagai kerangka ancuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja. sistem nilai akan terlihat dari sikap seorang. sikap diharapkan tercermin dari perilaku.
2. Faktor lingkungan
Displin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus-menerus. proses pembelajaran agar dapat efektif maka pemimpin yang merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsisten, adil bersikap positif dan terbuka. konsisten adalah memperlakukan aturan secara konsisten dari waktu ke waktu. bersikap positif dalam hal ini adalah adalah setiap pelanggaran yang dibuat seharusnya dicari fakta dan dibuktikan terlebih dahulu. selama actor belum ditemukan, tidak ada alasan bagi pemimpin untuk menerapkan tindakan disiplin.
Sedangkan menurut Prijodarminto(1994:89) faktor yang dapat mempengaruhi disiplin adalah sebagai berikut:
1. Motivasi kerja
Pentingnya kerja karena motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.
2. Kepimpinan
Kepimpinan sangat berperan menetukan kedisplinan karena pemimpin dijadikan teladan dan panutan bagi para bawahanya.
3. Komunikasi
Komunikasi merupakan kegiatan untuk saling memberikan keterangan dan ide secara timbal balik, yang diperlukan dalam setiap usaha kerjasama manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Lingkungan kerja
Dengan lingkungan kerja yang baik dan aman maka dapat meningktkan produktivitas kerja karyawan.
e. Macam-macam disiplin kerja
Ada dua macam disiplin kerja yaitu (Avin, 1996:35-36)
1. Disiplin diri
Disiplin diri merupakan hasil proses belajar (sosialisasi) dari keluarga dan masyarakat. penanaman nilai-nilai yang menjunjung disiplin, baik yang ditanamkan oleh orang tua dan guru ataupun masyarakat merupakan bekal positif bagi tumbuh dan berkembangnya disiplin diri. penanaman nilai-nilai dispilin dapat berkembang apabila di dukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi yang diwarnai perilaku yang konsisten dari orang tua, guru atau pimpinan.
Selain itu orang tua, guru dan pimpinan yang berdisplin tinggi merupakan model peran yang efektif bagi berkembangnya disiplin guru. melalui disiplin diri, seorang karyawan selain menghargai dirinya sendiri, juga menghargai dirinya. disiplin diri sangat besar peranya dalam mencapai tujuan organisasi. kedisplinan dalam suatu bidang kerja, akan menghambat bidang kerja lainya.
2. Disiplin kelompok
Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan. artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya.
Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok bersifat komplementer. keduanya saling melengkapi dan menunjang. disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok. sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi.
Menurut handoko (1998:208), disiplin kerja dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Disiplin Preventif
Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mendorong para karyawan agar secara sadar mentaati berbagai standart dan aturan, sehingga dapat dicegah berbagai penyelewengan atau pelanggaran. lebih utama dalam hal ini adalah dapat ditumbuhkan “Self Dicipline” pada setiap karyawan tanpa kecuali. manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif dimana berbagai standar diketahui dan dipahami. untuk memungkinkan iklim yang penuh displin kerja tanpa paksaan tersebut perlu kiranya standart itu sendiri bagi setiap karyawan, dengan demikian dicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya pelanggaran-pellangaran atau penyimpangan dari standart yang ditentukan.
2. Disiplin Korektif
Disiplin ini merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran yang telah terjadi terhadap atuarn-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran yang lebih lanjut. kegiataan korektif ini dapat berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisplinan (disciplinary action).
3. Disiplin Progresif
Disiplin ini berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. tujuanya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan unutk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksankan. disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk membentuk karyawan memperbaiki kesalahan.
f. Implementasi prisedur disiplin
Ada beberapa implementasi dalam pelaksanaan disiplin (Materi Pelatih Keterampilan Manjerial SPMK. 2003).
1. Persiapan
 Tanggung jawab yang dilanggar sebagai bukti.
2. Objektif
 Pelanggaran yang dilakukan harus teliti dengan cermat, dengan bukti yang nyata, sebelum tindakan disipliner yang dilakukan
 Tindakan indsiplner harus dilakukan dengan adil
 Seleksi yang adil tidak plilih kasih.
3. Kerahasiaan
 Catatan harus dijaga kerahasianya
 Wawancara dilakukan dengan rileks diruangan tertutup tenang
 Hormati hak individu, beri kesempatan untuk mengemukakan pendapat
 Diskusikan masalahnya bukan pribadinya
g. Tindakan indsipliner
Tindakan disiplner hanya dilakukan pada pegawai yang tidak dapat mendsplikan diri menetang/tidak dapat mematuhi peraturan/prosedur organisasi. sanksi indspliner dilakukan untuk mengarahkan dan memperbaiki perilaku pegawai dan bukan menyakati. melemahnya disiplin kerja akan mempengaruhui moral pegawai maupun pelayanan pasen secara langsung, oleh karena itu tindakan koreksi dan pencegahan terhadap melemahnya peraturan harus segera diatasi oleh semua komponen yang terlibat dalam organisasi.
a. Teguran Secara Lisan
Teguran secara lisan terbatas dalam hal mengigatkan pesawat untuk kesalahan yang kecil dan baru pertama kali dilakukan sebagai suatu tindakan koreksi, biasanya teguran dilakukan secara pribadi dengan cara yang bersahabat dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan. bantu bawahan untuk membuat keputusan agar tidak mengulangi kesalahanya. buat catatan khusus bahwa pesawat telah melakukan konsultasi, catat waktu, tempat dan permaslahanya, serta kesimpulan konsultasi. dokumen dimasukan ke dalam file pribadi perawat.
b. Teguran secara tertulis
Teguran secara tertulis dilakukan apabila pelanggaran diulangi kembali, tidak menunjukan perbaikan atau pelanggaranya cukup serius. dalam teguran secara tertulis, harus dicantumkan nama pegawai, nama pimpinan, permasalahnya, rencana perbaikan, dan batas waktu perbaikan serta konsekwensinya apabila pelanggaran diulangi. Bawahan harus membaca dan memahami sanksi yang diberikan dan disepakati bersama. Dokumen dimasukkan ke dalam file pribadi pegawai dan tembusannya diberikan kepada yang bersangkutan. Sanksi biasanya disesuaikan dengan kebijakan institusi atau organisasi setempat.
c. Keputusan Terakhir/Skors
Keputusan terakhir atau terminasi dilakukan karena pimpinan melihat bahwa kesalahan yang dilakukan oleh bawahan sudah sangat serius dan selama batas waktu perbaikan perilaku bawahan tidakmemperlihatkan perubahan. Keputusan terakhir biasanya dilakukan dengan melibatkan pimpinan organisasi/Departemen. Keputusan terakhir/skors dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada tingkat kesalahannya maupun kebijakan dari institusi/organisasi. Antara lain adalah: Penurunan pangkat, mutasi, penundaan kenaikan pangkat/ berkala, penurunan insentif, tidak diperkenankan bekerja untuk jangka waktu pendek, jangka waktu panjang, atau akhirnya diberhentikan / dikeluarkan.
2. Gaya Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemipinan
Kepemimpinan merupakan sesuatu yang penting bagi manajer. para manajer merupakan pimpinan (dalam organisasi mereka), sebaliknya pempimpin tidak perlu manajer. dalam hal ini kepemipinan merupakan pengertian yang meliputi segala macam situasi yang dinamis yang berisi:
1. Seorang manajer sebagai pemimpin yang mempunyai wewenang untuk memimpin
2. Bawahan yang dipimpin, yang membantu manajer sesuai dengan tugas mereka masing-masing
3. Tujuan atau sasaran yang harus dicpai oleh manajer bersama-sama dengan bawahanya.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. dalam memberikan penilaian terhadap gaya kepempimpinan yang di terapka pemimpin, karyawan melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan dan memberi penafsiran terhadap pemimpin (Solso, 1998).
Sementara itu menurut A. M Kadarman, SJ dan Jusuf Udaya kepempimpinan di definisikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai kelompok (Kadarman et. al, 1992:110). Menurut Kae H. Chung dan Leon C Megginson kepemimpinan diartikan suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Gibson, Ivancevich, dan Donnely, 19887:263). Dari rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujan dengan antusias. Gaya kepemimpinan yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahannya.
Menurut Ordway Tear yang dikutip oleh Kartini Kartono (2003;42) mendefinisikan:
“kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai organisasi”
Menurut J. P. Chaplin dikutip oleh Kartini Kartono (2005:272) mendefinisikan:
“kepemimpinan adalah penggunaan otoritas; kontrol, bimbingan, dan memerintah tingkah laku orang lain. ”
Dari banyaknya teori-teori kepemimpinan tadi, dalam pembahasan disini hanya akan disinggung sebagian saja yang penulis nilai memiliki relevansi kuat dengan pokok permasalahan yang ada. Teori sifat misalnya, mengadopsi pendapat Keith Davis yang merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yakni:
1) Kecerdasan, artinya pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya.
2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, artinya seorang pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain.
3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya.
4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalam arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya.
Situasi yang menyenangkan sendiri dapat tercapai jika pemimpin diterima oleh pengikutnya. Tugas-tugas ditentukan secara jelas, serta penggunnaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin (Thoha, 1995: 38).
Dari adanya berbagai teori kepimpinan diatas, dapat diketahui nahwa teori kepempinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (leadership style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinanya dengan segenap filsafat, ketrampilan dan sikapnya. gaya tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa atau pun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.
Gaya kepempimpinan antara lain yaitu gaya otokratik, partisipasi, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi para pegawai sehingga umumnya negatif yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain: memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendaya gunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu pemimpin partsipatif lebih banyak mendestralisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak berifat sepihak. adapun pemimpin bebas kendali menghindari kuasa dan tanggung jawab, kemudian menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah ke arah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. secara lebih detail, pembahasan mengenai motivasi ini akan diteruskan pada bab-bab selanjutnya dari diktat ini.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton 1996:18), masing-masing gaya kempempinan ini hanya memadai dalam situasi yang tepat-meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Directing adalah gaya yang tepat apabila anda diharapkan dengan tugas yang rumit dan staf anda belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. anda menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasanberlebihan yang dapat menimbulkan kebinggungan dan pembuangan waktu ).
Coaching adalah gaya yang tepat apabila staf anda telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. disini anda perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik kepada mereka.
Selanjutnya, gaya kepempinan supporting akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. dalam hal ini, anda perlu meluangkan waktu untuk berbincang-bincang untuk lebih melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran-saran mereka mengenai peningkatan kerja.
Adapun gaya delegating akan berjalan baik apabila staf anda sepenuhnya telah paham dan efesien dalam pekrjaan. sehingga anda dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu di atas kemampuan dan insiatifnya sendiri.
Di tengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain di indikasikan oleh adanya staf/individu yang berbeda-beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi-penerapan ke empat gaya kepempinan di atas perlu disesuaikan dengan tuntunan keadaan. selain itu, yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk mengembangkan gaya kepempinan, seorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni:
1) Kemampuan analitis (analytis skills), yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
2) Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills), yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa situasi.
3) Kemampuan berkomunikasi (communication skills), yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang Anda terapkan.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996: 314-315).
Peran pertama meliputi peran figurehead (sebagai simbol dari organisasi), leader (berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya), dan liaison (menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi).
Sedangkan peran kedua terdiri dari tiga peran yakni monitor (memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan), disseminator (menyampaikan informasi, nilai-nilai baru dan fakta kepada bawahan) serta spokesman (juru bicara atau memberikan informasi kepada orang-orang diluar organisasinya). Adapun peran ketiga terdiri dari empat peran yaitu entrepreneur (mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi), disturbance handler (mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun), resources allocator (mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadualan, memprogram tugas-tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan), serta negotiator (melakukan perundingan dan tawar menawar).
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan (1996: 156) mengemukakan tiga macam peran pemimpin yang disebutnya dengan “3A”, yakni alighting (menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya), alighning (menggabungkan tujuan individu denga tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju kearah yang sama), serta allowing (memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara mereka bekerja).
Berikut ini ada beberapa definisi dari tokoh-tokoh mengenai arti dari pemimpin dan kepemimpinan tersebut. Menurut Mulia Nasution, S. E., yang dimaksud dengan pemimpin adalah “Pemimpin sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk mendapatkan, menggunakan dan menggerakkan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan dari perusahaan”. Sedangkan menurut DR. Winardi, S. E., yang dimaksud dengan pemimpin adalah “Pemimpin adalah seorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk mengerahkan upaya bersama ke arah pencapaian sasaran-sasaran tertentu”.
Definisi kepemimpinan menurut DR. Winardi, S. E. adalah: “Kepemimpinan merupakan hubungan dimana seseorang atau pemimpin mempengaruhi orang lain, serta memiliki kemampuan untuk mendayagunakan pengaruh interpersonal melalui alat-alat komunikasi dan bersedia bekerjasama berkaitan dengan tugas yang akan dicapai sesuai dengan keinginan dari pemimpin tersebut”.
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara singkat disebut gaya kepemimpinan (leadership style). Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian.
Gaya kepemimpinan yang umumnya terjadi di dalam suatu perusahaan adalah gaya kepemmimpinan yang dikemukakan oleh William J. Reddin, yaitu Teori Tiga Dimensi Reddin, karena memadukan tiga unsur dasar dalam kepemimpinan, yaitu pemimpin, kelompok, dan situasi, serta menekankan bahwa para pemimpin harus memiliki gaya adaptif yang mengarah kepada tercapainya efektifitas dalam memimpin.
Menurut Reddin, kepemimpinan pada dasarnya memiliki dua aspek yang membedakan gaya kepemimpinan yang dipakainya, yaitu:
1) Pemimpin yang memiliki motif kuat untuk melaksanakan tugasnya secara maksimal.
Pemimpin dengan gaya ini mempunyai motivasi kuat untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik, tetapi di lain pihak pemimpin kurang memdperhatikan hubungan kerjasama dengan bawahan dan tujuan dari organisasi. Jadi pemimpin ini semata-mata hanya menyelesaikan tugas-tugas rutinnya.
2) Pemimpin yang lebih mementingkan hubungan kerjasama, baik dengan atasan, bawahan, maupun sesama teman sejawat.
Pemimpin dengan gaya ini lebih mengutamakan hubungan kerjasama dan selalu berusaha menciptakan suasana dan iklim kerja yang menguntungkan sehingga dapat meningkatkan gairah kerja karyawan. Tetapi pemimpin cenderung kurang atau tidak memberikan perhatian secara sungguh-sungguh terhadap pelaksanaan tugas dan hasil yang akan dicapai.
b. Teori kepempimpinan
Dari sejumlah literatur tentang kepempimpinan, ada sejumlah teori kepempimpinan, diantaranya (Sopiah, 2008:120-121):
1. Teori sifat
Trait teory ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. dari teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan.
2. Teori kelompok
Menurut group teori ini agar kelompok-kelompok dalam organisasi bisa mencapai tujuanya maka harus ada pertukaran positif antara pemimpin dan pengikut atau bawahan.
a. Teori situasional dan model kontijensi
Studi kepemimpinan ini berangkat dari anggapan bahwa kepempimpinan seorang ditentukan oleh berbagai faktor situasional dan saling ketergantungan satu sama lainya.
b. Teori situasional Hersey dan Blanchard
Suatu teori kemungkiinan yang memusatkan perhatian kepada para pengikut kepemimpian yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya.
c. Teori pertukaran pemimpin anggota
Para pemimpin menciptakan kelompok dalam kelompok luar bawahan dengan status kelompok dalam mempunyai penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya lebih rendah dan kepuasaan yang lebih besar atasan mereka.
d. Teori jalur tujuan
Hakikat teori ini adalah bahwa tugas pemimpin adalah pembantu pengikutnya mencapai tujuan dan untuk memberikan pengarahan ats dukungan yang perlu guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan kelompok atau organisasi.
e. Teori sumber daya kognitif
Suatu teori menyatakan bahwa seorang pemimpin memperoleh kinerja kelompok yang efektif. dengan pertama-tama membuat rencana keputusan dan strategi yang efektif kemudian mengkomunikasikan lewat perilaku pengaruh.
f. Teori neokharimastik
Teori kepempimpinan yang menekankan simbolisme daya tarik emosional dan komitmen pengikut yang luar biasa.
g. Teori kepemimpinan kharimastik
Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribut dari kemampuan kepemimpinan yang heroik bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu.
c. Faktor yang mempengaruhi gaya kepempimpinan
Gaya kepemimpinan dari seornag pemimpin umumnya dipengaruhi oleh sifat-sifat dari pemimpin itu sendiri. dimana sifat-sifat trsebut dapat terlihat melalui kepribadian sehari-harinya.
Faktor-faktor yang terkandung dalam kepempinan menurut Mar’at(1985) dalam Sugiyarta (2002) adalah sebagai berikut:
1. Adanya seorang pemimpin (posisi)
2. Adanya kelompok yang dipimpin (objek)
3. Adanya tujuan atau sasaran (arah)
4. Adanya aktivitas (peranan)
5. Adanya interaksi atau hubungan
6. Adanya kekuatan atau power

Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian yang dinyatakan dalam gaya kepempimpina tersebut antara lain:
a) Jenis Kelamin
Pria dan wanita umumnya memiliki sifat yang mendasar yang berbeda sebagai contoh wanita cenderung menggunakan perasaanya dan bertindak lembut, sebaliknya pria lebih menggunakan kemampuan berpikir dan bertindak keras.
b) Usia
Secara umum orang yang berusia muda cenderung memiliki sifat yang dinamis dan idealis. sebaliknya semakin bertambah usia seseorang cenderung pula mengurangi kemampuanya berfikir dan bekerja lebih keras. tentunya hal ini tidak selalu berlaku pada setiap orang.
c) Fisik, mental dan pikiran(intelektual)
Setiap manusia mahluk ciptaan tuhan yang unik artinya tidak ada satupun manusia yang memiliki keberadaan yang sama satu dengan yang lainya. perbedaan ini terlihat dari fisik (tubuh), mental dan pikiranya yang akhirnya mempengaruhi kepribadianya.
d) Pendidikan
Salah satu faktor yang membentuk kehidupan manusia adalah pendidikan yang pernah diterimanya, baik di lembaga pendidikan yang bersifat formal maupun informal. semakin tinggi pendidikan yang pernah diterima seseorang, umunya akan semakin menambah wawasan dan kemampuanya.
e) Kematangan
Proses waktu cenderung akan membentuk kematangan atau kedewasan seseorang. semakin ia belajar akan kesalahan-kesalahan dan berusaha untuk memperbaikinya, semaiin ia bertmbah dewasa untuk mengerti banyak hal


f) Latar belakang kehidupan
Kehidupan manusia dimulai dan di akhiri dengan latar belakang yang berbeda satu dengan yang lainya. perbedaan ini dapat disebabkan oleh latar belakang budaya, nilai dan norma berbeda yang intinya dapat bersumber dari keluarga, kerabat dan teman dan masyarakat umum.
Dengan Managerial Grid mereka mencoba menjelaskan bahwa ada satu gaya kepempinan yang terbaik, dengan berbagai kombinasi dua faktor mengenai dua hal itu yaitu produksi dan orang. penelitian ini ditemukan 5 macam gaya kepempimpina seperti ketidak lengkapan rancangan organisasi, kepempimpina sebagai fungsi pembatas, perubahan kondisi lingkungan, dinamika internal dan organisasi dan sifat dari kenaggotaan manusiawi dalam organisasi (Wirjana, 2005:16)
d. Jenis dan gaya kepemimpinan
Selain itu Sastrodiningrat (2002: 45-47) mengungkapkan 3 jenis kepemimpinan yaitu:
1) Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambildari dirinya secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2) Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakanbawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.


3) Gaya Kepemimpinan Bebas / Laisezz Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil dimana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
Selain gaya kepemimpina diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laisezz faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain: memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu, pemimpin partisipatif lebih banyak mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya, sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin bebas kendali menghindari kuasa dan tanggung jawab, kemudian menggantungkan pada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. Secara lebih detail, pembahasan mengenai motivasi ini akan diteruskan pada bab-bab selanjutnya dari diktat ini.
Ditinjau dari pelaksanaan tugas maka kepala kantor dalam menjalankan kepemimpinannya menggunakan gaya kepemimpinan tipe otokrasi, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Tipe Otokrasi / Otoriter
Otokrasi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan kratos berarti pemerintah. Jadi otokrasi adalah mempunyai pemerintah dan menendtukan sendiri. Otokrasi merupakan pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang oleh seseorang yang berkuasa secara penuh dan tidak terbatas masanya. Sedangkan yang memegang kekuasaan disebut otokrat yang biasanya dijabat oleh pemimpin yang berstatus sebagai raja atau yang menggunakan sistem kerajaan. Sedangkan di lingkungan kantor bukan raja yang menjadi pemimpin akan tetapi kepala kantor yang memiliki gaya seperti raja yang berkuasa mutlak dan sentral dalam menentukan kebijaksanaan kantor.
Adapun secara sederhana (menurut Siti Juariyiah, 2006), gaya kepempimpina kepala kantor yang bertipe otokrasi sebagai berikut:
a) Keputusan dan kebijakan selalu dibuat pemimpin, dimana gaya kepempimpinan yang selalu sentral dan mengabaikan asas musyawarah mufakat
b) Pengawasan dilakukan secara ketat yaitu pengawasan kepala kantor yang tidak memakai prinsip partisipasi, akan tetapi pengawasan yang bersifat menilai dan menghakimi.
c) Prakarsa berasal dari pemimpin yaitu gaya kepala kantor yang merasa pintar dan meraa bertanggung jawab sendiri atas kemajuan kantor
d) Tidak ada kesempatan untuk memberi saran, dimana gaya kepala kantor merasa orang yang paling benar dan tidak memiliki kesalahan
e) Kaku dalam bersikap yaitu kepal kantor yang tidak bisa melihat situasi dan kondisi akan tetapi selalu memaksakan kehendaknya
f) Langkah kegiatan teknis ditentukan oleh pimpinan, pada saat-saat tertentu, sehingga biasanya langkah-langkah berikutnya tidak ada kepastian.
Jadi tipe otoriter, semua bijaksana “policy” semuanya ditetapkan pemimpin, sedangkan bawahan tinggal melaksanakan tugas. semua perintah, pemberian dan pembagian tugas dilakukan tanpa ada konsultasi dan musyawarah dengan orang-orang yang dimpimpin.
Pemimpin juga membatasi hubungan dengan stafnya dalam situasi formal dan tidak menginginkan hubungan yang penuh keakraban, keintiman serta ramah tamah. kepempiminan otorkasi ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi pemimpin selalu amu berperan sebagai pemain tunggal pada “ one an show”. pempimpin otokrasi, dalam membawa pengikutnya ketujuan dan cita-cita bersama, memgang kekuasaan yang ada secara mutlak. dalam gaya ini pemimpin sebagai penguasa dan yang dipimpin sebagai yang dikuasi. termasuk dalam gaya ini adalah pemimpin yang mengatakan segala sesuatu harus dikerjakan oleh pengikutnya. yang dilakukan oleh pemimpin model ini, hanyalah meberi perintah, aturan dan larangan. para pengikutnya harus tunduk, taat dan melaksanakan tanpa banyak pertanyaan. dalam gaya ini mereka yang dipimpin dibawah kekuasaan orang yang memimpin.
Kepala kantor yang otoriter biasanya tidak terbuka, tidak mau meneima kritik dan tidak membuka jalan untuk berinteraksi dengan tenaga pendidikan. ia hanya memberikan intruksi tentang apa yang harus dikerjakan serta dalam menanamkan disiplin cenderung menggunakan paksaan dan hukuman. kepala kantor yang otoriter berkeyakinan bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab atas segala sesuatu, menggangap dirinya sebagai orang yang paling berkuasa dan paling mengetahui berbagai hal. ketika dalam rapat kantor pun ia menetukan berbagai kegiatan secara otoriter, dan dapat dominan dalam memutuskan apa yang akan dilakukan oleh kantor. para tenaga pendidikan tidak diberi kesempatan untuk memberikan pandangan, pendapat maupun saran. mereka dipandang sebagai alat untuk melaksnakan apa yang telah ditetapkan oleh kepala kantor.
Para situasi kepempimpinan pendidikan seprti ini dapat di bayangan suasana kerja yang berlangsung di dalam kelompok tersebut bagaimana hubungan-hubungan kemanusiaan yang berlangsung dan bagaiman konflik-konflik atara pemimpin dan bawahan-bawahan dan para anggota-anggota para staf kerja itu sendiri. penyelidikan yang dilakukan oleh Leppit seorang ahki kepempinan berkesimpulan bahwa konflik dan sikap atau tindakan agresif yang terjadi dalam suatu lembaga di bawah pemimpin seorang pemimpin otoriter berkurang lebih 30 kali sebanyak yang timbuldari pada dalam suasana kerja yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang demokratis.
Tipe kepemimpinan pendidikan yang otoriter dengan segala vareasi dan bentuknya yang lebih samar-samar, sangat mengikari usaha-usaha pencapaian tujan lembaga pendidikan secara maksimal. oleh karena potensi-potensi yang sebenarnya ada dan dimilki oleh masing-masing staf kerja yang tidak terbangkit, dan tidak tergugah dan tidak tersalurkan secara bebas dan kretaif. penekanan kemampuan dan potensi riil dan kreatif daridpada individu yang dipimpin itu sejak dari proses penetapan “policy” umum sampai pada pelaksanaan program lembaga dimana pikiran –pikiran dan”skil” inisiatif-insiatif yang konstruktif-kreatif tidak termanfaatkan secara baik. suasana kerja sama yang dinamis dan kretaif dikalangan anggota staf yang akan memudahkan pemecahan setiap problemayang dihadapi, akan hilang lenyap karena situasi kepempimpinan yang melumpuhkan itu.
Seorang dengan gaya kepempimpinan seperti ini umumnya merasa menang sendiri karena mempunyai keyakinan ia tahu apa yang harus dilakukanya dan merasa jalan pikiranya paling benar. dalam situasi kerja sama, ia berusaha mengambil peran sebagai pengambil keputusan dan mengharapkan orang lain mendukung ide dan gagasannya ia, tidak ingin dibantu apalagi dalam menentukan apa yang harus dia lakukan.
e. Sistem manajemen kepemimpinan
Para ahli dalam pengembangan manajemen kepemimpinan, berusaha dapat menentukan mana diantara gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada karyawan atau bawahan untuk kepentingan organisasi atau perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Linkert (dikutip dari Eddy Madiono Sotanto, 2000: 32-33). Empat sistem tersebut terdiri dari:
- Sistem 1, otoritatif dan eksploitif
Dimana manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.
- Sistem 2, otoritatif dan benevolent
Dimana manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memmberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batasan-batasan dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
- Sistem 3, konsulatif
Dimana manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
- Sistem 4, partisipatif
Adalah sistem yang paling ideal menurut Linkert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.
3. Pengaruh gaya kepemimpinan otoriter atasan terhadapdisiplin kerja karyawan
Di dalam suatu organisasi atau unit usaha baik itu formal maupun informal, membutuhkan seorang pemimpin yang dapat memberikan semangat kepada bawahannya untuk senantiasa produktif sebab keberadaaan seorang pemimpin dalam suatu organisasi dirasakan sangat mutlak sekali untuk menjadi nahkoda bagi para bawahannya.
Pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang mampu membangkitkan semangat kerja dan menanamkan rasa percaya diri serta tanggung jawab kepada bawahanuntuk melaksanakan tugas-tugas penuh tanggung jawab guna mencapai produktifitas perusahaan. Hal ini adanya tuntutan organisasi bahwa pemimpin dapat memprioritaskan kepemimpinannya yang berorientasi pada tugas dan hubungan antar manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kematangan bawahan. Karena itu pemimpin dituntut oleh organisasi untuk bisa fleksibel dalam menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat diantaranya yaitu gaya kepemimpinan otokratis, demokratis, dan laissez faire (bebas).
Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang berdasarkan atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan yang negatif, dimana perbedaan itu di dasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis), berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun dekmikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain: memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Dengan adanya gaya kepemimpinan yang tepat dan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh para karyawannya, maka dapat dilihat tingkat disiplin kerja yang cukup tinggi. Sebagai contoh seorang karyawan yang selalu menaati peraturan yang diterapkan dan berlaku di lingkungan kantor, mengerjakan tugas selesai tepat waktu, jarang melakukan ijin tidak masuk kerja dan setuju terhadap pemberian sanksi yang diberikan kepada pegawai yang melakukan kesalahan disebabkan adanya gaya kepemimpinan otoriter atasan sehingga karyawan tersebut harus menaati semua peraturan yang ada dan berlaku di lingkungan kantornya.
Tetapi apabila dalam kepemimpinannya terdapat karyawan yang kurang disiplin dalam menjalankan tugasnya, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan pimpinan untuk menstimulasi bawahan agar dapat merubah perilaku yang kurang baik kearah yang lebih baik sehinngga peningkatan kinerja sesuai standar dapat dicapai yaitu penguatan yang positif.
Penguatan positif akan meningkatkan kemungkinan individu untuk mengulangi kembali tindakan yang diharapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan segera memberikan pujian terhadap hal positif yang dilakukan bawahan
Hal lain yang dapat digunakan untuk menstimulasi bawahan adalah dengan memberikan umpan balik, seperti: perhatian, hadiah, tugas khusus, naik jabatan, pujian, senyuman, dan lain-lain. Pengakuan adalah salah satu penguatan yang mudah dilakukan disamping murah. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mengetahui dan memahami bentuk dorongan seperti apa yang perlu diberikan pada setiap bawahan dalam berbagai situasi.

F. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 2006:71)
Dengan dasar pemikiran tersebut, penulis ingin mencoba mengadakan penelitian tentang Gaya Kepemimpinan Otoriter Atasan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang. Dengan hipotesis:
Adanya pengaruh positif antara Gaya Kepemimpinan Otoriter Atasan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Perusahaan Listrik Negara Cabang Gajah Mungkur Semarang.

G. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data-data yang bersifat numerikal (angka) serta penggunaan metode statistika dalam pengeolahan data baik statistika deskriptif untuk menyajikan data maupun statistika inferensial dalam menguji hipotesis (Sugeng 2003:4) menurut penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai fakta dan karekteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu, penelitian ini berusaha untuk menggambarkan situasi atau kejadian dan sifatnya deskriptif yang tidak perlu penjelasan, pengujian dan predeksi variabel penelitian.
b. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilaai atau konsep yang secara kuantitatif atau secara kualitatif ia dapat bervariasi. jadi jika ia tidak bervariasi atau tidak memiliki bermacam-macam nilai maka ia tidak disebut sebagai variabel (Sugeng 2003:18). variabel dalam penelitian ini bertindak sebagai variabel bebas dalam kepemimpinan.
Variabel tergantung adalah variabel yang keberadaanya tergantung pada variabel lain atau variabel yang keberadaanya dipengaruhi variabel lain (Sugeng 2003:19). variabel tergantung dalam penelitian ini adalah disiplin kerja.
Variabel yang diteliti harus sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu gaya kepemimpinan otoriter atasan terhadap disiplin kerja karyawan perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang.
c. Definisi operasional variabel penelitian
Definisi operasional pada penelitian ini adalah pengaruh gaya kepemimpinan otoriter atasan terhadap disiplin kerja karyawan.
Dapat disimpulkan, bahwa disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu menaati tata tertib. ada dua faktor penting yaitu faktor waktu dan kegiatan perbuatan. prinsip-prinsip disiplin kerja yaitu pemimpin mempunyai perilaku posiitif, penelitian yang cermat, kesegaraan, lindungi kerahasiaan(privacy), fokus pada masalah, peraturan dijalankan secara konsisten, fleksibel, mengandung nasehat, tindakan konstruktif dan follow up (evaluasi). Indikator-indikator disiplin kerja, antara lain (Hasibuan, 2002:195). Tujuan dan kemampuan, kepemimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, ketegasan, dan sanksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja yaitu faktor kepribadian dan faktor lingkungan. sedangkan menurut Primajodarmito (1994:89) faktor yang dapat mempengaruhi disiplin adalah sebagai berikut motivasi kerja, kepemimpinan, komunikasi, dan lingkungan kerja.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dan antusias. gaya kepemimpinan yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawhanya. Faktor-faktor yang terkandung dalam kepemimpinan menurut Mar’at (1985) dalam Sugiayarta (2002) adalah sebagai berikut adanya seorang pemimpin (posisi), adanya kelompok yang dipimpin (objek), adanya interaksi atau hubungan, dan adanya kekuatan atau power. Selain itu Sastrodinigrat (2002: 45-47) mengukapkan 3 gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan otoriter/authoritarian, gaya kepemimpinan demokratis/democratic, dan gaya kepimpinan bebas/laissez faire. secara sederhana (menurut Siti Juariyiah, 2006) gaya kepemimpinan kepala kantor yang bertipe otokrasi sebagai berikut keputusan dan kebijakan selalu dibuat pemimpin, pengawasan dilakukan secara ketat dan prakarsa berasal dari pemimpin tidak ada kesempatan untuk memberi saran, kaku dalam bersikap dan langkah kegiatan teknis dalam pemimpin.

H. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Menurut Arikunto (2006:130) populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Apabila seorang ingin meneliti keseluruhan subjek. dalam penelitian ini, populasi digunakan adalah seluruh karyawan perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagaian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto 2006:131). Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang. pertimbangan memilih sampel tersebut adalah karena penelitian ini ingin mengukur tingakt disiplin kerja karyawan yang dipengaruhui oleh gaya kepempimpinan otoriter atasan yang diterapka di perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang.
Sampel yang daimbil peneliti adalah seluruh karyawan perusahaan listrik negara cabang gajah mungukr semarang dengan karektristik sebagai berikut:
1. Kepala bidang beserta staf perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang.
2. Kepala seksi beserat staf perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang.
3. Kepala sub bagian beserta staf perusahaan listrik negara cabang gajah mungkur semarang.
Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling (probability sampling). Sampling purposive adalah sampel yang diplih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian. peneliti kan berusaha agar dalam sampel itu terdapat wakil-wakil dari segala lapisan populasi. sampling purposive dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terplih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. dengan demikian diusahakan agar sampel itu memiliki ciri-ciri yang esensial dari populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif.

I. Metode Dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilimiah. data yang digunakan harus digunakan harus cukup valid untuk digunakan. pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. (Nazir, 2003:174) untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala dan angket.
Skala sebagai alat ukur, skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakanya dari berbagai bentuk alat pengukuran data yang lain seperti angket, daftar isian, inventory dan lain-lain.
Skala psikologi merupakan alat pengumpul data dengan menggunakan stimulus berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengukap atribut yang bersangkutan. dalam hal ini meskipun subjek yang diukur memahami pernyataan namun tidak mengetahui arah jawaban yang di inginkan dari pertanyaan yang diajukan sehingga jawaban lebih bersifat proyektif yaitu berupa proyeksi dari perasaan atau kepribadian.

J. Validitas Dan Realibilitas
a. Validitas
Validitas (Azwar, 2008:5) adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukuranya. Dalam menghitung koefesien denga skor total untuk mengetahui validitas suatu alat ukur, maka digunakan teknik product moment pearson.
b. Realibilitas
Realibilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008:5)
Untuk mengetahui realibilitas skala dalam penelitian ini digunakan teknik analisa Formula alpha.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan test satu kali. yang dimaksud dengan pendekatan test satu kali adalah suatu pendekatan dimana seperangkat test diberikan kepada kelompok subjek satu kali, lalu dengan cara tertentu dihitung estimasi realibilitas test tersebut.
Pada penelitian ini, sejumlah subjek akan diberikan angket atau skala yang harus di isi dan kemudian akan dihitung presantesanya dan di uji realibilitasnya.
Untuk proses penghitungan validitas maupun realibilitas digunakan alat bantu program statistik SPSS. sehingga peneliti tinggal menggunakan output atau hasil keluaran dari pengolhan data yang di dapat dari responden.

K. Metode Analisis Data
Dalam nazir (2003:346) data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak di analisis. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan penelitian. Metode yang digunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah regresi. Analisis ini digunakan dalam mengembangkan suatu persamaan untuk meramalkan sesuatu variabel dan variabel kedua yang telah diketahui (Arikunto: 2006, 295).







DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. 2006. Psikologi Kerja. Cetakan keempat. Jakarta:PT RINEKA CIPTA.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ke-13. Jakarta:PT RINEKA CIPTA.
Azwar, Syaifuddin. 2008. Realibilitas dan Validitas. Cetakan VIII. Yogyakarta:PUSTAKA PELAJAR
Hariyadi, Sugeng. 2003. Paparan Perkuliahan Mahasiswa(Metode Penelitian1). Semarang:Tidak Diterbitkan.
Juariah, Siti. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Madrsah Terhadap Motivasi Belajar Siswa Madrsah Aliyah Negeri (MAN)Kota Blitar. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Kartono, Dr. Kartini. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Edisi Revisi. Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Kreitner, R. &Kinicki, A. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta:Salemba Empat.
Muhaimin. 2004. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disilpin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT. Primarindo Asia Infastruktur Tbk Di Bandung. Vol. 1. Diunduh tanggal 22 April 2009.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta:UI-Press.
Nazir. 2003. Metode Penelitian. Cetakan Kelima. Jakarta:Ghalia Indonesia.
Nuriska, Desty D. 2006. Pengaruh Menonton Film Bertema Kepahlawanan Terhadap Potensi Kepemimpinan Siswa Kelas 5&6 SD Bendan Ngisor 01-02 Semarang 2005/2006. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Ruvendi, Ramlan. 2005. Imbalan Dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Di Balai Besar Industry Pertanian Bogor. Vol . 1 No. 1. Diunduh tanggal 22 April 2009.
Ssatrodinigrat, H Subagyo. 2002. Kapita Seleta Manajemen Dan Kepemimpinan. Cetakan Ketiga. Jakarta:IND-HILL-CO.
Sastrohadiwiryo, Siswanto B. Dr. 2002. Tenaga Indonesia Manajemen Kerja Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutanto, Eddy Madiono Dan Budi Stiawan. 2000. Peran Gaya Kepimpinan Yang Efektif Dalam Upaya Menigkatkan Semangat Dan Kegairahan Kerja Karyawan Di Toserba Sinar Mas Sidoarjo. Vol 2 No. 2, Hal. 29-43. Diunduh tanggal 22 April 2009.
Tondok, Marselius Sampe Dan Rita Andarika. 2004. Hubungan Antara Presepsi Gaya Kepemimpinan Transformal Dan Transaksional Dengan Kepuasan Kerja Karyawan. Vol 1 No. 1 Diunduh Tanggal 22 April 2009.
Wiryana, Bernardie R. dan Susilo Supardo. 2005. Kepemimpinan Dasar-dasar Pengembangan. Yogyakarta:ANDI OFFSET.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar