Peluang Usaha

clicksor

sitti

Anda Pengunjung ke

Minggu, 19 Desember 2010

KERUPUK AMPAS TAHU

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13035288/KERUPUKAMPASTAHU.doc.html

1. PENDAHULUAN Ampas tahu dapat diolah menjadi kerupuk yang bernilai tambah lebih tinggi. Pembuatan kerupuk ampas tahu mudah dilakukan dan murah biayanya. Dalam pembuatan kerupuk ampas tahu, digunakan tapioka sebagai pengikat ampas. Garam, bawang putih, dan merica ditambahkan sebagai bumbu. 2. BAHAN 1. Ampas tahu yang telah dikukus (2 kg). 2. Tapioka (1 kg) 3. Garam (30 gram) 4. Bawang putih (100 gram). 5. Merica (25 gram)
6. Udang saih kering (50 gram) 7. Monosodium glutamat (20 gram) 3. PERALATAN 1. Pemeras. 2. Pengaduk adonan. 3. Pengukus. 4. Pisau dan talenan 5. Tempat penjemuran. 6. Wajan 7. Kompor atau tungku 8. Timbangan. 4. CARA PEMBUATAN 1. Pengukusan ampas tahu. Ampas tahu diperas untuk mengurangi airnya. Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan, atau dipres dengan alat pres. Setelah itu, ampas dikukus selama 30 menit. 2. Persiapan bumbu. Bawang, garam, merica dan udang saih digiling sampai halus. 3. Pengadonan. Ampas yang telah dikukus (2 kg) dicampur dengan tapioka, dan bumbu, kemudian diaduk sampai rata, licin dan kompak. Adonan ini dibentuk seperti selinder dengan diameter 5-6 cm dan panjang 20 cm. Adonan yang telah dibentuk ini disebut dengan dodolan. 4. Pengukusan dodolan. Dodolan dikukus selama 2 jam sampai bagian tengah dodolan menjadi matang. Dodolan matang ini diangkat dan didinginkan. 5. Pengangin-anginan. Dodolan matang diangin-anginkan selama 3-5 hari sampai dodolan mengeras dan mudah dipotong. 6. Pengirisan. Dodolan diiris tipis-tipis setebal 2-3 mm. Hasil pengirisan disebut kerupuk basah. 7. Penjemuran. Kerupuk basah dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kering. Kerupuk yang sudah kering akan gemersik jika diaduk-aduk, dan mudah dipatahkan. Hasil pengeringan disebut kerupuk kering. 8. Pengemasan kerupuk kering. Kerupuk kering dapat disimpan lama. Kerupuk ini harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat, atau dikemas di dalam kantong plastik yang di seal secara rapat. 9. Penggorengan. Kerupuk kering digoreng di dalam minyak panas (170°C) sambil dibalik-balik sampai kerupuk matang dan mekar.
Pembuatan Tortilla dari Ampas Tahu dan Susu
Tortilla pada umumnya merupakan makanan ringan berbentuk keripik dengan bahan baku jagung. Menurut Wahyu Musshollaeni, S.Pi, MP, dosen Universitas Tribuana Tunggadewi Malang, tortilla sebenarnya dapat dibuat dari berbagai bahan terutama yang mengandung pati atau bahan tidak berpati dengan penambahan tepung pati. Penggunaan bahan selain jagung akan meningkatkan diversifikasi produk olahan dan dapat pula untuk meningkatkan nilai gizi dari tortilla. Peningkatan nilai gizi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan baku di antaranya ampas tahu dan susu.
Tortilla Ampas Tahu Ampas tahu merupakan hasil samping dalam proses pembuatan tahu berbentuk padat dan diperoleh dari bubur kedelai yang diperas. Wahyu mengatakan, penggunaan ampas tahu sebagai bahan lain dalam pembuatan tortilla dapat meningkatkan kandungan protein pada tortilla, mengingat ampas tahu mengandung kadar protein yang relatif tinggi. Adapun cara untuk membuat tortilla dari ampas tahu adalah sebagai berikut: Bahan baku : Jagung 0,7 kg Ampas tahu 0,3 kg Garam dapur 12,5 gram Bawang Putih 20 gram Penyedap, air dan minyak goreng secukupnya. Cara pembuatan: 1. jagung yang telah direndam dalam larutan kapur kemudian digiling. 2. Ampas tahu dikukus. Jika menggunakan ampas tahu segar sebaiknya dipres (ditekan) terlebih dahulu sedangkan jika menggunakan tepung ampas tahu, lakukan penambahan air dengan jumlah sesuai berat ampas atau sampai basah. 3. Campur ampas tahu, bumbu, dan jagung giling (dapat juga dari jagung yang belum digiling) lakukan penggilingan agar adonan tercampur rata. 4. lakukan pemipihan adonan dengan mesin pembuat pasta sampai ketebalan 1-2 mm. 5. lakukan pemotongan dengan ukuran yang seragam. 6. keringkan pada oven pengering. 7. lakukan pengemasan atau siap digoreng kemudian dikemas dan dikonsumsi.
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 1
PENGGUNAAN AMPAS TAHU DAN PENGARUHNYA PADA PAKAN RUMINANSIA
Oleh : Ana R. Tarmidi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia setiap tahun terus bertambah. Menurut data sensus terakhir jumlah penduduk Indonesia 202 juta jiwa. Jumlah penduduk yang besar akan menyebabkan kebutuhan pangan asal ternak semakin meningkat. Untuk lebih jelas data produksi daging sapi dan kebutuhan daging unggas adalah sebagai berikut : Tabel 1. Produksi Daging Sapi dan Konsumsi Daging Ayam Broiler No. Tahun Produksi Daging Sapi (000 MT)* Kebutuhan Daging Unggas (kg/kapita/tahun)** 1. 1998 1.128 1.73 2. 1999 1.193 3. 2000 1.445 2.30 4. 2001 1.451 2.53 5. 2002 - 3.70
Sumber: *) BPS Statistics Indonesia (2002) **) Gabungan Pengusaha Peternak Unggas (2001)
Dari tabel di atas tampak bahwa baik produksi daging sapi maupun kebutuhan daging unggas dari tahun ke tahun terus meningkat. Kemungkinan kondisi ini akan terus berlanjut seiring dengan kondisi ekonomi yang semakin baik. Bahkan untuk konsumsi daging unggas diproyeksikan dua kali lipat pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 1998. Keadaan ini memberikan peluang yang sangat besar bagi dunia perunggasan. Fenomena tersebut dirasakan dengan banyak berdirinya perusahaan peternakan, penggemukan sapi potong dan unggas baik untuk skala usaha besar maupun kecil. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 2 Banyak berdirinya perusahaan ternak, ternyata tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan pakan yang mencukupi. Kenyataan ini mengakibatkan masih diimpornya bahan pakan. Untuk lebih jelasnya data impor bahan pakan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Impor Bahan Baku Pakan (X 1.000 ton) Bahan 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Jagung 617 1.098 298 591 1.300 1.400 2.000 T. Ikan 127 115 35 72 101 110 160 B. Kedelai 942 869 668 905 1.050 1.155 1.700
Sumber : BPS * Prediksi
Tabel di atas menunjukkan bahwa impor bahan pakan cenderung mengalami kenaikan yang cukup signifikan, meskipun pada Tahun 1998 mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan karena terjadi krisis ekonomi yang parah akibat kondisi politik yang tidak stabil. Sebenarnya impor
bahan pakan dapat dikurangi atau mungkin tidak sama sekali, bila kita mampu memanfaatkan sumber daya yang ada, misalkan dengan memanfaatkan ampas tahu. Pada hakekatnya pemanfaatan hasil ikutan merupakan pendaurulangan sumber daya alam sehingga dapat lebih bermanfaat bagi penanggulangan kelangkaan pakan. Ketersediaan hasil ikutan jumlahnya cukup melimpah dan terkonsentrasi di daerah tertentu, seperti halnya di daerah Jawa Barat hanya terdapat pada kota-kota tertentu yaitu Bogor, Bandung dan Sumedang. Peternak di daerah tersebut dapat memanfaatkan ampas tahu tersebut untuk makanan ternaknya. Walaupun harganya sangat tergantung pada jarak, kandungan bahan kering dan alternatif penggunaannya. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 3 1.2 Perumusan Masalah Kebutuhan konsentrat untuk ternak ruminansia mutlak diperlukan untuk memacu produktivitasnya. Ampas tahu merupakan hasil ikutan pembuatan tahu memiliki potensi sebagai konsentrat. Pemanfaatannya telah banyak digunakan untuk ternak, namun data-data ilmiah mengenai manfaat ampas tahu belum diketahui secara jelas. Untuk itu menjadi suatu pertanyaan ´Apakah ampas tahu bermanfaat untuk ternak ruminansia?´ Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 4 II HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu. Pembuatan tahu terdiri dari dua tahapan : (1) Pembuatan susu kedelai, danm (2) penggumpalan protein dari susu kedelai sehingga selanjutnya tahu dicetak menurut bentuk yang diinginkan. Adapun diagram alir proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Tahap awal pembuatan susu kedelai adalah melakukan perendaman kedelai kering pilihan selama kurang lebih 12 jam pada suhu kamar 25rC. Tujuan perendaman untuk memudahkan penggilingan serta mendapatkan dispersi dan suspensi yang lebih baik dari bahan padat kedelai pada waktu penggilingan (Rachimanto, dkk., 1981). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1979) perendaman yang optimal adalah 12 jam pada suhu 25rC. Setelah itu kedelai digiling dengan ditambah air panas atau air dingin dengan perbandingan satu bagian kedelai yang ditambahkan delapan sampai sepuluh bagian air. Penggilingan dengan air panas bertujuan agar lebih efektif dalam meningkatkan kelarutan protein kedelai. Bubur kedelai yang diperoleh kemudian dimasak pada suhu 100110rC selama sepuluh menit, kemudian dilakukan penyaringan. Sehubungan dengan ini ada sebagian pembuatan tahu di masyarakat yang melakukan perebusan terlebi dahulu, kemudian disaring. Sedangkan sebagian lagi melakukan penyaringan dulu kemudian dilakukan perebusan. Untuk memperoleh dadih tahu maka dilakukan
penggumpalan susu kedelai dengan menambahkan zat penggumpal berupa asam, garam dapur maupun dengan proses fermentasi (Rachmianto, dkk., 1981). Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 5 Penggunaan garam CaSO4 merupakan cara tradisional yang biasa dipakai oleh pembuat tahu rakyat, selain itu dengan penggunaan garam ini dihasilkan tahu bermutu tinggi mengandung mineral Ca tinggi. Suhu pada proses penggumpalan sebaiknya 70-85rC (Shurtleff dan Aoyagi, 1979), sedangkan jumlah asam atau garam yang ditambahkan sekitar 23% dari berat kacang kedelai yang digunakan. Setelah terjadi gumpalan tahu, air (Whey) yang masih terdapat bersama gumpalan itu dibuang. Sedangkan gumpalan tahu ditekan atau dicetak sehingga terbentuk tahu seperti yang diinginkan. Untuk mencegah supaya tidak mudah hancur sebaiknya setelah pencetakan segera direndam dalam air dingin dengan suhu 5rC selama 60-90 menit (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Bobot ampas tahu rata 1,12 kali bobot kedelai kering, sedangkan volumenya 1,5 sampai 2 kali volume kedelai kering (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Penggunaan ampas tahu di samping sebagai makanan ternak juga dipakai sebagai bahan baku untuk pembuatan oncom yaitu sejenis makanan yang kualitasnya lebih rendah daripada tempe. 2.2 Nilai Gizi dan Potensi Ampas Tahu Potensi ampas tahu cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat. Potensi ini cukup menjanjikan sebagai bahan pakan ternak. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 6 Ilustrasi 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu (Rachimanto, dkk., 1981; Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Kedelai Kering Perendaman Penggilingan Perebusan Penyaringan Penggumpalan Penyaringan Pencetakan TAHU Susu Kedelai 6-8% padatan Ampas Tahu Cairan Gumpalan Tahu Air selama 8-12 jam Air panas/dingin 1:8-1:10 10 menit, suhu 100-112rC Suhu 70-85rC, larutan
CaSO4 2-3%
Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 7 Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Korossi (1982) menyatakan bahwa ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai. Sedangkan Pulungan, dkk. (1985) melaporkan bahwa ampas tahu mengandung NDF, ADF yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Komposisi zat gizi ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas Tahu BK PrK Serat Kasar Lemak Kasar NDF Bahan ADF Abu Ca P Eb (%) (%) (%)* (%)** (%) (%) (%) (%) (%) Kkal/kg Ampas Tahu 13.3 21.0 23.58 10.49 51.93 25.63 2.96 0.53 0.24 4730 Sumber: Pulungan, dkk., (1985) *) Sutardi dkk, 1976 **) Arianto (1983)
Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Di samping memiliki kandungan zat gizi yang baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978). 2.3 Pengolahan dan Pengawetan Ampas Tahu Ampas tahu memiliki kadar air dan protein yang cukup tinggi sehingga bila disimpan akan menyebabkan mudah membusuk dan berjamur. Menurut Prabowo, dkk., (1983) bahwa ampas tahu dapat Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 8 disimpan dalam jangka waktu lama bila dikeringkan terlebih dahulu. Biasanya ampas tahu kering digunakan sebagai komponen bahan pakan unggas. Untuk memperoleh ampas tahu kering, dilakukan dengan menjemur atau memasukkannya ke dalam oven sampai kering, kemudian digiling sampai menjadi tepung (IMALOSITA-IPB, 1981). Bila mengawetkan ampas tahu secara basah dapat dilakukan dengan pembuatan silase tanpa menggunakan stater. Terlebih dahulu ampas tahu dikurangi kadar airnya dengan cara dipres sampai kadar air mencapai kira-kira 75%. Lalu disimpan dalam ruang kedap udara atau plastik tertutup rapat supaya udara tidak dapat masuk. Setelah tertutup disimpan minimal 21 hari dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Penyimpanan dengan cara pembuatan silase dapat mengawetkan ampas tahu sampai 5-6 bulan (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, 1999). Pembuatan silase ampas tahu dapat dicampur dengan bahan pakan lain. Senyawa (1991) melaporkan bahwa ampas tahu dicampur dengan jerami
padi menghasilkan silase yang baik dan siap untuk digunakan oleh ternak. Kendala adanya asam fitat yag kemungkinan akan mengganggu hewan monograstrik dapat dibatasi dengan menggunakan teknik fermentasi. Fardiaz dan Markakis (1981) menyatakan bahwa efek asam fitat dapat dikurangi dengan penambahan enzim fitase yang dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme. Untuk hewan ruminansia asam fitat tidak perlu dirisaukan karena ternak tersebut memiliki mikroba rumen yang mampu menghasilkan enzim fitase dalam jumlah cukup untuk menghidrolisis asam fitat dari pakan. 2.4 Penggunaan Ampas Tahu pada Ternak Ruminansia Surtleff dan Aoyagi (1979) melaporkan bahwa penggunaan ampas tahu sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah. Di Jawa Barat ampas tahu telah banyak dan sudah biasa digunakan oleh peternak sebagai makanan ternak sapi potong untuk proses penggemukan. Di Taiwan ampas tahu digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 9 per ekor per hari (Heng-Chu, 2004), sedangkan di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak terutama sapi dan babi dapat mencapai 70% (Amaha, et al., 1996). Penelitian telah dilakukan pada domba oleh Pulungan, dkk., (1984), di mana ternak percobaannya diberi ransum perlakuan (A) rumput lapangan (ad libitum), (B) rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu 1,25% BB, (C) rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu 2,5% BB, (D) rumput lapangan (ad libitum) + ampas tahu (ad libitum). Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 4. Dari data pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa domba yang mendapat rumput berkualitas rendah, ampas tahu dapat diberikan sebagai ransum penggemukan dan dapat diberikan secara tak terbatas. Knipscheer et al. (1983) melakukan penelitian pada kambing dan menyimpulkan bahwa pemberian ampas tahu dapat memberikan keuntungan dalam usaha peternakan kambing atau domba yang dipelihara secara intensif. Tabel 4. Penggunaan Ampas Tahu sebagai Makanan Tambahan pada Domba Lepas Sapih yang Memperoleh Rumput Lapangan KRITERIA A PBE RLAKUACN D Berat badan awal (kg) 11,4 11,0 12,0 12,4 Berat badan akhir (kg) 11,7 15,6 19,9 22,7 Pertambahan berat badan (g) 4 55 94 123 Konsumsi: - Bahan kering: Rumput lapangan 338 224 153 143 Ampas tahu 0 166 414 508 Total 338 410 567 651 % berat badan 2,9 3,1 3,6 3,7 - Protein kasar 41 65 106 124 - NDF 221 246 315 365 - Energi (M.kal) 1,23 1,67 2,49 2,92 Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 10 Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi
di dalam rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam dan rataan kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677 mM per jam (Sutardi, 1983). Penggunaan protein ampas tahu diharapkan akan lebih tinggi bila dilindungi dari degradasi dalam rumen (Suryahadi, 1990). Penelitian yang dilakukan Karimullan (1991) menunjukkan bahwa perlindungan ampas tahu dengan tanin menurunkan kadar amonia cairan rumen, hal ini berarti bahwa pemanfaatan protein ampas tahu dapat secara langsung digunakan oleh induk semang tanpa mengalami degradasi oleh mikroba rumen (protein by pass). Namun demikian perlindungan ini juga menyebabkan kadar VFA menurun dan diikuti pula dengan penurunan bakteri dan protozoa rumen. Kemungkinan besar karena pasokan nutrien ampas tahu, begitu pula dengan protozoa tidak cukup suplai bakteri dan nutriennya bagi kebutuhan untuk pertumbuhannya akibat perlindungan ampas tahu tersebut oleh tanin gambir. Tabel 5. Pengaruh Perlindungan Ampas Tahu dengan Tanin Gambir terhadap Metabolisme dan Populasi Mikroba Rumen Perlakuan NH3 (mM) VFA (mM) Bakteri/ml Protozoa/ml Tepung Ikan 7,514 187,66 7,2 x 1010 107.157 Ampas Tahu 7,183 172,14 2,5 x 1010 95.117 Ampas Tahu + Gambir 5,015 136,55 0,39 x 1010 75.912 Ampas Tahu + Gambir + Urea 5,824 139,08 1,9 x 1010 88.172
Sumber: Karimullah (1991) Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 11
III KESIMPULAN Dari studi literatur yang dilanjutkan dengan hasil pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Ampas tahu memiliki nilai nutrisi yang baik dan digolongkan ke dalam bahan pakan sebagai sumber protein. 2. Ampas tahu apabila diolah dan diawetkan, baik secara kering maupun secara basah dapat dimanfaatkan dan disimpan dalam waktu yang cukup lama. 3. Ampas tahu digunakan sebagai ransum memberikan pengaruh yang baik terhadap performans ternak ruminansia. 4. ampas tahu apabila diproteksi dengan tannin dalam rumen akan tanah terhadap degradasi, hal ini dicerminkan dengan menurunnya konsentrasi VFA NH3, bakteri, dan protozoa rumen. Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 12 DAFTAR PUSTAKA Amaha, K., Y. Sasahi, and T. Segawa. 1996. Utilization of Tofu (Soybean Curd) By-Product as Feed for Cattle. http// www.agnet.org. Arianto, B.D. 1983. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu Sebagai terhadap Potongan Karkas Komersial Broiler Betina Strain Hybro
umur 6 Minggu. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Peternakan, Jakarta. http//www.bps. CuIlison, E.A. 1978. Feeds and Feeding. Prentice Hall of India Private Limited. New Dehli. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. 1999. Uji Coba Pembuatan Silase Ampas Tahu. Brosur. Fardiaz, D dan Markakis. 1981. Degradation of Phytic Acid -in Oncom (Fermented Peanut Press Cake). J. Food. Sci. 46:523. Heng-Chu, A. 2004. Utilization of Agricultural By-Products in Taiwan. http//www.agnet.org. IMALOSITA-IPB. 1981. Studi Pemanfaatan Limbah Tahu. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor. Karimullah. 1991. Penggunaan Ampas Tahu dengan Gambir Sebagai Pelindung Degradasi Protein Untuk Bahan Baku Pellet Ransum Komplit Ditinjau Berdasarkan Metabolisme dan Populasi Mikroba Rumen. Karya Ilmiah. lnstitut Pertanian Bogor. Karossi, A.A., Sunardi, L.P.S. Patuan dan A. hanafi. 1982. Chemical Composition of Potentian Indonesian Agroindustrial and Agricultural Waste Materials for Animal Feeding. Feed Information and animal Production. Proc. Of the 2nd Symposium of the International Network of Feed Information Centers. Eds: G.E. Robards and L.G. Packlam. Prabowo, A., D. Samaih dan M. Rangkuti. 1993. Pemanfaatan ampas tahu sebagai makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba potong. Proceeding Seminar 1983. Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung. Pulungan, H., J.E. Van Eys, dan M. Rangkuti. 1984. Penggunaan ampas tahu sebagai makanan tambahan pada domba lepas sapih yang Penggunaan Ampas Tahu dan Pengaruhnya pada Ternak Ruminansia 13 memperoleh rumput lapangan. Balai Perielitian Ternak, Sogor. 1(7): 331-335. Rachimanto, D. Daulay, 8. Hardjo dan Endang S. Sunarya. 1981. Pengaruh kondisi proses pengolahan tradisional terhadap mutu tahu yang dihasilkan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan 3:26-35. Pusbangtapa-FTDC IPB, Bogor. Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1975. The Book of Tofu, Food for Mankind. Ten Speed Press, California, USA. Sumardi dan L.P.S. Patuan. 1983. Kandungan Unsur-unsur Mineral Essensial dalam Limbah Pertanian dan Industri Pertanian di Pulau Jawa. Proceeding Seminar. Lembaga Kimia Nasional-LIPI, Bandung. Suryahadi. 1990. Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ruminansia. Pusat Antar Universitas Ilmu hayat Institut Pertanian Bogor. Sutardi, T., M.A. Sigit T. Toharmat. 1983. Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh Mikroba Rumen. Fapet IPB bekerjasama dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta. Sutarti, H.A., A. Djadjanegara, A. Rays dan T, Manurung. 1976. Hasil
Analisa Bahan Makanan Ternak. Laporan Khusus No. 3. Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.















Kandungan Gizi Kedelai


FERNANDO BUENO/GETTY IMAGES
Artikel Terkait:
• Harga Kedelai Naik, Pedagang Gorengan Bunuh Diri
• Memungkinkan Swasembada Kedelai Tahun 2010
• Tidak Benar, Kedelai Tanaman Subtropis
• Kedelai Lokal Lebih Baik Daripada Kedelai Impor
• Perlu, Membangkitkan Lahan Kedelai
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to get property of non-object
Filename: views/read_cantikgaya_view.php
Line Number: 122
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to get property of non-object
Filename: views/read_cantikgaya_view.php
Line Number: 139
Minggu, 27/1/2008 | 10:40 WIB
Meski berbahan dasar sama, produk olahan dari kedelai memiliki kandungan gizi berbeda-beda. Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Sugiyono, mengatakan, untuk menentukan nilai gizi suatu makanan sebaiknya diukur dengan kadar kandungan tertentu, misalnya kadar protein, kadar lemak, kadar vitamin tertentu, kadar serat, dan lain-lain.
Nilai gizi suatu makanan sebaiknya juga dikaitkan dengan tujuan mengonsumsi makanan itu. Bagi orang yang sedang diet, makanan yang rendah kadar lemak dianggap lebih baik dibandingkan dengan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Sebaliknya, bagi yang kekurangan energi lebih baik mengonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya.
Produk-produk yang dibuat dari kedelai, menurut Sugiyono, umumnya memiliki kadar protein relatif tinggi. Tahu pada dasarnya terdiri dari protein dan air sehingga tinggi kadar proteinnya. Sementara, tempe tidak hanya mengandung protein tinggi, tetapi juga mengandung lemak, vitamin, mineral, dan memiliki daya cerna yang baik.
Kecap dan susu kedelai mengandung protein dan lemak yang tidak terlalu tinggi (kadar protein dan kadar lemak kurang dari 5 persen). Tauco mengandung protein dan lemak dari kedelai. Kembang tahu mengandung protein dan lemak yang relatif tinggi.
Secara keseluruhan, menurut Sugiyono, di antara produk-produk di atas, tempe memiliki kadar protein, kadar lemak, kadar mineral, kadar vitamin, kadar serat, dan daya cerna yang tinggi. Kadar zat antigizi pada tempe juga rendah. Semakin rendah zat anti gizi, maka semakin bagus kandungan gizi pada suatu makanan.
Penyimpanan
Produk kedelai memiliki daya tahan berbeda demikian pula cara penyimpanannya. Tahu sebaiknya disimpan di lemari es dan dapat tahan selama beberapa hari. Pada suhu ruang, tahu hanya dapat tahan setengah hari atau satu hari.
”Jika tahu dapat tahan lebih dari satu hari pada suhu ruang, besar kemungkinan tahu tersebut sudah diberi pengawet,” ungkap Sugiyono. Susu kedelai juga tidak tahan lama. Untuk itu sebaiknya susu kedelai segera disimpan di dalam lemari es setelah dibeli atau dibuat, kecuali produk susu kedelai yang sudah disterilkan dalam kemasan.
Adapun tempe, oncom, dan tempe gembus dapat tahan selama satu atau dua hari pada suhu ruang. Tempe sebaiknya disimpan dalam lemari es sehingga dapat tahan selama beberapa hari.
Kecap dan tauco dapat tahan lama pada suhu ruang. Jika tauco sudah dibuka kemasannya sebaiknya disimpan dalam lemari es. Kembang tahu, makanan bayi, makanan ringan, dan daging tiruan juga dapat disimpan pada suhu ruang karena kering dan awet. Demikian juga dengan minyak kedelai. (IND)








Department of Biology, 2006
• Home
• About
• Log In
• Register
• Search
• Current
• Archives
Home > 2006 > PUSPITASARI
Font Size:
PENINGKATAN KUALITAS KEMBANG TAHU DENGAN BAHAN DASAR AMPAS TAHU MELALUI BERBAGAI KONSENTRASI PENAMBAHAN BIJI TURI (Sesbania grandiflora. L) DAN LAMA PEMANASAN BUBUR
IRA PUSPITASARI

Abstract

Ampas tahu merupakan limbah dari pengolahan tahu yang dapat diolah kembali menjadi produk pangan dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi, salah satunya adalah kembang tahu. Kembang tahu adalah lembaran tipis protein kedelai yang dikeringkan. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu lebih rendah atau telah berkurang sehingga perlu alternatif untuk meningkatkan kandungan protein ampas tahu tersebut. Salah satunya adalah dengan penambahan biji turi. Biji turi merupakan kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, namun mempunyai bau yang lebih langu yang disebabkan oleh senyawa enzim lipoksigenase. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan pemanasan. Selain menguntungkan pemanasan juga menyebabkan kerusakan gizi. Sehingga perlu diketahui kombinasi yang tepat antara konsentrasi biji turi dan lama pemanasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi yang tepat antara lama pemanasan dan konsentrasi penambahan biji turi terhadap kualitas kembang tahu dengan bahan dasar ampas tahu. Jenis penelitian adalah tru-experiment dengan menggunakan Rancangan Percobaan Acak Lengkap yang terdiri dari 2 variabel bebas yaitu konsentrasi penambahan biji turi yang terdiri dari 4 level yaitu 0%, 15%, 30%, 45%, dan lama pemanasan bubur yang terdiri dari 3 level yaitu 0 menit, 10 menit, 20 menit. Masing-masing diulang 3 kali. Sedangkan variabel terikatnya adalah Kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan organoleptik (Rasa, Aroma, Warna, Tekstur).
Hasil uji statistik dengan menggunakan Anava 2 jalur diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan kualitas kadar protein, kadar lemak dan aroma kembang tahu dengan bahan dasar ampas melalui kombinasi berbagai konsentrasi penambahan biji turi dan lama pemanasan bubur. Dari hasil penelitian perlakuan B3P1 menghasilkan kualitas kembang tahu dengan kadar protein tertinggi yaitu 42,64 %, kadar air 6,72%, kadar lemak 9,48%, dan pengujian sifat organoleptik rasa 2,49, aroma 2,44, warna 2,35, dan tekstur 2,51.
download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar