Peluang Usaha

clicksor

sitti

Anda Pengunjung ke

Sabtu, 08 Januari 2011

PROPOSAL SKRIPSI

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13309089/skripsiANYAR.doc.html

A. JUDUL SKRIPSI
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP AL ISLAM GUNUNGPATI KELAS VII SEMESTER 2 PADA MATERI POKOK SEGITIGA.

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Matematika memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Banyak peristiwa dan kejadian sehari-hari yang dapat ditafsirkan dan disajikan dengan matematika, yaitu dalam bentuk grafik,table,diagram, persamaan, dan lain-lain. Matematika juga berhbugan dan digunakan dalam dalam ilmu=ilmu pengetahuan lain seperti fisika, kimia, biologi, geografi, dan lain-lain. Oleh karena itu, matematika wajib diberikan sebagai mata pelajaran untuk siswa di sekolah dan pengajaran matematika yang menyenangkan perlu diberikan di sekolah-sekolah tersebut.
Selama ini, dalam pengajaran matematika sebagian besar guru hanya memberi penjelasan dan siswa dihadapkan pada hafalan rumus-rumus tanpa benar-benar memahami konsep dasar matematika yang telah ada sehingga siswa masih merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Akibatnya, hasil belajar siswa puin menjadi rendah. Cara pengajaran matematika di kelas seharusnya menjadi perhatian yang khusus bagi guru. Untuk itu, pengajaran matematika di sekolah harus berpadu kurikulum yang sesuai, yaitu Kurikulum Tigkat Satuan Pengembangan (KTSP).
Pembelajaran matematika sekolah menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (dalam Diknas, 2006:1) bertujuan untuk mengembangkan matematika dengan harapan tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1. menunjukkan pemahaman konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
2. mempunyai kemampuan pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan matematika;
3. mempunyai sikap menghargai kegunaan metematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tau, perhatian, minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
SMP Al Islam Gunungpati merupakan salah satu SMP yang telah menerapkan KTSP. Dalam KTSP, kegiatan lebih terpusat pada siswa. Atas dasar tersebut, maka pembelajaran sehari-hari yang digunakan adalah pembelajaran dengan model Contextual Teaching And Learning (CTL). Meski telah menerapkan CTL, namun pada pelaksanaannya pembelajaran tersebut belum sepenuhnya dilakukan secara total. Hal ini dikarenakan belum sepenuhnya komponen CTL dilaksanakan.
Berdasarkan hasil observasi di SMP Al Islam Gunungpati, dalam pembelajaran matematika siswa masih bergantung pada penjelasan guru, minat belajar siswa kurang, belum banyak siswa yang berani mengemukakan pendapatnya, serta hasil belajar siswa belum optimal. Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak dihadapkan pada konstruksi sebuah konsep, namun terfokus pada hafalan konsep sehingga siswa kurang mampu untuk menerapkan konsep tersebut.
Berdasarkan pada materi yang diajarkan di SMP Al Islam Gunungpati, maka materi segitiga merupakan salah satu materi yang esensial karena banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengajaran matematika tentang materi segitiga tersebut juga dibutuhkan suatu pemahaman untuk menemukan konsep seperti mencari luas dan keliling segitiga, sehingga siswa tidak hanya sekedar mengetahui dan menghafal rumusnya serta langsung menerapkannya ke dalam soal matematika. Jika konsep tentang segitiga telah tertanam pada siswa maka diharapkan siswa mampu untuk menyelesaikan berbagai macam variasi soal tentang materi tersebut.
Untuk menciptakan pembelajaran matematika yang lebih variatif dan menyenangkan serta meningkatkan keaktifan siswa SMP Al Islam Gunungpati dalam pengajaran matematika, maka akan diterapkan pembelajaran model Numbered Heads Together (NHT). Siswa-siswa yang mempunyai beragam kemampuan akademik dan aktif dalam pembelajaran tentu akan mendukung penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Dalam model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dikembangkan kegiatan membaca, menulis, dan berbicara. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan latar belakang siswa dan membantu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran akan menjadi lebih bermakna.
Selain itu siswa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan orang lain serta kerjasama terhadap anggota kelompok. Diharapkan setelah dilaksanakan pembelajaran model Numbered Heads Together (NHT), hasil belajar matematika siswa melebihi angka KKM yang telah ditentukan SMP Al Islam Gunungpati, yaitu ≥60, sehingga dapat dikatakan siswa telah mencapai ketuntasan belajar.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengarahkan siswa belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh dari belajar sendiri dan sharing dengan teman kelompoknya. Siswa akan memperoleh pengetahuan dari bertanya, pemodelan dan dari berbagai sumber informasi yang lain.
Model pembelajaran NHT ini akan diterapkan dengan menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga. Alat peraga diperlukan untuk membantu siswa dalam memahami konsep yang diajarkan. Konsep matematika seperti segitiga bersifat abstrak sehingga siswa SMP akan merasa kesulitan memahami konsep tersebut. Dengan menggunakan alat peraga matematika, konsep abstrak tersebut dapat dihadirkan dalam bentuk konkret sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep tersebut. Selain itu, LKS juga dimanfaatkan dalam pembelajaran dalam membantu membangun konsep siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Berbantuan Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP Al Islam Gunungpati Kelas VII Semester 2 Pada Materi Pokok Segitiga”

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah
1. Apakah hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebesar ≥60?
2. Apakah rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran CTL?
3. Apakah aktivitas siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih baik daripada yang diajar degan model pembelajaran tipe CTL?

D. TUJUAN
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebesar ≥60.
2. Mengetahui apakah rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran CTL.
3. Mengetahui apakah aktivitas siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih baik daripada yang diajar degan model pembelajaran tipe CTL.

E. MANFAAT
Manfaat dari hasil penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Memberikan informasi kepada guru tentang seberapa besar pengaruh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan CTL di SMP terhadap hasil belajar siswa, sehingga dapat sigunakan sebagai bahan pertimbangan guru dalam penggunaan metode tersebut.
b. Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas bagi guru dalam menciptakan dan mengembangkan pendidikan yang kondusif dan menyenangkan di SMP.




2. Bagi Siswa
a. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
b. Memperoleh cara belajar matematika yang lebih efektif, menarik, dan menyenangkan serta siswa mudah untuk menangkap materi yang dipelajari.
c. Menumbuhkan semangat belajar siswa.
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman, khususnya yang terkait dengan penelitian dalam pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan CTL.

F. BATASAN ISTILAH
Agar diperoleh pengertian yang sama tentang istilah dalam penelitian ini dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari pembaca maka perlu adanya batasan istilah. Adapun batasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Keefektifan
Menurut KBBI, keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan) dan keefektifan berarti keberhasilan (usaha, tindakan). Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberhasilan tentang usaha/tindakan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebesar ≥60, rata-rata hasil belajar dan aktivitas siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran dengan tipe CTL, pada siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati materi pokok segitiga.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran NHT dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif yang setiap anggota kelompok diberi nomor dan guru menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya dengan hanya menyebut nomor anggota tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Nur (2005:78) dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu, model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat
3. Model Pembelajaran Tipe CTL
Pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatasi sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
4. Alat Peraga
Yang dimaksud alat peraga dalam penelitian ini adalah alat untuk menerangkan atau mewujudkan konsep matematika pada materi pokok segitiga yang terbuat dari bahan kertas karton dan sedotan yang dibentuk menjadi model-model segitiga .
5. Hasil Belajar Siswa
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah perubahan cara belajar siswa dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang berpengaruh terhadap nilai ulangan atau tes di akhir pembelajaran dan hasil aktifitas siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dengan model pembelajaran tersebut. Hasil belajar siswa diperoleh dari penilaian terhadap aspek pembelajaran matematika,yaitu aspek pemahaman konsep dan aspek pemecahan masalah.



6. Materi Segitiga
Segitiga merupakan materi yang terdapat pada SMP untuk kelas VII semester 2, pada penelitian ini ditekankan pada jenis-jenis segitiga, luas dan keliling segitiga

G. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Belajar
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2). Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar :
a. perubahan terjadi secara sadar
b. perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
c. perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
d. perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
e. perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
f. perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2003:3).
Belajar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.
a. Belajar bagian (part learning, fractioned learning)
Individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri apabila materi tersebut bersifat luas dan ekstensif.
b. Belajar dengan wawasan (learning by insight)
Menurut Miller, wawasan merupakan kreasi dari “rencana penyelesaian” yang mengontrol rencana-rencana subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah terbentuk.

c. Belajar diskriminatif (discriminatif learning)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha memilih beberapa sifat situasi / stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
d. Belajar global / keseluruhan (global whole learning)
Bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan sampai pelajar menguasainya.
e. Belajar insidental (incidental learning)
Belajar disebut insidental apabila tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar.
f. Belajar instrumental
Reaksi-reaksi siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil, atau gagal.
g. Belajar intensional
Belajar dalam tujuan, lawan dari belajar insidental.
h. Belajar laten
Perubahan-perubahan tingkah laku yang terlibat tidak terjadi secara segera.
i. Belajar mental
Belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain.
j. Belajar produktif
Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.
k. Belajar verbal
Belajar mengenai materi verbal melalui latihan dan ingatan (Slameto, 2003:5).

2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2001:22). Dalam pembelajaran, hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan.
Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Howard Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2001:22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu:
a. keterampilan dan kebiasaan,
b. pengetahuan dan pengertian, dan
c. sikap dan cita-cita.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yang dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal
Faktor internal berasal dari dalam individu yang belajar yang meliputi faktor fisik atau jasmani dan faktor mental psikologis. Faktor fisik misalnya keadaan badan lemah, sakit atau kurang fit dan sebagainya, sedang faktor mental psikologis meliputi kecerdasan atau intelegensi, minat, konsentrasi, ingatan, dorongan, rasa ingin tahu, dan sebagainya.
b. Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu yang belajar, meliputi faktor alam fisik, lingkungan, sarana fisik dan non fisik, pengajar serta strategi pembelajaran yang dipilih pengajar dalam menunjang proses belajar mengajar.



Proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan, dalam bidang keterampilan, dalam bidang nilai dan sikap. Adanya perubahan itu tampak dalam hasil belajar yang dihasilkan oleh peserta didik terhadap pertanyaan atau persoalan tugas yang diberikan oleh guru. Hasil ini berbeda-beda sifatnya, tergantung di dalamnya peserta didik memberikan prestasi misalnya dalam bidang pemahaman atau pengetahuan yang merupakan unsur kognitif.
Hasil belajar tergantung pada apa yang dipelajari dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar tersebut baik secara intern ataupun ekstern. Pembagian hasil belajar menurut Bloom terbagi atas tiga kategori yaitu:
a. Unsur afektif
Unsur afektif berorientasi pada nilai dan sikap. Tujuan pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu menjadi pedoman dalam bertingkah laku. Krathwohl (Sugandi, 2004: 25) membagi tujuan pembelajaran unsur afektif ke dalam 5 kategori sebagai berikut.
1) Pengenalan (receiving).
2) Pemberian respon (responding).
3) Penghargaan terhadap nilai (valuing).
4) Pengorganisasian (organization).
5) Pengamalan (characterization).

b. Unsur kognitif
Tujuan pembelajaran unsur kognitif dikembangkan oleh BS Bloom. Menurut BS Blom unsur kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual (Sugandi, 2004: 24). Unsur kognitif mencakup 6 kategori sebagai berikut.
1) Pengetahuan (knowledge).
2) Pemahaman (comprehension).
3) Penerapan (application).
4) Analisis (analysis).
5) Sintesis (synthesis).
6) Penilaian (evaluation).
c. Unsur psikomotor
Tujuan pembelajaran unsur psikomotor dikembangkan oleh Sympson dan Harrow. Taksonomi Sympson (Sugandi, 2004: 27) juga menyusun tujuan pembelajaran psikomotor dalam 5 kategori sebagai berikut.
1) Peniruan (imitation).
2) Manipulasi (manipulation).
3) Ketepatan gerak (precision).
4) Artikulasi (articulation).
5) Naturalisasi (naturalization)




3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Pembelajaran juga berarti usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan stimulus (Darsono, 2000:24).
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan, siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:2).
Gagne dalam Sanjaya (2006:100) menyatakan instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated. Oleh karena itu, mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, di mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan siswa dalam mempelajari sesuatu
4. Teori Belajar
a. Teori Dienes
Teori yang dikemukakan oleh Dienes berorientasi pada anak-anak, sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika. Matematika pada dasarnya dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan anak melakukan percobaan dan memanipulasi benda-benda konkret dan abstrak dari unsur-unsur yang sedang dipelajarinya itu.
Anak-anak sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu dalam permainan yang disertai aturan. Anak yang telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalam konsep akan dapat mulai melakukan permainan tadi. Melalui permainan anak-anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu (Tim MKPBM, 2001:49).
Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut.
1) Permainan Bebas (Free Play)
Tahap yang paling awal dalam setiap tahap belajar dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Siswa diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
2) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu dalam permainan yang disertai aturan. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Jelaslah dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu.
3) Permainan Kesamaan Sifat (searching for communalities)
Siswa mulai diarahkan pada kegiatan menemukan kesamaan sifat-sifat dalam permainan yang sedang diikuti. Guru perlu mengarahkan mereka untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
4) Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Siswa-siswa pada tahap ini dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999:120) menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan beserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika (Tim MKPBM, 2001:50).
b. Teori Vygotsky
Teori Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang-orang lain, merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Interaksi dengan orang-orang lain memberikan rangsangan dan bantuan bagi si anak untuk berkembang. Vygotsky berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dengan suasana lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang guru.
Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai “jarak” atau selisih antara tingkat perkembangan si anak yang aktual, yaitu tingkat yang ditandai dengan kemampuan si anak untuk menyelesaikan soal-soal tertentu secara independen, dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi, yang bisa dicapai oleh si anak jika ia mendapat bimbingan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten. Bantuan kepada seorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dengan maksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bentuk dari bantuan itu berupa petunjuk, peringatan, dorongan, penguraian langkah-langkah pemecahan, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang dapat mengakibatkan siswa mandiri.
Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan/kerjasama antar siswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap (Asikin, 2004:39).
5. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Matematika
Dalam Suyitno (2004:2), pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang di dalamnya terkandung upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan, siswa tentang matematika yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut.
Untuk mewujudkan pembelajaran matematika, setidaknya dirumuskan lima tujuan umum pembelajaran matematika, yaitu:
a. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
b. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
c. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
d. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.(Wardhani, 2008:9).
Sedangkan fungsi dari pembelajaran matematika adalah:
a. mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus yang diperlukan dalam kehidupan sehari- hari.
b. mengembangkan kemampuan dalam mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang berupa kalimat-kalimat dan persamaan-persamaan matematika.
6. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran berarti proses, cara, pembuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (KBBI, 2005:17). Sedangkan belajar adalah berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu (KBBI, 2005:17).
Pembelajaran dapat pula diartikan sebagai upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1).
Menurut Sugandi (2004:6), unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan menurut Briggs (1992) dalam Sugandi (2004:7), pembelajaran juga dapat diterjemahkan dari kata instruction, yaitu seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi si pembelajar sedemikian rupa sehingga si pembelajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan.
Model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Suyitno, 2004:28).
Sedangkan menurut Depdiknas (2004) dalam Suyitno (2004:28), suatu tindakan pembelajaran akan disebut sebagai model pembelajaran jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Ada rasional teoritik yang logis atau kajian ilmiah yang disusun oleh penemunya.
b. Ada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui tindakan pembelajaran tersenut.
c. Ada tingkah laku belajar mengajar yang khas yang diperlukan guru dan siswa.
d. Diperlukan lingkungan belajar yang spesifik, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pemilihan model-model pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi dapat berbeda-beda. Pada dasarnya pemilihan model-model pembelajaran ini berdasar pada tujuan yang akan dicapai.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih efektif jika dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL terhadap hasil belajar matematika pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Oleh karena itu, model pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan ini adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) agar hasil belajar siswa lebih optimal.
Kooperatif adalah bersifat kerja sama (KBBI, 2005:593). Jadi model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pola atau langkah- langkah pembelajaran tertentu dan bersifat kerja sama yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien.
Pembelajaran kooperatif dapat juga berarti strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Setidaknya terdapat empat prinsip utama dalam pembelajaran kooperatif.
a. Terjadinya saling ketergantungan secara positif (positive interdependence)
b. Terbentuknya tanggung jawab personal (individual accountability)
c. Terjadinya keseimbangan dan keputusan bersama dalam klompok (equal participation)
d. Inteaksi menyeluruh (simultaneous interaction)
Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi seluruh siswa, maka seluruh siswa dituntut untuk mampu berbicara dan mampu tampil percaya diri. Untuk itu, dipilihlah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
7. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas.
Struktur NHT biasanya juga disebut berfikir secara kelompok adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen. NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa.
NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Nur (2005: 78) dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggungjawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu model pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Dengan adanya keterlibatan total seluruh siswa ini tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep atau memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang telah diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (2000: 7) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademisnya.
Menurut Ibrahim, dkk (2000: 27-28 ) ada 4 tahapan dalam pembelajaran NHT.
Tahap 1: Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
Tahap 2: Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan.
Tahap 3: Berfikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Tahap 4: Menjawab
Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu. Siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Menurut Ibrahim (2000:19) pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
1. Tugas-tugas perencanaan
(1) Memilih pendekatan
(2) Pemilihan materi yang sesuai
(3) Pembentukan kelompok siswa
(4) Pengembangan materi dan tujuan
(5) Mengenalkan siswa pada tugas dan peran
(6) Merencanakan waktu dan tempat
2. Tugas-tugas interaktif
(1) Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
(2) Menyampaikan informasi
(3) Mengorganisasikan dan membantu kelompok belajar
Pelaksanaan yang ditempuh dalam pembelajarn NHT dalam penelitian ini adalah:
1. Tugas-tugas perencanaan
(1) Memilih pendekatan yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT
(2) Pemilihan materi yaitu segitiga
(3) Pembentukan kelompok siswa, tiap kelompok terdiri dari 1-5 anak
(4) Pengembangan materi dan tujuan pembelajaran
(5) Mengenalkan siswa pada tugas dan peran
(6) Merencanakan waktu dan tempat yaitu setiap jam pelajaran matematika
2) Tugas-tugas interaktif
(1) Menyampaikan tujuan dan motiivasi siswa
(2) Menyampaikan informasi
(3) Mengorganisasikan dan membantu kelompok belajar
8. Model Pembelajaran Kooperatif tipe CTL
Model pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel, yang dapat diterapkan dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lainnya.
Model pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam model pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.
Tujuh komponen pelaksanaan model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut.
1) Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
2) Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya
3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari ‘bertanya’. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.


5) Pemodelan (Modelling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assement menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus pada saat melakukan proses pembelajaran.
(Tim Depdiknas, 2003:10-19)
9. Alat Peraga Matematika
Alat peraga adalah media atau perlengkapan yang digunakan untuk membantu guru mengajar (Anderson dalam Hidayah, 2005:5). Alat peraga dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya dapat diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.
Alat peraga juga digunakan untuk membantu proses belajar mengajar karena berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti taraf perkembangan dimulai dari berpikir konkret sampai berpikir abstrak, dari berpikir sederhana menuju ke taraf yang lebih kompleks.
Dengan menggunakan alat peraga, diharapkan:
a. Baik siswa maupun guru menjadi lebih termotivasi dalam proses belajar mengajar, minatnya akan timbul, ia akan senang, terangsang, tertarik, dan karena itu akan bersifat positif terhadap pengajaran matematika.
b. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk konkret dan karena itu dapat dipahami dan dimengerti, dapat ditanam pada tingkat-tingkat yang lebih dapat dipahami.
c. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam sekitar akan lebih dapat dipahami.
d. Konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk model matematika yang dapat dipakai sebagai obyek penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru bertambah banyak.
(Suherman, 2003:7)
10. Lembar Kerja
Menurut Suyitno, lembar kerja siswa (LKS) adalah media cetak yang berapa lembaran–lembaran kertas yang berisi informasi soal–soal/pertanyaan yang harus dijawab. LKS merupakan salah satu media pengajaran matematika, yang dibuat sendiri oleh guru/tim khusus dengan tujuan mengajarkan suatu konsep dengan metode NHT , siswa dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang diajarkan guru. Penggunaan LKS juga merupakan salah satu variasi pengajaran siswa tidak menjadi bosan.
Lembar kerja siswa terbagi menjadi 2 kategori sebagai berikut :
1. LKS tak berstruktur
LKS tak berstruktur adalah LKS yang berisi saran untuk menunjang materi pelajaran sebagai alat bantu kegiatan belajar siswa yang dipakai guru untuk menyampaikan pelajaran. Contohnya tabel, kertas bertitik, kertas millimeter, kertas berpetak.
2. LKS berstruktur
LKS ini dirancang untuk membimbing siswa dalam suatu program kerja dengan sedikit bantuan guru, untuk mencapai sasaran yang ditujukan dalam pelajarannya pada lembar kerja ini telah disusun petunjuk dan pengarahannya.
Kegunaan lembar kerja siswa berstruktur ini adalah :
(1) merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai variasi pengajaran;
(2) menghemat waktu;
(3) dapat disiapkan sewaktu jam bebas mengajar;
(4) dapat memudahkan penyelesaian tugas perorangan;
(5) meringankan tugas dalam memberi bantuan perorangan
11. Segitiga
a. Pengertian Segitiga
Segitiga adalah bangun datar yang dibatasi oleh tiga buah titik yang tidak terletak pada satu garis lurus dan saling dihubungkan (Cunayah, 2007: 247). Segitiga biasanya dinotasikan dengan “Δ”. Unsur-unsur yang terdapat pada segitiga yaitu titik sudut dan sisi segitiga.
b. Jenis-jenis Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 247, jenis segitiga ditinjau dari sisi-sisinya yaitu:
1. 1) Segitiga Samakaki
Segitiga sama kaki mempunyai dua sisi yang sama panjang. Akibatnya, segitiga sama kaki memiliki dua sudut yang sama besar.
Sifat-sifat dari segitiga sama kaki antara lain dapat menempati bingkainya dengan tepat menurut dua cara serta mempunyai satu sumbu simetri.

2. 2) Segitiga Samasisi
Segitiga sama sisi memiliki tiga buah sisi yang sama panjang, akibatnya ketiga sudutnya sama besar yaitu sebesar 60°.
Sifat-sifat dari segitiga sama sisi antara lain dapat menempati bingkainya dengan tepat menurut enam cara, mempunyai tiga sumbu simetri, sertamempunyai simetri putar tingkat tiga.
3. 3) Segitiga Sebarang
Segitiga sebarang memiliki tiga buah sisi yang tidak sama panjang, akibatnya ketiga sudutnya tidak sama besar.





Menurut Cunayah, 2007: 249, jenis segitiga ditinjau dari ukuran sudutnya yaitu:
1. Segitiga Lancip
Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga ukuran sudutnya lancip.
2. Segitiga Siku-Siku
Segitiga siku-siku merupakan segitiga yang ukuran salah satu sudutnya siku-siku.
3. Segitiga Tumpul
Segitiga tumpul adalah segitiga yang salah satu ukuran sudutnya tumpul.








c. Jumlah Sudut-sudut pada Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 250, jumlah sudut-sudut suatu segitiga adalah180°.
d. Sifat-sifat Segitiga
1. Ketidaksamaan Sisi Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 250, sifat-sifat segitiga yang berhubungan dengan sisi segitiga adalah sebagai berikut.
(1) Jumlah panjang kedua sisi segitiga lebih dari panjang sisi yang lainnya.
(2) Selisih panjang kedua sisinya kurang dari panjang sisi yang lainnya.
2. Hubungan Sudut dan Sisi Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 250, ukuran sudut terkecil suatu segitiga berhadapan dengan ukuran sisi terpendek suatu segitiga, begitupun ukuran sudut terbesar suatu segitiga berhadapan dengan ukuran sisi terpanjang suatu segitiga.
3. Hubungan Sudut dalam dan Sudut Luar Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 251, sudut dalam suatu segitiga adalah sudut yang berada di dalam segitiga. Sedangkan sudut luar segitiga adalah sudut pelurus dari sudut dalam segitiga tersebut. Ukuran sudut luar dari salah satu sudut dalam segitiga sama dengan jumlah dua sudut dalam yang lainnya.
e. Keliling dan Luas Daerah Segitiga
1. Keliling Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 251, keliling segitiga adalah jumlah panjang sisi-sisi segitiga itu atau jumlah panjang ketiga sisinya. Keliling segitiga dinotasikan dengan K.
2. Luas Daerah Segitiga
Menurut Cunayah, 2007: 251, alas suatu segitiga dinotasikan dengan “a”, tingginya dinotasikan dengan “t”, dan luas dinotasikan dengan ”L”, maka rumus luas daerah segitiga yaitu :

Contoh soal:
Diketahui: panjang alas suatu segitiga adalah 18 cm dan tingginya 13 cm. Luas segitiga adalah......
Pembahasan:
Tulis a : ukuran alas segitiga,
t : ukuran tinggi segitiga, dan
L : ukuran luas segitiga.
Dipunyai a =18 dan t =13.
Jelas


Jadi Luas segitiga tersebut adalah 117 cm2

H. KERANGKA BERPIKIR

Salah satu contoh pembelajaran baru yang juga merupakan salah satu contoh strategi pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran NHT. Dalam pembelajaran NHT ini siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada siswa. Dengan demikian pembelajaran NHT merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam pembelajaran matematika. Dengan pembelajaran NHT selain siswa belajar matematika, mereka juga mendapatkan pengertian yang lebih bermakna tentang penggunaan matematika tersebut di berbagai bidang.
Model pembelajaran NHT ini jika diterapkan dengan menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Alat peraga diperlukan untuk membantu siswa dalam memahami konsep yang diajarkan. Konsep matematika seperti segitiga bersifat abstrak sehingga siswa SMP akan merasa kesulitan memahami konsep tersebut. Dengan menggunakan alat peraga matematika, konsep abstrak tersebut dapat dihadirkan dalam bentuk konkret sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep tersebut.
SMP Al Islam Gunungpati merupakan salah satu sekolah di wilayah kecamatan Gunungpati Barat wilayah kodya Gunungpati. Kurikulum yang digunakan di SMP Kesatrian 2 Gunungpati adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam KTSP, kegiatan lebih terpusat pada siswa. Atas dasar tersebut, maka pembelajaran sehari-hari yang digunakan adalah pembelajaran dengan model Contextual Teaching And Learning (CTL). Meski telah menerapkan CTL, namun pada pelaksanaannya pembelajaran tersebut belum sepenuhnya dilakukan secara total. Hal ini dikarenakan belum sepenuhnya komponen CTL dilaksanakan. Oleh sebab itu, dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga diharapkan hasil belajar matematika di SMP Al Islam lebih baik daripada dengan model pembelajaran CTL.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang harus di kuasai oleh siswa pada kelas VII salah satunya adalah tetang segitiga. Materi yang mendukung dalam penguasaan segitiga pada kelas VII adalah jenis–jenis segitiga; sifat-sifat segitiga; sudut dalam dan sudut luar segitiga; keliling dan luas segitiga. Dalam mengajarkan materi segitiga dengan model pembelajaran NHT, guru bisa memberikan cara baru dalam mengajar. Dengan model pembelajaran NHT ini, siswa bisa merasakan nuansa baru dalam belajar matematika, sehingga diharapkan bisa mengurangi rasa jenuh siswa dalam belajar matematika di sekolah.
Dengan menerapkan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga pada materi segitiga maka diharapkan rata-rata hasil belajar siswa bisa mencapai batas ketuntasan maksimal, yaitu 60 serta rata-rata hasil belajar siswa dengan model pembelajaran NHT, lebih baik dari pada rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran CTL.

A. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis:
1. Hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal sebesar ≥60.
2. Rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran NHT berbantuan alat peraga lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran CTL.
3. Aktivitas siswa kelas VII SMP Al Islam Gunungpati pada materi pokok segitiga yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih baik daripada yang diajar degan model pembelajaran tipe CTL.

B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu prosedur dan proses tindakan integral, yang mencakup proses berfikir, pola kerja, cara teknis, dan langkah-langkah dari tahap abstrasi menuju tahap empirik atau sebaliknya. Untuk memperoleh pengetahuan baru dan mengembangkan pengetahuan baru dan mengembangkan pengetahuan yang telah ada.
1. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah kelompok yang menarik peneliti, dimana kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan obyek untuk menggeneralisasikan hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al Islam Gunungpati kelas I.
b. Sampel
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian eksperimen. Adapun pengambilan sampel secara acak sehingga diperoleh dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe CTL. Penentuan kelas secara acak, dengan asumsi materi yang diajarkan sama, dengan mengacu pada kurikulum yang sama, serta guru dan potensi siswa yang sama.
2. Variabel
Variabel adalah gejala yang bervariasi dan menjadi obyek penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
3. Metode Pengumpulan Data
Mengumpulkan data merupakan kegiatan penting dalam sebuah penelitian. Dengan adanya data-data itulah peneliti menganalisisnya untuk kemudian dibahas dan disimpulkan dengan panduan serta referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta maupun angka (Arikunto,2003:96).

a. Metode Observasi
Pada metode observasi mengggunakan lembar observasi yang digunakan untuk memperoleh data pengelolaan pembelajaran NHT berbantuan alat peraga oleh guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Lembar observasi ini disediakan kemudian diisi oleh guru mata pelajaran selaku observer. Observasi dilakukan setiap pembelajaran berlangsung.
1) Indikator yang diukur dengan menggunakan lembar observasi aktivitas oleh guru adalah sebagai berikut.
a) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
b) Menyajikan Informasi.
c) Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
d) Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
e) Mengadakan evaluasi.
f) Memberikan penghargaan.
2) Indikator yang diukur dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa adalah sebagai berikut.
a) Keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan matematis (kegiatan yang terkait dengan pembelajaran matematika).
b) Siswa mengkondisikan diri dalam pembentukan kelompok.
c) Keaktifan siswa dalam bertanya antar anggota kelompok.
d) Saling menjelaskan antar anggota kelompok
e) Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun kelompok lain.
f) Keaktifan siswa dalam berdiskusi dengan anggota kelompoknya.
g) Kerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok.
h) Kemampuan dalam merumuskan gagasan.
i) Kemampuan dalam menyampaikan gagasan.
j) Kemampuan dalam memberi tanggapan secara lisan.
k) Kemampuan dalam memberi penghargaan.
Indikator-indikator tersebut diukur dengan skala 1-4.
b. Metode Tes
Metode ini bertujuan untuk mengambil data hasil belajar siswa pada materi pokok segitiga yang selanjutnya digunakan untuk menguji hipotesis yang diujikan. Tes yang digunakan yaitu tes tertulis. .

4. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh sebagai prosedur dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut.
a. Menentukan populasi dan sampel terlebih dahulu.
b. Menentukan kelas uji coba.
c. Melakukan uji normalitas dan homogenitas, serta uji awal. Dengan menggunakan data nilai masuk.
d. Menganalisis hasil statistik awal dengan uji proporsi.
e. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
f. Melaksanakan proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan CTL.
g. Menyusun kisi-kisi tes hasil belajar kemudian membuat tes hasil belajar matematika yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
h. Melaksanakan tes hasil belajar pada kelompok uji coba.
i. Menentukan taraf kesukaran butir soal, daya pembeda, validitas, serta reliabilitas butir soal yang telah dilakukan dalam tes uji coba.
j. Memperbaiki tes uji coba tersebut.
k. Melaksanakan tes hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kontrol pada akhir pembelajaran.
l. Menganalisis data yang telah diperoleh.
m. Menyusun hasil penelitian
5. Instrumen Penelitian
Langkah-langkah dalam menyusun instrumen adalah sebagai berikut.
a. Menentukan tujuan tes
Tujuan dari tes pada penelitian ini adalah untuk mengukur hasil belajar matematika siswa.
b. Menentukan ruang lingkup tes
Ruang lingkup tes ini berupa materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran matematikat, dalam hal ini materi pokok segitiga.
c. Menentukan tipe soal
Dalam penelitian ini digunakan jenis soal pilihan ganda dengan pertimbangan skoring obyektif, relatif mudah, dan cepat.
d. Membuat kisi-kisi soal dan soal.
e. Melaksanakan uji coba tes
f. Menganalisis hasil uji coba, baik validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda butir tes.
g. Menggunakan soal yang telah diperbaiki dalam tes.
6. Analisis Uji Coba Instrumen
Sebelum melaksanakan tes hasil belajar matematika materi pokok segitiga pada sampel, maka dilaksanakan tes uji coba terlebih dahulu. Setelah dilakukan tes uji coba, dilaksanakan analisis butir tes yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis butir tes dapat diperoleh informasi tentang kejelekan soal yang kita buat dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan/menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut. Selain itu dengan adanya analisis butir tes dapat membantu kita mengetahui butir mana yang telah memenuhi syarat serta membantu kita memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan soal yang kita susun.
Analisis butir uji tes tersebut meliputi taraf kesukaran, daya pembeda, reliabilitas, dan validitas butir tes.
a. Taraf Kesukaran
Soal yang diujikan harus diketahui taraf kesulitannya (P). Untuk soal berbentuk pilihan ganda, rumus untuk mencari P adalah:
(Arikunto, 2003: 211),
keterangan:
P = indeks kesukaran,
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul, dan
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Klasifikasi indeks kesukaran yang telah dimodifikasi (Arikunto, 2003: 207) yaitu:
1. Soal dengan 0,00 0,30 adalah soal sukar,
2. Soal dengan 0,30 0,70 adalah soal sedang, dan
3. Soal dengan 0,70 1,00 adalah soal mudah.
Untuk soal berbentuk uraian, rumus untuk mencari P adalah:

Pada penelitian ini untuk menginterpretasikan tinggat kesukaran digunakan tolok ukur sebagai berikut.
1) Jika jumlah responden gagal ≤ 50%, soal termasuk kriteria mudah.
2) Jika jumlah responden gagal  50%, soal termasuk kriteria sukar.
3) Batas lulus ideal 60 untuk skala 0 – 100.
(Arifin, 1991:135)
Oleh karena skor butir bersifat tidak mutlak, maka ketentuan yang benar dan yang salah juga bersifat tidak mutlak. Ketidakmutlakan tersebut dapat ditentukan oleh penyusun tes atau penguji sendiri (Arifin, 1991:143).
b. Daya Pembeda
Uji daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kesanggupan soal tersebut dalam membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
Untuk soal berbentuk pilihan ganda, daya pembeda dihitung dengan menggunakan rumus korelasi point biserial:
(Arikunto, 2006:79)
Keterangan:
= koefisien korelasi point biserial
= mean skor dari subyek-sunyek yang menjawab betul item yang dicari korelasinya dengan tes
= mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)
= standar deviasi skor total
p = proporsi subyek yang menjawab betul item tersebut
q = proporsi subyek yang menjawab betul item tersebut =
Kriteria daya pembeda yaitu:
1. 0,00 0,40 , soal dikatakan punya daya pembeda jelek,
2. 0,40 0,70 , soal dikatakan punya daya pembeda cukup,
3. 0,70 1,00 , soal dikatakan punya daya pembeda baik sekali.
4. negatif, soal dikatakan mempunyai daya pembeda tidak baik dan lebih baik dibuang.

Untuk soal berbentuk uraian, daya pembeda dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
t = daya beda
MH = rata-rata kelompok atas
ML = rata-rata kelompok bawah
= jumlah kuadrat deviasi individual kelompok atas
= jumlah kuadrat deviasi individual kelompok bawah
=
N = banyaknya peserta tes
Dengan kriteria, daya pembeda disebut signifikan jika dengan dan (Arifin, 1991:141).
c. Reliabilitas
Rumus yang digunakan untuk mencari reabilitas tes bentuk pilihan ganda dengan KR-20, yaitu:
(Arikunto, 2006: 101)
keterangan :
= reliabilitas tes secara keseluruhan
= banyaknya butir soal
p = proporsi peserta didik yang menjawab benar
q = proporsi peserta didik yang menjawab salah
Σpq= jumlah hasil perkalian antara p dan q
s2 = varian total
Rumus yang digunakan untuk mencari reabilitas tes bentuk uraian dengan rumus alpha, yaitu:
(Arikunto, 2006: 109)
keterangan :
= reliabilitas tes secara keseluruhan
= jumlah varians skor tiap-tiap butir soal
= varians total
= banyaknya butir soal
Rumus varians butir soal yaitu:

Keterangan:
= jumlah butir soal
= jumlah kuadrat butir soal
N= banyaknya subyek pengikut tes
Analisis reliabilitas gabungan bentuk soal tes pilihan ganda dan uraian menggunakan rumus yang disarankan oleh Mosier (dalam Retno, 2005:19), yaitu:

Keterangan:
reliabilitas skor gabungan
bobot relatif komponen j
bobot relatif komponen k
deviasi standar komponen j
deviasi standar komponen k
koefisien reliabilitas tiap komponen
koefisien korelasi antara dua komponen yang berbeda
Kriteria koefisien reliabilitas yaitu:
1. 0,00 0,20 , instrumen dikatakan punya reliabilitas rendah sekali,
2. 0,20 0,40 , instrumen dikatakan punya reliabilitas rendah,
3. 0,40 0,70 , instrumen dikatakan punya reliabilitas sedang,
4. 0,70 1,00 , instrumen dikatakan punya reliabilitas sangat tinggi.
d. Validitas
Validitas atau kesahihan adalah suatu ukuran tingkat kesahihan suatu instrumen.Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2003:59).
Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas tes adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut.
r =
Keterangan:
: koefisien korelasi tiap item
N : banyaknya subjek uji coba
: jumlah skor item
: jumlah skor total
: jumlah kuadrat skor item
: jumlah kuadrat skor total
: jumlah perkalian skor item dan skor total
Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel kritis r product moment dengan taraf signifikan 5%. Jika maka item tersebut valid (Arikunto, 2003:72).

7. Analisis Data Tahap Awal
Sebelum kedua sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol) diberikan perlakuan yang berbeda, terlebih dahulu dilakukan analisis data awal. Analisis data awal digunakan untuk mengetahui apakah kedua sampel (dua kelompok eksperimen) berangkat dari kondisi awal yang sama. Hal ini diketahui dengan adanya varians dan rata-rata yang dimiliki kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan.
Langkah-langkah analisis data tahap awal adalah sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah kedua kelompok sampel berdistribusi normal atau tidak. Jika kedua kelompok sampel tersebut berdistribusi normal, maka dapat diintegrasikan bahwa populasinya juga berdistribusi normal sehingga dapat ditentukan statistik yang digunakan adalah statistik parametrik.
Terdapat beberapa cara dalam uji normalitas suatu populasi, diantaranya dengan rumus X2 (Chi Kuadrat).
Ho = data berdistribusi normal
H1 = data tidak berdistribusi normal
Rumus yang digunakan:

Keterangan :
Oi = frekuensi hasil pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
X2 = harga Chi Kuadrat
Dengan kriteria pengujian terima Ho jika , . Artinya bahwa populasi tersebut berdistribusi normal sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut (Sudjana, 2002:273).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen atau berasal dari kondisi yang sama.
Terdapat beberapa macam metode untuk melakukan uji homogenitas, diantaranya dengan uji Bartlett.
Ho = , data homogen
H1 = , data tidak homogen
Langkah-langkah uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett adalah sebagai berikut.
1) Menentukan varians dari semua sampel, dengan rumus:

2) Menentukan harga satuan B, dengan rumus:

3) Uji Bartlett dengan rumus Chi Kuadrat

Keterangan:
s2 = varians gabungan dari semua sampel
si2 = varians masing-masing perlakuan
ni = ukuran sampel masing-masing perlakuan
B = harga satuan
Dengan kriteria pengujian tolak Ho jika , (Sudjana, 2002:263).
8. Analisis Data Tahap Akhir
Jika telah diketahui kondisi awal yang sama untuk kedua kelompok sampel, selanjutnya dilakukan perlakuan. Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga sedangkan kelas kontrol dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL. Setelah kedua pembelajaran berakhir, kedua kelompok sampel diberi tes akhir. Langkah selanjutnya adalah mengolah data hasil tes akhir tersebut. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah hasilnya sesuai dengan hipotesis yang diharapkan atau tidak.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah kedua kelompok sampel berdistribusi normal atau tidak. Jika kedua kelompok sampel tersebut berdistribusi normal, maka dapat diintegrasikan bahwa populasinya juga berdistribusi normal sehingga dapat ditentukan statistik yang digunakan adalah statistik parametrik.
Terdapat beberapa cara dalam uji normalitas suatu populasi, diantaranya dengan rumus X2 (Chi Kuadrat).
Ho = data berdistribusi normal
H1 = data tidak berdistribusi normal
Rumus yang digunakan:

Keterangan :
Oi = frekuensi hasil pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
X2 = harga Chi Kuadrat
Dengan kriteria pengujian terima Ho jika , . Artinya bahwa populasi tersebut berdistribusi normal sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut (Sudjana, 2002:273).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen atau berasal dari kondisi yang sama.
Terdapat beberapa macam metode untuk melakukan uji homogenitas, diantaranya dengan uji Bartlett.
Ho = , data homogen
H1 = , data tidak homogen
Langkah-langkah uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett adalah sebagai berikut.
1) Menentukan varians dari semua sampel, dengan rumus:

2) Menentukan harga satuan B, dengan rumus:

3) Uji Bartlett dengan rumus Chi Kuadrat

Keterangan:
s2 = varians gabungan dari semua sampel
si2 = varians masing-masing perlakuan
ni = ukuran sampel masing-masing perlakuan
B = harga satuan
Dengan kriteria pengujian tolak Ho jika , (Sudjana, 2002:263).


c. Uji Hipotesis
1) Uji Proporsi (Uji Satu Pihak)
Untuk mengetahui pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dan model pembelajaran kooperatif tipe CTL efektif terhadap hasil belajar matematika siswa, maka dilakukan uji proporsi sebagai berikut.
a). Model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga
Hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut.
H0 : Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga proporsi anak yang mendapat nilai 60 kurang dari atau sama dengan 85%.
Ha : Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga proporsi anak yang mendapat nilai 60 lebih dari 85%.
Statistik yang digunakan:
H0:
Ha :
Untuk pengujiannya menggunakan statistik z yang rumusnya:

Keterangan :
= suatu nilai yang merupakan anggapan atau asumsi tentang nilai proporsi populasi
x = respon sampel terhadap model pembelajaran
n = jumlah sampel
Tolak H0 jika dimana z(0,5 - ) didapat distribusi normal baku dengan peluang (0,5 - ).
b). Model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
Hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut.
H0 : Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CTL proporsi anak yang mendapat nilai 60 kurang dari atau sama dengan 85%.
Ha : Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CTL proporsi anak yang mendapat nilai 60 lebih dari 85%.
Statistik yang digunakan:
H0:
Ha :
Untuk pengujiannya menggunakan statistik z yang rumusnya:

Keterangan:
= suatu nilai yang merupakan anggapan atau asumsi tentang nilai proporsi populasi
x = respon sampel terhadap model pembelajaran
n = jumlah sampel
Tolak H0 jika dimana z(0,5 - ) didapat distribusi normal baku dengan peluang (0,5 - ).
2) Uji kesamaan dua proporsi (uji satu pihak)
Uji kesamaan dua proporsi ini dilakukan untuk mengetahui manakah yang lebih efektif antara pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga atau pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL terhadap hasil belajar siswa.
Pengujian ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan manakah yang lebih baik antara hasil belajar siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga dengan hasil belajar siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
Hipotesis satistiknya adalah sebagai berikut.
H0: rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga kurang dari atau sama dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
Ha: rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih dari rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe CTL.
Statistiknya adalah sebagai berikut.
H0: π1 ≤ π2
Ha :
1) Jika 1 2  2 2

Keterangan :
= nilai matematika kelompok eksperimen
= nilai matematika kelompok kontrol
n1 = banyaknya subyek kelompok eksperimen
n2 = banyaknya subyek kelompok kontrol
s1 2 = varians baku kelompok eksperimen
s2 2 = varians baku kelompok kontrol
Kriteria pengujian : terima H0 jika
Dengan
, , dan
2) Jika 1 2 = 2 2
, dengan
Dimana
= nilai matematika kelompok eksperimen
= nilai matematika kelompok kontrol
n1 = banyaknya subyek kelompok eksperimen
n2 = banyaknya subyek kelompok kontrol
s12 = simpangan baku kelompok eksperimen
s22 = simpangan baku kelompok kontrol
s2 = simpangan baku gabungan
dengan dk = n1 + n2 – 2, kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika thitung  ttabel dengan menentukan taraf signifikan  = 5%, peluang (1 -  ) (Sudjana, 2002:243)
3) Keaktifan siswa
Keaktifan siswa di dalam pembelajaran dinilai dengan menggunakan lembar keaktifan siswa. Penelitian ini dikatakan berhasil jika pada akhir pembelajaran keaktifan siswa meningkat dengan presentase sekurang-kurangnya 70%.





1. Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal. 1991. Evaluasi Instruksional. Bandumg: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

-------------------------. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Asikin, Mohammad. 2004. Teori-Teori Belajar Matematika. Bahan Pelatihan Terintegrasi Guru SMP. Gunungpati: Unnes

Cunayah, C. 2006. Kompetensi Matematika untuk SMP/MTs Kelas VII. Bandung: Yrama Widya.

Darsono, M.. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Gunungpati: IKIP Gunungpati Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Pendidikan SMP. http://www.puskur.go.id

Hidayah, Isti. & Sugiarto. 2005. Workshop Pendidikan Matematika-2. Jurusan Matematika FMIPA:UNNES.

Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-UNIVERSITY PRESS.

Nur, Mohammad, dkk. (2005). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA

Poerwadarminta, WJS. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Retno, Endang. 2005. Penelitian Hasil Belajar Matematika. Gunungpati: UNNES

Siswono, Tatag TE. 2004. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, M A. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugandi, Achmad dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Gunungpati: UPT MKK UNNES

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. Dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Gunungpati: Unnes

TIM Penyusun KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Penyusun Kurikulum. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP I 2006 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar